SUARA beberapa ekor kitten tiba-tiba begitu nyaring terdengar, dokter Jesia yang sedang berjalan di koridor rumah sakit mendadak menghentikan langkahnya. Ia penasaran, lalu mencari arah sumber suara anak kucing tersebut. Tak sulit menemukannya, dokter Jesia melihat seekor kucing betina baru saja melahirkan empat ekor bayinya dalam semak-semak dedaunan di taman, tak jauh dari kantin yang terletak di sudut rumah sakit itu.
Setelah menghampiri begitu dekat, dokter Jesia pun menyempatkan memotret anak-anak kucing itu bersama induknya melalui handphone. Sejenak terlintas di pikirannya, bahwa begitu gampangnya kucing dewasa ini melahirkan empat anak sekaligus.
“Kalau aku kapan, ya? Hmmm... Semoga di lain waktu aku juga bisa.....,” bisik dokter Jesia dalam hati sambil tersenyum simpul.
“Hei, Jes. Ngapain kamu di situ?” tegur seorang dokter senior pria yang tiba-tiba memutus bisikan hati dokter Jesia.
“Ah, nggak apa-apa, dok. Permisi!” jawab dokter Jesia sambil tergopoh-gopoh kembali naik ke koridor, lalu menjauh hingga suara kitten itupun berangsur-angsur tak terdengar lagi.
Tiba di ruang kerjanya, seorang ibu pegawai di rumah sakit itu mendekat dan menyodorkan amplop.
“Ini apa ya, bu?”
“Tadi seorang dari dinas kesehatan provinsi mengantarkan surat itu. Terus Pak Direktur menyuruh saya mengantarkan surat itu ke dokter Jesia”.
“Ooo..iya, untuk apa ya, bu?”.
“Pak Direktur minta diwakili, karena Pak Direktur kebetulan kurang sehat, sementara Bapak Wakil Direktur bersama beberapa kepala bidang dan bagian juga masih di luar daerah. Katanya, pukul 13.00 sebentar ada rapat koordinasi diperluas terkait penanganan Corona, bersama Bapak Gubernur dan Wali Kota Gorontalo”.
“Oh, gitu. Baiklah. Mudah-mudahan sebentar aku punya waktu longgar. Terima kasih, ya, bu”.
“Sama-sama, bu dokter. Permisi!”
Sudah tujuh tahun dokter Jesia menggeluti pengabdiannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di bidang kesehatan. Namun sebelumnya, ia sempat berstatus sebagai pegawai honor selama hampir dua tahun. Pertama terangkat sebagai PNS, dokter Jesia tugas di Puskesmas selama empat tahun. Dan di rumah sakit ini, ia bertugas sudah hampir empat tahun. Pada tahun 2017 saat masih tugas di Puskesmas, dokter Jesia berhasil terpilih sebagai dokter teladan tingkat provinsi. Dan inilah mungkin yang menjadi alasan untuk tidak keliru menunjuk dokter Jesia mewakili Direktur rumah sakit dalam rapat koordinasi diperluas tersebut.
Apalagi memang, hampir semua pasien rawat inap di rumah sakit ini sangat mengenal sosok dokter Jesia yang selalu cerah menebar senyum kepada siapa saja. Ia juga dikenal sebagai dokter cantik berbadan langsing namun padat, yang sangat santun dan sopan tutur kata maupun perilakunya. Sehingga ia mudah bergaul kepada siapa saja tanpa memandang status ataupun kedudukan. Namun di balik kelembutannya, dokter Jesia juga dikenal memiliki karakter yang tegas dan berpendirian teguh serta tak mudah menyerah ketika menghadapi persoalan yang timbul dalam menunaikan tugas-tugasnya. Intinya, tak ada yang dapat diragukan pada diri dokter Jesia.
Sayangnya, mendekati waktu pelaksanaan rapat koordinasi diperluas, atau jelang pukul 13.00 di hari itu, dokter Jesia mendadak jadi panik setelah membaca kabar melalui pesan WhatsApp, yang dikirim oleh general manager hotel.
“Bu dokter, maaf. Pak Syarif masih belum siuman dan masih berbaring di salah satu kamar di hotel, tapi sudah ditangani oleh dokter perusahaan. Tadi saat masih briefing di hotel, Pak Syarif tiba-tiba tidak sadarkan diri lalu terjatuh”.
Tanpa berpikir panjang, dokter Jesia pun berlari sekencang-kencangnya, hingga nampak rambutnya terurai ke belakang sambil menyebut nama Syarif berulang-ulang. Para pengunjung di rumah sakit yang sedang berjalan di koridor, terpaksa menghindar ke tepi untuk memberinya jalan, dan tak satu pun yang coba menghalaunya.
Tapi tak lama kemudian, laju lari dokter Jesia nampak berkurang, karena tiba-tiba ia mengingat mimpinya. Ia pun coba mengendalikan diri, namun dengan deraian air mata yang telah membasahi pipinya. Dan berulang-ulang pula hatinya menjerit melantunkan doa. Dokter Jesia memohon kepada Tuhan untuk menghapus mimpinya itu tanpa bekas sedikitpun, dan menggantikannya dengan mimpi yang indah. Sebab ia masih ingin berjuang dan bertekad memberikan keturunan kepada suami yang sangat ia cintai itu.
----*****----
Grab mobil yang ditumpangi dokter Jesia langsung berhenti di depan lobi. Tepat di pintu masuk, dua karyawan hotel telah menungguinya untuk menuntun naik ke kamar secara tertib menemui Syarif, agar tidak ikut membuat panik pengunjung hotel.
“Tenang, bu dokter. Kami ditugaskan untuk mengantar ibu dokter ke kamarnya Pak Syarif. Tapi sekitar lima menit yang lalu, pak Syarif sudah kembali sadar,” ujar salah satu karyawan hotel tersebut.