Bandung, 2019
Aku memutuskan untuk mengambil pekerjaan paruh waktu sebagai penyiar radio di Dar fm sembari mengisi waktu luang di semester akhir. Selain itu, menurutku pekerjaan penyiar radio adalah pekerjaan yang hebat. Penyiar dituntut untuk menguasai berbagai bahasan, dituntut untuk menjadi komunikatif, dan menjadi pendengar yang baik juga. Seluruhnya merupakan pembelajaran yang akan aku dapat secara otodidak, maksudku di luar mata kuliah yang diajarkan di kampus.
Hari ini adalah hari ketujuhku bekerja part-time sebagai penyiar radio. Hari ini aku kedatangan seorang mahasiswa yang cukup terkemuka dari kampus, yaitu Haza yang baru saja terpilih sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Nasional Darmawangsa. Popularitasnya cukup tinggi belakangan lantaran jabatan yang baru ia peroleh itu. Siapa sangka? Haza mengajakku berkenalan dan … lebih jauh.
Haza memang satu tahun lebih muda dariku. Tapi Haza, seiring berjalannya waktu, entah bagaimana selalu bersikap dewasa dan justru mampu mengayomiku seorang. Haza pintar sekali menyanjung lawan bicara, dan dia selalu menampakkan raut antusias saat tengah berbincang dengan siapapun lawan bicaranya.
Perbincangan pagi itu, yang fokus membicarakan launch kabinet kepengurusan berjalan dengan lancar dan baik setelah semalaman aku berlatih lantaran ini pertama kalinya aku melakukan siaran dengan topik di lingkum BEM Universitas. Di mataku, Haza adalah partner siaran yang mengagumkan. Dia sangat pintar berdialektika, dan itu membuatnya tampak sangat pintar. Ia juga adalah teman bicara sekaligus pendengar yang baik.
Angel POV
Ruang siaran itu terasa lebih hangat dari biasanya lantaran percakapan yang dibuat oleh Kinan dan Haza sebelum on air. Haza memang pintar mengambil hati wanita. Kepandaiannya dalam berdialek memang tiada taruhan baik dalam hal formal maupun informal, seperti yang dilakukannya dengan Kinan.
Haza memang tertarik pada Kinan pada pandangan pertamanya di ruang siaran. Tanpa perlu waktu lama bagi Haza untuk langsung mengajak perempuan di hadapannya itu berkenalan.
“Hai, Haza.” Haza memulai pembicaraan, ia menjulurkan tangannya.
“Oh, hai, Kinan.” Jawab Kinan sembari menjabat tangan Haza.
“Jadi ini cewek psikolog yang banyak dibicarain orang-orang kampus?”
“Maksudnya?”
“Iya, cewek yang katanya susah banget didapetin sama cowok-cowok kampus.”
Kinan tertawa kecil, “Cuma katanya, kok.”
“Katanya itu sekarang jadi fakta buat aku.”
”Kalo gitu, jadi ini, si ketua BEM yang lagi rame dibicarain kampus.”
“Hahaha, cuma katanya, kok.” .
Percakapan pengawal itu membuat Kinan dan Haza akhirnya melakukan siaran tersebut dengan baik. Bahasan mengenai Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Nasional Darmawangsa dibuat sangat mengalir dipandu dengan Kinan. Haza diam-diam memandangi Kinan setiap kali ia tengah berbicara di depan microphone. Kinan, meski tidak melihat secara langsung sadar akan tatapan Haza yang tidak biasa itu. Selepas acara siaran, tepat saat baru saja keduanya off mic, Haza tiba-tiba memberikan applause, “Keren banget.”
“Keren?”
“Pantesan ya akhir-akhir ini Dar fm tiba-tiba booming lagi, ternyata penyiar paginya sekeren ini bawain acaranya.”
Kinan tertawa bercampur sipu malu, “Biasa aja, kok.”
“Tapi serius, suara kamu bagus banget, loh.”
“Emang aku dari kecil suka tampil. Suka ngomong, dari dulu guru-guru selalu ngira kalo aku penyiar radio. Eh malah jadi kenyataan.”
“Berarti emang cita-cita?”
“Nggak.” Kinan menjeda kalimatnya sejenak, “Sama sekali nggak.”
“Terus, kok mau jadi penyiar disini?”
“Ngisi waktu luang aja.”
“Ngisi waktu luangnya produktif banget, ya?”
Kinan hanya tertawa kecil.
“Dua minggu lagi, BEM mau ngadain acara Malam Inaugurasi Darmawangsa buat penutupan kompetisi lintas fakultas, dan masih butuh MC perempuan. Gimana kalo kamu aku rekomendasiin ke panitianya?”
“Kayaknya ilmu gue belum sampe deh buat jadi MC.”
“Belum sampe gimana? Kamu tadi keren banget loh ngomongnya. PD aja, Nan. Gue tau lo bisa, kok. Gimana? Mau, ya?”
“Boleh deh gue coba.”
Haza menyerahkan handphone-nya kepada Kinan yang membuat Kinan memandangi benda itu dengan tatapan kebingungan, “Buat apa, Za?”
“Taro nomor kamu, dong. Kalo aku nggak bisa ngontak kamu, gimana nanti koordinasi soal MC-nya.”