Anggi dan seorang anak laki-laki lain berlari mendekati area taman. Niki mengenali wajah tampan yang tadi dilihatnya saat istirahat.
“Niki! Kok lama banget sih?!” Anggi langsung mengomel saat berada di hadapan Niki.
Yang ditanya bukannya menjawab, malah melongo ketika anak yang datang bersama Anggi juga ikut mengomel pada orang di sebelahnya.
“Nik! Udah dapet belum? Lama amat sih! Acara udah mau selesai, tau!”
“Nik?” Anggi ikut terkejut. Ia menatap dua anak laki-laki itu lalu beralih pada Niki.
Mendadak, Niki tersadar. Anak berwajah tengil yang merebut potnya tadi, sekarang tersenyum padanya.
“Nih! Udah ada namaku. Jadi, ini milikku. Oke?” Anak itu menunjukkan sisi pot yang ia gores.
Niki membacanya. Anggi yang penasaran juga ikut melihat. Seketika mereka berdua saling pandang.
“Kamu baca juga, ‘kan?” Niki tampak kehilangan kata-kata ketika Anggi mengangguk.
“Ada apa sih? Kalian semua?” Si anak tampan terlihat bingung.
“Nggak ada. Yuk, balik!” Bocah tengil itu mengajak temannya pergi meninggalkan Niki dan Anggi yang masih bengong.
“A-aku nggak salah baca, ‘kan, Nggi?” Niki tergagap memandang dua sosok yang semakin menjauh.
“Iya …,” jawab Anggi pelan. “Terus, itu si cowok ganteng yang manggil kamu tadi, ‘kan, eh bukan, dia yang kita liat waktu istirahat? Bener nggak?”
Niki mengangguk. “Jadi, waktu itu, aku nggak salah denger. Panggilannya sama kayak aku.”
“Iya. Aku juga kaget. Ternyata beneran ada. Cuma beda satu huruf doang.”
“Ah, tapi aku nggak terima, Nggi! Dia udah rebut potku! Padahal aku yang duluan nemuin tadi!” Niki mendadak marah.
“Udahlah, biarin aja. Udah selesai juga acaranya. Tinggal penutupan aja. Ayo, balik ke lapangan!” Anggi menyeret Niki pergi.
Sesampainya di lapangan, semua murid sudah duduk berbaris dengan rapi. Namun, ada satu orang yang masih berdiri di depan Ketua Panitia. Ia adalah orang yang merebut potnya.
“Nah, itu dia, Kak!” Dengan senyum miring yang khas, anak itu menunjuk Niki yang hendak duduk dalam barisannya.
“Ke mari kamu!” Ketua Panitia itu melambaikan tangan pada Niki.
“Sa-saya, Kak?”
“Iya! Cepat!”
Ragu-ragu Niki mendekat diiringi bisik-bisik di sekelilingnya. Saat semua mata tertuju padanya, ia menjadi risih.
“Siapa namamu?” tanya Ketua Panitia saat Niki berada di hadapannya.
“Ni-niki, Kak.”