Tidak ada yang bisa mengelak seseorang dilahirkan dari rahim ibu yang mana. Begitu pula dengan Seruni, sosok remaja yang sedang beranjak dewasa ini tak bisa mengelak ketika ia dilahirkan dari seorang ibu yang merupakan wanita tuna susial. Dan kelahirannya pun tak diharapkan, karena bagi ibunya, itu adalah sebuah kecelakaan sejarah yang semestinya tidak perlu terjadi. Tapi apalah daya, sesal kemudian juga tak berguna. Seruni pun dibesarkan dalam lingkungan komplek perzinahan dan diberi makan dari uang hasil menjual diri sang ibu.
Saat beranjak dewasa pun, Seruni tidak bisa mengelak ketika ia akhirnya dijebloskan ke dunia hitam oleh mucikari ibunya. Ia dijual kepada pria hidung belang dengan harga yang sangat fantastis. Maklumlah, saat itu Seruni adalah gadis yang masih ranum dan penuh dengan keindahan di sekujur tubuhnya. Setelah peristiwa itu Seruni makin intens menjual diri dan ia semakin menikmati dunianya.
Baginya, memegang uang dalam jumlah besar di usia yang relatif masih sangat muda adalah sebuah kebanggaan. Uang itu ia gunakan untuk foya-foya dengan teman-teman seprofesinya. Dan dengan uang itu pula ia lupa segala-galanya, termasuk ibunya. Sampai-sampai saat ibunya meninggal dunia pun ia tidak mau datang, karena baginya, manusia itu bersiklus. Dari kecil menjadi besar. Dari ada menjadi tiada. Itulah sebabnya ia tidak mau ambil pusing dengan kematian ibunya.
Seiring waktu berjalan, Seruni bertemu dengan seorang ustad bernama Irfan Ali yang membuatnya bertobat dan meninggalkan dunia hitamnya. Ustad Irfan Ali membimbing Seruni untuk mendalami ilmu agama islam dan belajar mengaji di pondok pesantren milik orang tua ustad Irfan Ali. Namun saat benih-benih cinta tumbuh diantara keduanya, semua orang tahu identitas Seruni yang sebenarnya, sehingga di pesantren itulah ia menemukan serangkaian konflik yang membuatnya mental kembali ke dunia asalnya, lembah hitam tempat memuaskan nafsu lelaki hidung belang.
"Aku memang mantan wanita tuna susila, tapi, plis jangan panggil aku lonte!"
"Aku ingin hijrah menjadi orang baik-baik seperti kalian. Jangan hakimi masa laluku."