Drrrtt drrt
Ponsel Dera bergetar beberapa kali. Sesekali diliriknya ponsel yang digenggam di tangan kiri. Tapi mata Dera masih fokus pada beberapa formulir di depannya. Tangan kanannya, memegang ballpoint yang sedari tadi digunakannya mengisi beberapa data.
Sebuah meja kecil, pada loket administrasi BPJS Kesehatan di rumah sakit swasta itu, menjadi saksi. Satu jam lalu, hampir saja Dera putus asa. Betapa tidak. Ia tak punya uang sama sekali. Apalagi, untuk biaya operasi. Kanker ringan kata dokter.
Entah apa bedanya. Bagi Dera, itu semua sama saja. Ia membatin, kenapa ini terjadi kepadanya. Semua terasa baik-baik saja. Kenapa Tuhan terus saja memberinya kesulitan. Kesempitan ekonomi, nyatanya belum cukup. Tuhan memberi lagi kesulitan lain.
Kalau saja ia tak ingat, bahwa kartu BPJS Kesehatan itu benar-benar bisa membantunya. Mungkin, ballpoint yang kini digunakannya untuk menulis, bisa saja menjadi alat paling mungkin untuk ia mengakhiri hidup.
Dera masih mencocokkan data NIK di KTP dengan yang ia tulis di formulir. Maklum, Dera orang yang ceroboh. Ia sangat takut, jika aplikasi ini tak benar. Maka pembiayaan dari BPJS tak akan menanggung biaya operasi Nira.
"Keluarga Ny Alnira" suara petugas wanita memanggil-manggil. Suara itu berasal dari pengeras suara, yang diletakkan di pojok atas plafon. Cukup nyaring, meski ramai lalu lalang orang di tempat itu.
Dera mendekati sumber suara. Sebuah loket kecil. Ia menyerahkan berkas di tangannya. "Silakan tunggu sebentar pak. Setelah data kami verifikasi, nanti akan kami panggil lagi," ucap petugas berhijab, dari balik kotak kaca yang menjadi area kerjanya.
Dera mengangguk pelan. Dibantingnya tubuh lelah itu ke kursi panjang yang menyisakan satu tempat kosong. Dera berjongkok, dengan posisi kedua tangan memegang kepala.
Diurutnya pelan kepalanya. Seakan itu bisa meringankan sedikit penat hari ini. Hari beranjak sore. Ia ingat, Nira ditinggalkannya di ruang perawatan Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Ia menegakkan kepala. Dirogohnya ponsel di saku celana. Ada 17 panggilan tak terjawab. Semuanya dari Nira. Dihembuskan nafas panjang. Ia perlahan membuka satu-satu pesan berderet yang masuk di WhatsApp.
---Sudah kah ? --
--belum kah ? --
--gimana ?--
--- yaaaaaaang--