Jangan Sentuh Lukaku

Mer Deliani
Chapter #5

Hujan Selalu Sama

Langit di atas kampus sore itu berubah warna dengan cepat. Dari biru cerah menjadi abu-abu pekat dalam hitungan menit. Rehna mempercepat langkahnya saat keluar dari laboratorium Kimia. Bau ozon yang khas setelah praktikum masih menempel samar di bajunya, bercampur dengan aroma tanah basah yang mulai terbawa angin. Ia harus segera sampai di gerbang utama sebelum hujan benar-benar tumpah.

Namun, takdir sepertinya punya rencana lain. Satu tetes hujan mendarat di punggung tangannya, dingin dan mengejutkan. Disusul tetes kedua, ketiga, lalu ribuan lainnya. Dan entah kenapa, ingatan itu kembali, sehangat pelukan di tengah dinginnya hujan.

***

Hujan turun tiba-tiba, memaksa Rehna dan Loy berlari mencari perlindungan di halte bus tua sepulang sekolah. Suara hujan yang deras menimpa atap seng halte menjadi musik latar sore itu. Mereka duduk berdampingan di bangku kayu yang dingin, bahu mereka hampir bersentuhan.

"Suka hujan, Na?" tanya Loy, memecah keheningan.

Rehna menoleh, menatap wajah Loy yang diterpa cahaya temaram.

"Suka. Rasanya menenangkan. Seperti dunia sedang dibersihkan."

"Aku juga. Hujan itu jujur. Dia nggak pernah pura-pura datang untuk menyapa, dia datang untuk membasahi segalanya."

Rehna terkekeh. Loy selalu punya cara pandang yang puitis.

"Kalau gitu, kita basah dong?"

Loy menatap Rehna lekat.

"Nggak akan aku biarin."

Tanpa ragu, Loy melepas jaket hoodie-nya yang tebal dan menyampirkannya di bahu Rehna. Aroma parfum maskulin yang lembut—campuran aroma kayu dan mint—langsung menyelimuti Rehna, memberikan rasa hangat yang menjalar hingga ke hatinya.

"Eh, nanti kamu kedinginan, Loy," protes Rehna, meskipun ia menarik jaket itu lebih erat.

"Aku nggak apa-apa," jawab Loy, kini hanya mengenakan kaus oblong putihnya.

Lihat selengkapnya