Jangan Katakan Itu Rindu

ferry fansuri
Chapter #18

Chapter #18 Sarmin Mencari Kantil

Pengembaraan Sarmin berlanjut ke puncak cakrawala Tengger, sambil berlari mengejar kuda turis di pasir savana Bromo. Langkah-langkah telanjang kecilnya itu demi mendapatkan segenggam rupiah untuk mengisi perutnya. Hampir tiga tahun Sarmin berkelana mencari ketenangan dari kegelisahan selama ini. Suatu malam di tepi kawah kaldera melihat kemeriahan uparacara Kasodo, Sarmin duduk termenung diam memandang kosong. Bukan memandang masyarakat Tengger larung sesajen tapi asap yang keluar dari kaldera yang berubah dengan wajah Kantil.Sarmin merasa rindu akan dirinya, bagaimana keadaaannya dan janjinya pada Kantil. Kegelisahan itu terus tergerus beriringan malam jatuh diufuk pagi

***

Siang itu Sarmin turun dari peron stasiun Gambir, tujuannya mencari informasi semua hal tentang Kantil. Tapi suasana Jakarta tidak seperti ia lihat, lebih buruk dari terakhir kali Sarmin tinggalkan. Dimana-mana ban dibakar, suara-suara saling beradu, spanduk hujatan rezim terpampang dipojok-pojok kota dan toko-toko luluh lantak.

Bulan Mei itu Sarmin berkeliaran diarea Slipi, Grogol dan Senayan menanyakan sesama gelandangan keberandaaan Kantil. Dari kenalan pengamen jalanan Si Sarmin mendapatkan info bahwa Kantil ada di Kalijodo. Bergegas Sarmin dengan sedikit berlari tapi saat berhenti dekat Harmoni, dari ujung gang muncul gerombolan beringas tak tahu dari mana asalnya. Sekejab showroom mobil dan toko sekitar jadi ladang api, Sarmin ada didalam para penjarah itu, suara-suara teriakan dan asap memenuhi rongga paru-parunya.

Tiba-tiba Sarmin tidak sadarkan diri, sebuah popor senapan menghujan tengkuknya. Gerombolan penjarah itu kalah kabut akan datangnya polisi, Sarmin jadi korban pertama. Tersungkur diatas kerasnya aspal, matanya sayup-sayup melihat serbuan maut polisi menghantam penjarah kocar-kacir ke segala penjuru. Sebelum pingsan, Sarmin sempat meraih sesuatu yang jatuh dari hura-hara itu.

***

Remang-remang lampu kafe dilorong lokalisasi terpadat di Ibukota tak menyurutkan keasyikan syahwat dengan hura-haru diluar sana. Tak peduli akan kondisi kota yang mulai membusuk karena disini asal mula kebusukan bermula. Sarmin terus merangsek dengan kepala masih pening berdarah, dalam tempurung hanya untuk bertemu Kantil.

Bertanya kesana kemari ternyata Kantil primadona di Kalijodo, seorang tukang ojek menunjukkan wisma diujung gang bahwa Kantil bekerja. Sarmin masuki wisma tanpa hiraukan bodyguard seperti mengenalnya tidak mencegah hanya memencet tuts hape usangnya menghubungi seseorang diujung sana, Sarmin terus teriak nama Kantil seantero wisma.

"Hei bocah, apa mau kamu.Teriak-teriak ditempatku" seoarang wanita gembrot menghardik Sarmin

Lihat selengkapnya