Rekaman suara Kinan dari tahun 2012
Tes, satu, dua, tiga.
Hai, ini adalah rekaman pertamaku. Aku baru saja berjanji pada Tomo, seorang teman baru yang membuatku hari ini merekam suaraku sendiri, menceritakan memori untuk dikenang hari esok, esoknya, dan esoknya lagi.
Siang tadi, aku merengek manja hanya karena ingin ikut Bang Sanca untuk menonton film di bioskop bersama dengan teman-temannya. Beruntung, usahaku berhasil. Ia mengizinkan. Aku bertemu dengan dua teman dekat Bang Sanca sejak mereka masih duduk di bangku SMP, Leon dan Catur. Leon hari itu juga membawa dua teman lainnya, Wulan dan Tomo.
Keempat dari mereka sangat baik dan ramah, kami seolah menjadi akrab dalam waktu singkat, termasuk dengan Wulan. Siapa sangka, ternyata kami berenam diterima di SMA yang sama, SMA Swasta Bandung Raya, salah satu sekolah swasta favorit di Kota Bandung dengan animo pendaftar yang selalu tinggi setiap tahunnya.
Hari itu, aku membuat impresi dari keempat teman baruku.
Leon, si pemecah suasana karena tingkah lucu dan pembawaannya yang humoris, Wulan si cantik yang banyak bicara dan penuh perhatian, serta Tomo si unik, iya unik. Tomo termasuk salah satu orang unik yang pernah aku temui. Hari itu, ia membawa sebuah voice recorder. Tomo mengakui bahwa dirinya merupakan seorang kolektor barang-barang elektronik yang antik, salah satunya adalah voice recorder yang ia bawa, diproduksi pada tahun 1980-an di Austria, kalau dipikir-pikir siapa pula orang masih rela merepotkan dirinya membuat rekamat dengan alat itu ketika aplikasi voice recorder di handphone telah memudahkan semua hal.
Diantara kami berlima, hanya aku yang antusias dengan barang yang dibawa Tomo, ia menjelaskan cara menggunakan voice recorder itu padaku. Aku bahkan mencoba untuk merekam suaraku sendiri sore itu. Malam hari sebelum kami berpisah, Tomo lalu memberikan alat itu kepadaku. Aku merasa tidak pantas menerima pemberiannya, pasalnya kukira barang itu sangat berharga baginya, tapi ia tidak segan memberinya secara cuma-cuma, “Aku masih punya beberapa alat kayak gini di rumah. Dijaga dengan baik, ya? Rekam setiap memori kamu disini.” Ujarnya ketika menyerahkan voice recorder itu kepadaku. Dan inilah alat yang tadi ia serahkan kepadaku. Alat yang saat ini aku gunakan untuk merekam ceritaku.
Satu lagi teman baru yang hendak kuceritakan sebelum aku hendak beranjak beristirahat malam ini. Ialah Catur. Hari itu juga sekaligus menjadi hari bersejarah bagiku, karena hari itu aku mulai merasakan kekaguman yang luar biasa pada laki-laki seolah tanpa sebab, aku seperti dibuat suka tanpa alasan, memang agak sedikit berlebihan untuk mendeklarasikan cinta pada pandangan pertama akan Catur, sahabat yang paling akrab dengan Bang Sanca. Aku memang menyadari satu hal saat itu, impresi kekaguman yang timbul atas Catur bisa saja hanya angin lalu, lagi pula, apa pula yang bisa diharapkan dari pertemuan pertama?
Catur POV
Gue kaget bukan main mendengar beberapa kalimat terakhir di rekaman Kinan. Mendengar suara Kinan saja sudah sangat menenangkan buat gue, apalagi mendengar suatu pengakuan yang membuat hati gue bermekaran, namun di saat yang bersamaan pula gue langsung dihujam rasa bersalah dan penyesalan mendalam.
Pertemuan pertama gue dengan Kinan memang terjadi pada saat gue, Sanca, dan Leon berencana menonton film 5 CM, film dengan tema persahabatan yang disutradarai oleh Rizal Mantovani dan mulai tayang pada tahun 2012 lalu.
Hari itu, Sanca juga sekaligus memperkenalkan perempuan yang baru gue tau dia adalah adik kembarnya, “Kenalin adik kembar gua, Kinan.” Ujarnya waktu itu.