Jangan Menyerah Hari Ini

Risman Senjaya
Chapter #2

Musholla Kecil Di Sudut Diskotik

Apa yang terlintas dibenakmu mendengar kata diskotik atau club? Kurasa tak akan jauh dari minuman beralkohol dan rokok, musik bergenre EDM dari sang DJ yang menghentak, suasana hingar-bingar dengan tata cahaya nan apik, euforia orang-orang bergoyang heboh, dan wanita berpakaian seksi yang memenuhi setiap sudutnya. Mungkin juga narkoba, aku tak menafikannya.

Lalu muncul pertanyaan berikutnya, orang macam apa yang mendatangi diskotik atau club? Hedonis, anak gaul, pemabuk, wanita nakal, orang stress, atau sebutkanlah satu lagi. Yang jelas, hampir tiap pekan aku mendatangi diskotik atau club bersama kolega sekantor. Terserah kalian akan mengklasifikasikan aku yang mana, tapi dengarkan ceritaku dulu.

***

Malam mulai meninggi di kawasan Kemang. Cuaca sedikit berawan di penghujung 2019. Kulirik Tag Heur-ku, hampir pukul sebelas malam. Kuparkir Brio RS putihku agak jauh dari pintu masuk. Maklum, malam ini weekend, jadi ramai sekali. Kusapa ramah tiga orang security yang sudah mengenalku. Aku lalu menuju spot favorit kami di tempat ini. Aku orang terakhir yang tiba disana.

"Hallo guys, dah pada kumpul semua nih!" sapaku sambil ber-hi five pada kolega satu kantor di Bank ABC. Ada Frans, Leo, Randi, Joya dan Meta.

"Ah, ini dia manusianya baru dateng." Leo berujar sambil mematikan Marlboro Lights-nya.

Sengaja aku ambil posisi duduk di sebelah Meta. Pertama karena kami sama-sama tidak merokok. Kedua karena kami sama-sama tidak minum alkohol. Ketiga karena Meta cantik sekali malam ini, seperti biasanya. He... He... Dengan gaun sabrina merah marun dan high heels hitam, she look gorgeous. Sebenarnya sih aku naksir Meta, dan Meta juga sangat perhatian padaku.

"Minum dulu mas Ardi, udah aku pesenin softdrink tuh," ujar Meta sambil mengembangkan senyumnya yang manis sekali. Kuhirup softdrink beberapa teguk untuk hilangkan dahaga. Tiba-tiba kuteringat sesuatu.

"Ah, gue lupa belum sholat isya. Di sini ada musholla ngga yah?" tanyaku setengah panik.

"Yaelah, udah clubing masih inget sholat aja. Udah ntar aja pulang clubing kan masih keburu." sergah Frans sambil menenggak Chivas Regal-nya.

"Iya, bro. Nanti aja. Lagian di tempat kayak gini emang ada musholla?" dukung Leo.

"Jangan dengerin dua setan ini mas. Sholat aja dulu. Coba tanya security atau waiter, dimana mushollanya." Meta mendukungku dan membuatku langsung beranjak. Kutebar pandangan mencari waiter. Ah itu ada satu di dekat bar.

"Mas, disini ada musholla ngga?" tanyaku setengah berteriak untuk bersaing dengan hentakan musik. Yang kutanya seperti keheranan. Ia mungkin heran, koq ada anak clubing mikirin sholat. Ia lalu mengantarkan aku menuju sebuah ruangan yang dijadikan tempat untuk sholat. Tempatnya di basement, lumayan jauh dari club. Yah, agak aneh memang. Di tempat maksiat penuh dosa ini, masih ada ruang untuk orang menyembah Tuhannya. Mungkin pengelola tempat ini tak ingin dicap sebagai orang yang tidak menghormati hak orang untuk beribadah. Sekedar basa-basi, khas Indonesia.

Ternyata aku tak sendirian, ada seorang wanita berpakaian seksi di musholla itu. Di tempat wudhu yang hanya menyediakan satu keran, kami tak sengaja bertatap mata. Sorot matanya dingin, but damn, she's pretty. Kuberi nilai 7,5 skala 10. Dengan tube dress hitam yang membungkus raga indahnya, membuatku sedikit hilang fokus. Aku wudhu setelah dirinya. Kupikir ia akan langsung sholat, ternyata ia menantikan diriku.

"Mas, kita sholat jamaah," ujarnya. Sejenak aku menatap wajahnya, kemudian aku mengangguk. Kubentang sajadah yang sudah kumal, lalu kumulai sholatku. Sedikit grogi juga menjadi imam sholat, karena aku sendiri lupa kapan terakhir kali jadi imam sholat. Kubaca surat Al Fatihah dengan mantap. Gini-gini aku ini dulu waktu SMA ikut Rohis, jadi masih ada puing-puing sholeh dalam diriku. Kubaca surat Al Baqarah ayat 1 sampai 10 di rakaat pertama. Kudengar suara isak tangis dari belakang. Kubaca tiga ayat terakhir surat Al Baqarah di rakaat kedua, tangisnya makin keras.

Selesai sholat, sengaja aku hadapkan tubuhku ke belakang. Kulihat ia berdoa sambil menangis. Dengan mukena biru, auranya terlihat berbeda. Ingin aku mendekatinya, tapi siapa dia? Just a random stranger. Mungkin juga dia tidak suka aku perhatikan seperti sekarang ini. Aku lalu bangkit, namun sesuatu yang sama sekali tak terduga terjadi. Gadis itu memelukku, lalu menangis. Aku bergeming, tak tahu harus berbuat apa. Yang kupahami, bila seorang wanita menangis, jangan coba kau redakan, biarkan saja.

Ada semenit ia menangis didadaku. Kemeja Raoul hitamku basah oleh air matanya. Seakan tersadar, ia lalu melepas pelukannya. Ia tampak malu sekali. Ia lalu melepas mukenanya.

Lihat selengkapnya