Sarmin terus berlari didalam gelapnya malam, anak sekecil itu menembus dinginnya malam. Malam itu menjadi peristiwa yang tidak akan dilupakan seumur hidupnya, saat itu anak umur 10 tahun ini menghantam kepala Dulmatin preman bromocorah dengan martil. Hantaman itu membuat mata kiri preman itu hampir hancur berceceran darah, Sarmin naik pitam ketika Dulmatin mau menggagahi Kantil bocah perempuan seusianya.
Dalam pelarian Sarmin menumpang kereta api ekonomi di Senen, di sudut gerbong dia meringkuk dan menggigil kedinginan. Ketakutan menjalar di sekujur tubuhnya, ketakutan bahwa Dulmatin akan mengejarnya dan menghajar habis-habisan jika ketangkap. Terbayang wajah Kantil dan nasibnya tapi Sarmin tidak bisa kembali kesana setidaknya bukan di Jakarta. Dia harus pergi sejauh mungkin dan tak kembali.
Didalam dingin malam dan basah kuyub, Sarmin teringat akan Kantil. Bahwa Laila-nya teman sepermainan yang dia tinggal, pernah suatu ketika Sarmin berjanji membawa Kantil jalan-jalan melihat Nusantara beserta tempat eksotiknya.
"Benar Min? kamu nggak bohong khan" soraknya
"Pasti Kan, jika aku punya uang yang banyak kita akan keliling Indonesia. Melihat yang indah-indah seperti buku ensiklopedia itu" bangga Sarmin.
Sarmin dan Kantil sempat membaca buku ensiklopedia yang mereka temukan di tempat sampah saat mengais sampah botol bekas. Dalam buku itu mereka disuguhkan tempat-tempat indah seperti Papua, Jogja, Bali dan semua wisata yang belum pernah mereka lihat. Karena selama ini yang dilihat di Ibukota hanya semerawut lalu lintas, banjir serta manusia-manusia busuk mengorek-orek dengan menghalalkan segala cara.
Dan janji itu harus ditepati bisik Sarmin
***
Kereta ekonomi itu tak tahu kemana membawa Sarmin, dia tak peduli terpenting jauh dari Dulmatin dan kebusukan Ibukota. Tapi perih harus meninggalkan Kantil diperas dan peram Dulmatin preman bajingan itu. Setelah ini Sarmin mengikuti takdir untuk kelilingi Indonesia tanpa Kantil, kereta yang membawanya berhenti di Lempuyangan. Disini awal hidup Sarmin untuk melupakan masa lalunya dan mengobati ketakutan.
Malioboro jadi tempat mengais rejeki, mulai mengemis, ngamen dan mengumpulkan koran bekas. Hanya berbekal kaos oblong lusuh, celana pendek dan sandal jepit itu Sarmin berjuang tetap waras. Hasil 5 ribu atau 10 ribu cukup membeli sego kucing di angkringan jaman rezim Soeharto, malamnya tidur di emperan Beringharjo. Sarmin tidak akan mencuri karena teringat pesan emaknya sekali lagi Nak, saat kau lapar jangan ambil hak orang lain. Carilah rejekimu sendiri pesan terakhir emaknya saat ditinggal mati dan bapaknya entah kemana