Rekaman dari Tahun 2012.
Senang bukan main akhirnya aku memiliki beberapa teman baik di sekolah baruku di tingkat menengah. Bang Sanca, Catur, Leon, Tomo dan Wulan resmi menjadi teman kelas. Wulan bahkan menjadi teman bangkuku. Kami menjadi akrab dalam waktu dekat, beberapa minggu setelah kami mulai mengakrabkan diri tersebut pula, aku menemukan sesuatu yang membuatku berasumsi tentangnya, secara nggak sengaja aku melihat buku tulis Wulan yang ditinggalkan dalam posisi terbuka ketika ia hendak pergi ke kamar mandi. Di buku itu, ia tuliskan satu kata bersimbol tanda hati di sampingnya, kata itu adalah “Caturwulan”.
Sejak hari itu, aku berasumsi satu hal, Wulan bisa jadi tengah jatuh cinta pada Catur. Lambat laun, seiring berjalannya waktu dan intensitas kebersamaan lingkaran pertemananku, aku menyadari kebenaran hal itu, tatapan mata Wulan memang tampak berbeda ketika ia menatap ke arah Catur. Tatapan yang berbeda dengan tatapan yang ia tujukan pada Leon, Tomo, bahkan Bang Sanca.
Sayang beribu sayang, ada hal yang nggak aku pahami setelah beberapa hari aku membaca tulisan di buku tersebut. Aturan untuk tidak saling mencintai dalam lingkaran pertemanan ini.
Catur POV.
Gue menekan tombol pause di radio lalu membiarkan pikiran gue dibawa melayang pada momen-momen di tahun 2012. Hari itu, gue dan lima temen yang lain kembali makan di Angkringan Pak Bowo, angkringan itu udah jadi tempat langganan kami berlima, tempatnya emang luas dan nyaman buat kumpul dan nongkrong santai, suasana lokasi outdoor-nya terutama, buat gue (dan sepertinya buat temen-temen yang lain juga), memilih tempat ngobrol di lokasi outdoor entah gimana bisa lebih mendukung hangatnya bahasan demi bahasan di antara kami. Apapun bahasannya. Mulai dari bahasan sampah yang mengundang tawa, sampai bahasan serius yang menjurus ke agenda deeptalk, termasuk satu bahasan yang malem itu tiba-tiba diucap Wulan.