Jangan Sentuh Lukaku

Mer Deliani
Chapter #6

Tempat Persembunyian

Sejak kejadian diantar Pak Vir saat hujan, Rehna merasakan perubahan kecil di atmosfer kampus. Udara di sekitarnya seolah lebih berat, diisi oleh tatapan-tatapan penuh selidik. Di kantin yang ramai keesokan harinya, ia merasakannya dengan jelas.

“Na, beneran kamu kemarin diantar pulang Pak Vir?”

“Iya. Kebetulan aja kehujanan di depan gedung fakultas. Nggak ada apa-apa," jawabnya santai, seolah menceritakan kejadian yang paling biasa di dunia.

"Bukan apa-apanya itu yang jadi masalah," bisik Mila, matanya melirik ke meja sebelah.

Rehna tidak perlu menoleh untuk tahu. Ia bisa mendengarnya. Bisik-bisik dari segerombolan mahasiswi yang duduk tak jauh darinya, cukup keras untuk sampai ke telinganya.


"Eh, itu kan cewek Kimia yang dianter Pak Vir kemarin?"

"Iya, gila, gercep banget. Padahal kita yang duluan naksir."

"Palingan caper, biar nilainya nanti aman. Modus."

 

"Ih, apaan sih mereka. Sirik aja. Mulutnya lemes banget."

Rehna hanya mengangkat bahu, melanjutkan makannya dengan tenang seolah tidak mendengar apa pun.

Ekspresinya datar, tidak menunjukkan amarah, tidak juga kesedihan. Reaksi inilah yang paling membuat Mila khawatir. Rehna yang dulu mungkin akan ikut kesal atau setidaknya cemberut. Rehna yang sekarang... seolah tidak peduli lagi.

"Biarin aja, Mil. Nggak penting,"

Merasa muak dengan kebisingan itu, Rehna mempercepat makannya lalu pergi. Tujuannya hanya satu: perpustakaan.

Ia melangkah masuk ke dalam gedung perpustakaan yang megah dan sunyi. Di sini, yang ada hanyalah keheningan yang menenangkan, diselingi gemerisik halaman buku yang dibalik dan aroma khas kertas tua. Bau ini selalu terasa seperti pelukan hangat. Di sini, tidak ada yang peduli siapa kamu. Buku-buku ini tidak menghakimi.

Dengan langkah yang lebih ringan, ia menyusuri lorong-lorong rak yang menjulang tinggi. Jari-jarinya menelusuri punggung-punggung buku yang tersusun rapi. Ia melewati rak bagian "Ilmu Kimia" tanpa melirik sedikit pun, seolah itu adalah bagian dari hidupnya yang ingin ia tinggalkan sejenak di luar pintu perpustakaan. Langkahnya mantap menuju bagian "Sastra".

Di sinilah dunianya. Ia mencari buku-buku puisi, novel-novel terjemahan, apa pun yang bisa membawanya lari dari kenyataan. Namun sesekali, saat matanya menyapu judul-judul buku, ia menemukan dirinya berhenti pada buku-buku tentang impian dan masa depan.

Lihat selengkapnya