Di sini di bawah pohon kemboja putih dengan tanah merah yang masih basah.
"Ayah kau tau? putri mu ini adalah gadis yang lemah tanpa dukungan ayah," ucap Klaura menahan tangis menaburkan bunga di atas tanah tempat peristirahatan terakhir ayahnya.
"Nak jangan buat ayah merasa bersalah," ujar Sukma merangkul pundak putrinya menahan air mata kesedihan.
"Baiklah ayah, aku pasti akan menjaga ibu dengan baik," Klaura berucap dengan senyum, dan mungkin saja itu senyum terakhir yang Klaura tunjukkan.
Hari mulai petang, Klaura bangkit meninggalkan makam ayahnya dengan merangkul pundak Sukma.
Sesampainya di rumah,
"Bu Klaura mau ke kamar," ucap Klaura dan mendapat anggukan dari Sukma.
Saat melewati ruang kerja ayahnya.
"Ayah ... kenapa ayah mengingkari janji? ayah bilang akan membimbing aku menjadi orang yang sukses, akan menemani aku hingga aku dewasa. Sekarang aku tidak akan mudah percaya lagi dengan ucapan orang-orang," ucap Klaura lirih memandang pintu ruangan kerja ayahnya dan berlalu pergi menuju kamar.
Klaura pun langsung merabahkan tubuh rampingnya di kasur king zize dengan sprai motif kotak-kotak.
"Nak ibu boleh masuk?" tanya Sukma di depan pintu kamar Klaura.
"Aku tidak mengunci pintu bu," sahut Klaura yang masih berbaring.
"Ra ... ayo makan d, dari pagi kamu belum makan, ibu tidak ingin kamu sakit," kata Sukma duduk di tepi ranjang membelai rambut Klaura.
"Ibu duluan saja aku belum lapar," ucap Klaura.
"Jika kamu tidak makan ibu juga tidak akan makan, ayo nak ibu sudah menyiapkan sop kesukaan mu," bujuk Sukma.
"Baiklah," pasrah Klaura tidak ingin ibunya ikut tidak makan.