Frans menggeleng. "Jangan salah paham, istrimu tidak meminta kami membatalkannya. Ini murni karena keinginan dari pihak kami."
Frans beralasan, ia juga tidak menyalahkan Yunita sekarang. Niat hati ingin minta maaf, malah berganti dengan membatalkan rencananya sendiri.
Haikal menghela nafas pasrah. Memaksa Frans atau Yunita tentulah bukan pilihan yang tepat. Dirinya memang sudah melamar, tapi semua masih bisa dibatalkan selama ijab kabul belum dilaksanakan.
"Baiklah, mungkin memang belum jodoh." Haikal berusaha terlihat tenang. Dalam hati ia menuduh Ananta yang telah menghasut Yunita.
Hanya setengah jam mereka di rumah Haikal. Frans memilih pamit karena sudah tidak ada kepentingan lagi di sana.
Entahlah bagaimana hubungan persahabatannya dengan Haikal nanti, yang jelas Frans sudah mengambil keputusan.
Frans melajukan motor dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan pria gagah itu tersiksa dengan perasaan bersalah pada Ananta.
'Bagaimana bisa aku tertipu dengan kata ikhlas seorang wanita?' rutuk Frans dalam hati.
Benar, Frans benar-benar tertipu. Senyum yang ditampilkan Ananta, caranya menyapa Yunita saat datang ke rumah hari itu, seakan semua baik-baik saja.
"Bang, terima kasih banyak!" seru Yunita secara tiba-tiba.
Lamunan Frans buyar seketika. Ia memelankan laju motornya demi melirik spion untuk melihat wajah Yunita.
"Heh," balas Frans. Meski adiknya memakai helm, tapi senyum lebar tetap terlihat jelas di balik kaca helm yang jernih.
Sepanjang jalan Yunita sangat bahagia, rasanya sudah tidak sabar ingin sampai di rumah.
***
Keesokan harinya, Frans meminta Juan datang ke rumah.
"Baik, Bang. Saya akan segera ke sana dengan ayah saya," jawab Juan melalui benda pipih di tangannya.
Juan mematikan panggilan dan mencari ayahnya yang saat ini berada di dapur.
Hanya butuh setengah jam saja, Juan dan Mustofa sudah duduk manis di ruang tamu rumah Frans.
Frans, Yunita dan Maryam duduk berdekatan, sementara Raina sibuk dengan mainannya di lantai. Gadis kecil itu tidak begitu tertarik untuk dekat dengan Juan.
"Saya harus pastikan sesuatu terlebih dahulu." Frans melihat pada Juan, seakan menantang pemuda itu.
Juan membalas tatapan Frans dengan berani. "Iya, Bang. Memastikan apa?"
Frans mengubah gaya duduknya agar lebih santai.
"Benar kau tidak akan mempermasalahkan status Yunita yang janda? Benar kau mau menerima Raina, menyayanginya seperti anak sendiri?" tanya Frans dengan ciri khasnya yang memiliki watak keras, tidak bisa dibantah namun juga berwibawa.
"Saya yakin akan menerima Yunita dan juga menyayangi Raina." Juan menjawab dengan tegas seraya membusungkan dada.
"Baik, kita adakan lamaran dan langsung menikah saja," putus Frans akhirnya.
Juan dan Yunita saling pandang, mereka berdua tersenyum malu-malu. Akhirnya mereka mendapat restu walau harus bersusah payah.
"Hmmm," sergah Frans menghentikan tingkah mereka berdua.