Jangan Menangis, Ini Semua Hanya Mimpi

Sahrun Rojikin
Chapter #1

DALAM HIDUP SEMUANYA BERPASANG-PASANG

Ini hanya sebuah kisah sepasang saudara kakak beradik dari suatu keluarga yang tinggal di pelosok desa di suatu kota kecil. Sebuah keluarga yang keberadaannya ada atau tiada pun, tidak akan memengaruhi dunia yang besar ini. Sepasang saudara itu bernama Sakti dan Mey, yang masing-masing usianya sebentar lagi 13 tahun dan 4 tahun. Namun meskipun keberadaannya tidak memengaruhi dunia, setidaknya mereka bangga dan bahagia menjalani kehidupannya.


//


Meskipun baru saja kemarin pemerintah resmi mengumumkan bahwa fenomena La-Nila berakhir, namun hari ini di tanggal 30 April 1998 di beberapa daerah masih merasakan guyuran hujan, walaupun curah hujannya telah berkurang cukup drastis. Tidak seperti kebanyakan daerah lainnya, di desa yang ditinggali oleh sepasang saudara kakak beradik bernama Sakti dan Mey, yang masing-masing usianya di bulan Mei nanti akan genap 13 tahun dan 4 tahun, masih terjadi kemarau berkepanjangan akibat fenomena El-Nino yang terjadi tahun lalu. Meskipun La-nila datang di berbagai daerah, namun di desa mereka, hujan hanya turun beberapa kali, itupun dengan curah yang sangat rendah. Beberapa petani di desanya gagal panen. Beberapa orang kesulitan mencari air. Ditambah lagi dengan krisis moneter yang terjadi dari tahun lalu dan masih terjadi hingga saat ini. Tindak kriminalitas meningkat. Semua orang berjuang keras dalam mempertahankan hidupnya. Tak salah jika orang-orang mengutuki tahun 1997, juga mengutuki tahun 1998 yang bahkan belum genap memasuki pertengahan tahunnya.


Dalam hidup semuanya berpasang-pasang

Seperti kehidupan yang diisi dengan cerita dua hati

Satu menguatkan yang lain,

Mengarungi lika-liku perjalanannya yang abadi.



Di halaman sebuah rumah berdinding kayu yang tersusun dari panel-panel kayu, halaman yang luas berumput dan dipenuhi dengan bunga-bunga yang sebentar lagi akan bermekaran, berbagai macam bunga tumbuh subur di sana, ada bunga Mawar merah pekat, bunga Lili putih, bunga Kembang sepatu berwarna merah, juga bunga-bunga lain yang tak kalah indahnya dari taburan bintang di langit dan bulan yang sendirian—kesepian. Di sanalah Sakti dan Mey sedang berlarian—berkerjaran. Selayaknya anak kecil yang lain, Mey juga merasakan kebahagiaan dari suatu hal yang tidak dimengerti oleh orang dewasa, yaitu bermain kejar-kejaran. Apa menyenangkannya berlarian tanpa tujuan yang jelas, hanya berlari-lari saja membuatnya tertawa dan senang. Barangkali itu yang akan ada dalam pikiran orang dewasa. Atau barangkali malahan orang dewasa akan iri melihat mereka berdua bisa dengan sangat mudah bahagia, bahkan tidak perlu bersusah payah dan tidak perlu mengeluarkan uang untuk mendapatkannya. Barangkali orang yang seperti itu akan mengatakan, Betapa menyenangkannya menjadi anak kecil, bahagianya bisa diraih dengan hanya sekadar berlarian. Seandainya aku bisa menjadi anak kecil lagi.

Dalam permainan kejar-kejaran akhirnya Sakti berhasil menangkap Mey dan mengangkatnya ke atas—membawanya berlari ke arah rindangnya pohon Kamper yang masih berada di halaman rumahnya. Seolah-olah Mey adalah sebuah pesawat terbang yang sedang terbang sangat tinggi melintasi batas ruang dan waktu, pesawat yang bisa mengeluarkan tawa. Tawanya akhirnya berhenti dan berubah menjadi suara napas yang terengah-engah karena kelelahan, tepat ketika mereka berdua berbaring di bawah pohon Kamper. Mereka menghirup kuat-kuat udara yang dihasilkan dari kerja sama matahari, pohon, dan diri mereka sendiri. Kemudian mereka mengembuskan napas yang sama kuatnya dengan hirupan itu. Alangkah indahnya kehidupan, selain mereka saling berpasang-pasang, mereka juga saling mengisi satu sama lainnya.

Sepasang mata mereka mengintip langit melalui celah-celah daun pohon Kamper, sesekali sepasang mata itu berkedip ketika daun-daun yang telah mengering menjatuhi wajah polos mereka, sesekali sinar matahari membuat sepasang mata itu tersipitkan ketika angin berembus melewati daun-daun, ranting-ranting, juga cerita tentang dua hati.

Lihat selengkapnya