Esok harinya, Diana benar datang menghampiri Rumah Sanca sesuai rencana. Ia memasuki kamar Kinan dan berdialog dengan Kinan sekitar 1 setengah jam. Samar-samar terdengar suara keduanya dari luar kamar meski tidak terlalu jelas. Sanca hanya bisa berdoa dalam khawatir dari luar kamar semoga Diana megabarkan sesuatu yang tidak buruk. Tapi harapannya tidak sepenuhnya terkabul. Diana keluar dengan kabar yang justru menghujamnya.
“Ca, dengan berat hati gue harus bilang,” Diana menjeda kalimatnya, ia tampak kebingungan hendak melanjutkan kalimatnya karena ia tau persis, kabar yang hendak ia kabarkan akan sangat membuat kecewa Sanca. “Kinan has been raped by a man, and sadly, he is Haza.”
Dugaan Sanca yang membuat dirinya terjaga semalaman benar. Ia mengepalkan tangannya kencang-kencang dengan air muka geram. Emosinya tiba-tiba membuncah, Diana langsung meraih dan menggenggam tangan Sanca erat.
“Ca, kendaliin emosi lo. Gue ngerti ini pasti berat buat lo. Tapi jangan buat keributan lebih parah. Lo harus tenang demi Kinan.” Diana menjeda kalimatnya, “Kinan cuma punya lo disini, Tur.”
Sanca lebih dari tau arti dari kalimat itu. Ia sangat menyadari hal yang sama. Kinan Cuma punya Sanca disini.
“Gue gagal, Na. Gue gagal jadi abang buat Kinan.”
“Ca, gue ngerti. Tapi gimanapun juga, Kinan butuh lo.”
“Gue cuma bisa bantu sampe sini. Tapi guebisa nemenin Kinan psikolog Theresia. Kalo lo mengizinkan, dan untuk lebih meyakinkan dan menindaklanjuti tindakan pelaku, gue juga menyarankan Kinan untuk melakukan visum.”
“Apapun, Na. Apapun yang terbaik untuk Kinan.”
Tepat setelah kalimat terakhir dari Sanca terlontar, Kinan membuka pintu kamarnya dan berjalan perlahan keluar dari kamar.
Kinan keluar dari kamarnya dengan mengenakan dress yang ia rancang khusus untuk menghadiri pertunangan Catur.
“Nan, kamu..”
“Abang.. Aku baik-baik aja. Aku mau dateng ke acara pertunangan Catur.”
Sanca menghampiri Kinan dan memandangi matanya dalam, “Iya, Nan. Kita ke acara pertunangan Catur, ya?”
Sanca berbohong. Bersama Diana, Sanca membawa Kinan ke rumah sakit untuk pemeriksaan Kinan dengan lebih lanjut demi kebaikannya. Tapi bagi Kinan, Sanca tidak lebih dari pembohong yang akan mengurungnya di rumah sakit, yang akan membawanya pada putusan bahwa psikis Kinan nggak sedang baik-baik aja.
“Aku nggak sakit, bang..”
“Nan, kamu percaya sama abang, kan?”
Kinan hanya mencengkeram bagian dari dress-nya erat-erat ketika ketiganya mulai berjalan menuju ruangan Psikolog Theresia. Menyadari hal itu, Diana langsung menggenggam tangan Kinan dan berujar meyakinkan, “Kamu aman disini, Nan.”
Kinan tidak menjawab. Suasana rumah sakit begitu menegangkan bagi Kinan. Warna hijau soft dinding rumah sakit tidak sama sekali membuatnya tenang.
Diana mempertemukan Kinan dengan Psikolog Theresia yang langsung menyambutnya dengan ramah. Theresia menuntun Kinan untuk memasuki ruangannya. Ia melakukan pendekatan kepada Kinan selayaknya seorang psikolog kepada pasiennya.
Theresia mendiagnosa bahwa Kinan mengalami trauma berat atas pelecehan yang dialaminya. Selembar kertas yang menyatakan hal tersebut membuat Sanca sempurna hanya mematung setelah sebelumnya menyandarkan diri pasrah pada dinding rumah sakit.
“Kita sama-sama dukung Kinan untuk bangkit ya, Ca?” Diana langsung menggenggam lengan Sanca untuk menguatkan.
Masih dalam balutan dress, Kinan duduk di pinggir ranjang kamar rumah sakit. Tatapan Sanca sempurna menyiratkan arti harapan bahwa kejadian yang dialami Kinan hanya mimpi. Kinan membalas tatapannya dengan kosong. Ia tidak menghendaki Sanca untuk berinteraksi dengannya karena trauma yang ia rasakan begitu kuat hingga di bawah sadarnya ia membuat batas bagi lawan jenis untuk mendekatinya, bahkan Sanca sekalipun.
Handphone Sanca telah berdering puluhan kali. Tidak ada satu pun telepon yang diangkatnya. Menyadari beberapa panggilan tersebut, ia hanya mengabarkan Tomo sebuah pesan mengenai apa yang menimpa Kinan. Tanpa menunggu jawaban dari Tomo, Sanca langsung mematikan handphone-nya. Hari itu ia hanya ingin fokus pada Kinan seorang.
Rumah Prita, April 2019
Suasana di Rumah Prita yang terletak di kompleks elit Kota Bandung telah kedatangan para tamu undangan. Nama Prita Maharani dan Catur Darmawangsa terpampang jelas sebagai dekorasi ruangan. Prita sempurna menjadi sorotan hari itu, cantiknya bukan main berbalut gaun berwarna ungu dan riasan wajah yang natural.