Jangan Rapuh

bismikaaaaa
Chapter #4

Axel Tidak Datang?

Gue duduk di meja belajar. Berkali-kali gue udah ngeliat jam. Berkali-kali juga susu fullcream gue diisi ulang. Sepiring kwetiau sudah tandas sejak satu jam yang lalu. Menyisakan kegelisahan gue bersama denting waktu. Keheningan yang menyelimuti menjelma menjadi kebisingan. Menggema di setiap penjuru ruangan. Mengalahkan alunan lembut personil band one direction yang sedang menyanyikan night changes di depan gue, lewat layar ajaib yang kalo kata nenek tukang bubur favorit gue: hape gede.

Gue memejamkan mata. Kedua tangan gue bertumpu di atas meja, menopang kepala.

Kenapa gaada notif dari Axel? bukannya dia mau berangkat?

Suara ketukan di balik pintu terdengar.

Gue membuka mata. Beranjak membukakan pintu.

“Sayang? kamu belum tidur, Amanda?” Mama meneliti wajah gue.

“Mama mau apa?” gue ikut memperhatikan mama.

Mama mendengus, “Nilai bahasa indonesiamu itu paling tinggi tapi kok kamu ini gak ngerti aturan tanya jawab, lho, nak? mama tanya kamu tadi”

“Ya kalo udah tidur terus yang lagi berdiri di depan mama ini siapa?” jawab gue.

“Kan bisa aja kamu udah tidur sayang, terus kamu kebangun gara-gara ketukan pintu”

Gue memutar-mutar bola mata, malas. Bersiap untuk menutup pintu. Tapi mama menahan dengan tangannya.

Gerakan gue tertahan. Gue menatap mama. Tangannya diturunkan dari kenop pintu.

“Mama mau bicara”

“Ahhh… ngantuk, Ma. Bes—”

“SEKARANG!” gigi mama bergemeletuk. Matanya membulat. Di bawah cahaya koridor yang redup, gue merasa seperti sedang melihat hantu. Mengingat mama gue adalah seorang wanita yang gemar mencoba berbagai macam topeng wajah. Mulai dari brand L’oreal Paris, NARS, Maybelline, Luxcrime, Esqa, hingga Wardah. Saking banyaknya sampai rasanya sayang sekali topeng itu dilepas.

Tapi lebih dari itu semua, mama punya topeng lain yang lebih mengerikan. Topeng yang selalu disembunyikan lewat senyuman.

Mama mendorong pintu kamarku dengan kasar, lantas masuk ke dalamnya. Mama duduk di atas ranjang, menghadap ke arah jendela.

Gue duduk di kursi belajar, menghadap para personil one direction yang masih bernyanyi.

“Kamu berubah, Nda. Kamu bukan Amanda yang mama kenal dulu.” mama buka suara.

Gue terdiam sejenak. Memang, udah cukup lama hubungan gue dan mama merenggang. Lebih tepatnya sejak tiga tahun yang lalu, saat sosok Yuki dan Yuri hadir merebut singgasana rumah kecil keluarga Afitha—Afifuddin dan Thalia— dari tangan gue.

“Kamu sekarang susah diajak jalan. Selalu sibuk aja sendiri, sama teman-teman. Entah kesibukanmu itu apa”

Gue masih duduk tenang, berusaha untuk menahan gejolak yang semakin menyesakkan.

“Mama tau mungkin ini wajar bagi remaja seusiamu, tapi mama minta tolong kamu mengerti. Kamu punya adik sekarang. Jangan malah semakin ga peduli. Yuki sama Yuri masih kecil, Nda. Jangan bersikap seolah-olah kamu balas dendam atas sikap cuek mama dan papa”

Gue mengetuk-ngetukkan pena di atas meja. Sebuah bom siap meledak, tapi bukan di Hiroshima, bukan pula di Nagasaki.

“Kamu ha—”

“Iya, aku ngerti. Aku ngantuk, percuma ngomong sama orang yang udah setengah sadar. Mending mama keluar, daripada capek ngomong sendirian” Gue berdiri di ambang pintu, kayak security yang lagi jagain parkiran di mall. Tatapan tegas, suara datar. Silahkan keluar….

Mama terperanjat. Tapi sedetik kemudian ia berdiri.

“Kamu harus tau, kamu harus sadar diri” bisik mama, saat tiba di sisiku.

Setelah dia keluar, gue tutup pintu rapat-rapat.

Gak lupa, gue tutup juga jendela yang udah mengkhianati gue malam ini.

Sepotong bulan di atas sana jadi saksi bahwa gue udah nungguin momen-momen terakhir gue dengan seseorang yang sayangnya tak kunjung datang.

Seseorang yang biasanya bisa datang tanpa perlu diundang.

Axel gapernah ngobral janji, tapi barukali ini dia gak datang tanpa kabar sama sekali.

Semoga bulan ngasih tau Axel, kalo Cina irengnya ini kangen banget. Walaupun 5 jam yang lalu baru aja ketemu. Tapi 5 jam ke depan dari sekarang belum tentu pertemuan itu bisa terulang.

Gue duduk lagi di kursi belajar. Ngecek ponsel dengan ribuan notif yang tidak satupun datang dari sosok yang diharapkan.

Tapi…


Lihat selengkapnya