Sejak percakapan singkat di perpustakaan, Rehna merasa sedikit tidak nyaman setiap kali berpapasan dengan Pak Vir. Bukan karena benci, tapi karena rasa aneh yang mengusiknya. Seolah Pak Vir telah mengintip ke dalam bentengnya, walaupun hanya seujung jari. Ia mencoba kembali pada rutinitasnya, membenamkan diri dalam laporan dan praktikum, tapi kadang-kadang, tatapan Pak Vir saat di kelas terasa lebih lama, lebih mengamati.
Di sisi lain, teman-temannya semakin gencar membicarakan Pak Vir.
"Pak Vir itu ganteng banget, ya!"
"Bayangkan kalau jadi pacarnya!"
Rehna hanya mendengarkan, sesekali tersenyum tipis, merasa seolah ia hidup di planet yang berbeda. Baginya, Pak Vir hanyalah dosen. Sampai sebuah surat bimbingan mengubah segalanya.
***
Rehna duduk di bangku penonton, jantungnya berdebar kencang. Loy, si cowok pendiam yang biasanya hanya berkutat dengan buku dan kata-kata, hari itu adalah kapten tim basket sekolah. Jerit histeris para penonton, bola yang melambung tinggi, dan keringat yang membasahi jersey Loy, semuanya adalah pemandangan yang tak biasa bagi Rehna. Ia datang karena diundang Loy, untuk memberinya semangat.
"Rehna! Doain aku ya!"
Rehna mengacungkan jempol, pipinya memerah. Ia tidak pernah melihat sisi Loy yang sesemangat ini. Loy yang penuh perhitungan di lapangan, Loy yang memimpin timnya dengan tenang namun tegas. Di sana, di tengah riuh rendah pertandingan, Rehna melihat Loy dari sudut pandang yang berbeda. Bukan hanya teman diskusinya, tapi juga sosok yang penuh gairah dan karisma.
Saat pertandingan berakhir dengan kemenangan tim mereka, Loy berlari ke arah Rehna. Wajahnya berseri-seri, rambutnya basah oleh keringat.
"Gimana, Na? Keren nggak?"
"Keren banget! Aku nggak nyangka kamu bisa sekeren ini di lapangan!"
Loy tersenyum lebar. Ia menyentuh lembut pipi Rehna yang masih memerah.
"Mungkin kita juga harus coba hal-hal baru yang nggak kita duga, ya? Siapa tahu, ada sisi lain dari diri kita yang bisa kita temukan bersama."
Jantung Rehna berdegup kencang. Kata-kata Loy selalu penuh makna tersembunyi. Rehna ingin bertanya, ingin meminta Loy untuk menjelaskan. Namun, Aira dan teman-teman lain sudah datang mengerubungi Loy, mengucapkan selamat. Momen itu kembali terlewat, seperti banyak momen lain sebelumnya. Loy ditarik kembali ke keramaian, meninggalkan Rehna dengan pertanyaan yang tak terjawab dan harapan yang melambung tinggi. Ia hanya bisa tersenyum simpul, membiarkan harapan itu tumbuh, yakin bahwa suatu hari nanti, Loy akan kembali dan menjelaskan semuanya.