DUA cangkir teh dan beberapa potong roti tawar baru saja diletakkan dokter Jesia Amsyani di atas meja tepat di hadapan suaminya, Syarif Sabrino, yang sedang duduk asyik membaca sebuah majalah edisi minggu ketiga Maret 2020. Sesudah itu, dokter Jesia pun buru-buru ke kamar. Pagi itu selepas Subuh, Syarif sebagai salah seorang manajer hotel ternama di Kota Gorontalo, sedang siap-siap menyambut tamu rombongan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif didampingi sejumlah pejabat teras di Provinsi Gorontalo.
Di atas meja makan itu terdapat laptop milik dokter Jesia. Dan sambil mengunyah roti, Syarif membukanya lalu memainkan lagu “Mengejar Matahari” yang dilantungkan Ari Lasso. Suaranya samar-samar ikut dinikmati oleh dokter Jesia dari balik kamar yang sedang mengenakan pakaian dinas. Seperti biasanya, dokter Jesia dan suaminya memang selalu berdua berangkat kerja.
Saat usai memeriksa seluruh berkas keperluan kerja di dalam tas, dokter Jesia pun keluar kamar dan menuju meja makan, namun ia tak lagi melihat suaminya duduk. Suara di laptop sudah berganti lagu milik D’Masiv “Jangan Menyerah”. Dokter Jesia pun menatap majalah yang masih terbuka di atas meja itu. Matanya menangkap judul berita: “Indonesia Melaporkan Kematian Kedua Kasus Positif Covid-19”. Sambil menunggu suaminya, dokter Jesia meraih majalah itu dan duduk, lalu membacanya.
Belum selesai membaca berita itu, dokter Jesia dikagetkan dengan suara notifikasi dari telepon genggamnya. Ia pun membuka dan melihat pesan berupa link berita yang dikirim melalui salah satu WhatsApp (WA) Grup kesehatan. Link berita itu nyaris sama dengan berita yang sedang dibacanya di majalah tersebut.
Namun tiba-tiba dari belakang, kedua telapak tangan Syarif telah menempel di kedua pundak dokter Jesia, sehingga berita itu lagi-lagi tak sempat dibacanya secara tuntas.
“Ke mana aja tadi, mas?”
“Dari garasi, ambil obat di mobil”.
“Lha, mas, kamu sakit apa? Kamu kok nggak bilang, sih?”
“Nggak apa-apa kok, sayang. Aku cuma sedikit sakit kepala, dan dua hari lalu suaraku juga agak parau. Mungkin kelelahan, banyak bicara dan kurang tidur”.
“Aduh, sayang. Kalau begitu, kamu istirahat aja dulu. Jangan dipaksakan”.
“Udahlah, sayang. Betul, nggak apa-apa, kok. Lagian cuma sakit-sakit kecil dan biasa aja”.
“Mas Syarif, sangat tidak baik meremehkan sakit-sakit kecil”.
“Tolonglah, sayang. Acaranya harus aku hadiri, karena tamu rombongan dari kementerian itu akan menginap di hotel kita. Kalau pagi ini pertemuan atau acaranya biasa-biasa aja, pastilah aku istirahat aja di rumah”.
Dokter Jesia pun berdiri dari kursinya membereskan piring-piring dan cangkir yang ada di atas meja, lalu membawanya ke ruang belakang. Wajahnya masih cemberut karena harus mengalah dengan alasan dari suaminya. Ia lalu kembali ke meja makan mengambil laptopnya, dan tak lupa ia memakai masker.
“Jangan marah, ya, sayang. Kalau aku sakit, tentulah akan sembuh. Istri aku kan dokter?!” tutur Syarif mencoba membujuk dengan merangkul istrinya sambil berjalan keluar menuju pintu depan. Keduanya pun berangkat, namun Syarif lebih dahulu harus mengantar istrinya ke tempat kerja, di rumah sakit.
Dokter Jesia Amsyani dan Syarif Sabrino adalah pasangan yang baru saja menikah sekitar enam bulan lalu. Hubungan asmara dokter Jesia dan Syarif berawal ketika Pemerintah Kota Gorontalo menggelar kegiatan pentas hiburan seni dan budaya, pada medio Maret 2019, di Benteng Otanaha, Kota Gorontalo. Kegiatan yang bernuansa promosi destinasi wisata itu, dihadiri langsung Gubernur Gorontalo Rusli Habibie serta Wali Kota Gorontalo Marten Taha. Di tempat wisata itulah, untuk pertama kalinya dokter Jesia dan Syarif bertemu. Hingga pada seminggu berikutnya, keduanya pun berpacaran dan bertekad untuk mengikat hubungan ke tahap yang lebih serius.
Tapi pada akhir Maret 2019, mereka sempat berpisah jarak, Syarif tiba-tiba mendapat tugas studi leadership terkait manajemen pengembangan hotel selama tiga bulan, di Bali. Namun sebulan setelah menyelesaikan studi, Syarif langsung melamar dokter Jesia. Hingga akhirnya, keduanya pun menikah pada bulan September 2019, di Menara Keagungan atau Pakaya Tower di Kota Limboto, Kabupaten Gorontalo. Resepsi pernikahan keduanya digelar secara adat Makassar dan Padang. Sebab, ayah dokter Jesia adalah keturunan asli suku Makassar, dan ayah Syarif Sabrino berasal dari Padang. Kedua keluarga mereka memang telah lama bermukim di Kota Gorontalo karena urusan tugas pekerjaan masing-masing.
Meski hingga kini belum juga dikarunia seorang anak, namun dokter Jesia dan Syarif tak pernah saling mempertanyakan apalagi mengeluh untuk mempersoalkannya. Sebab keduanya memang masih fokus dengan pekerjaan dan tugas masing-masing. Terlebih lagi, dokter Jesia tak jarang harus menunaikan tugasnya sebagai seorang tenaga medis di salah satu rumah sakit di Kota Gorontalo, dari pagi hingga menjelang dini hari.
----*****----