Ada perasaan yang mengganjal.
Aku penasaran.
Sungguh penasaran.
Karena kedekatanku dengan Shena, aku jadi penasaran mengenai seluk beluk dia yang sungguh kontroversial. Untuk menghilangkan penasaranku ini, di hari pertama semester baru, selepas jam sekolah, aku berjalan sendirian ke kelas tiga. Mencari senior yang memperingatiku waktu itu. Mas Henri Prakoso. Dari teman-temannya, aku diberi tahu kalau aku bisa menemukannya di warung belakang sekolah. Biasa dia nongkrong di situ. Yah, mungkin ia masuk golongan anak nakal.
“Mas Henri,” panggilku.
Mas Henri menoleh sambil menyeruput kopinya. Jarinya mengempit sebatang rokok yang berapi. Yup, tak diragukan dia anak nakal.
“Hey, masih hidup kamu?” tanyanya dengan tertawa.
“Masih mas, he he he.” Aku menyuguhkannya tawa terpaksa. “Mas, aku ingin tahu cerita lengkapnya.”
“Cerita tentang apa?”
“Shena.”
Mas Henri melihat keseriusanku. Bibirnya yang hitam menyedot rokok dan menghembuskan asapnya sembarangan.
“Aku malas bercerita panjang lebar. Cuma, ada yang kamu perlu ketahui tentang dia. Duduklah.”
Mas Henri mempersilahkanku duduk, lalu memesankanku teh botol. Dia mulai bercerita tentang Shena. Tentang dua tahun lalu, ketika pentas seni digelar.
Waktu itu pentas berjalan meriah seperti yang diharapkan. Dan tiba-tiba lima orang kesurupan. Ya, lima orang yang meninggal 3 tahun lalu yang namanya tertulis di buku Teresia, kesurupan. Di tengah kericuhan itu, pentas seni terpaksa dibubarkan. Shena yang seharusnya menjadi seksi acara di pentas itu hilang. Esoknya ia ditemukan di gudang olahraga belakang. Tempat yang paling angker di sekolah. Dengan pakaian bernoda darah. Itu pun bukan darahnya karena tidak ditemukan luka apapun dari tubuhnya. Shena lalu berlari ke ruang guru dan membuat keributan di sana. Dia diskors selama seminggu. Kelima orang yang kesurupan itu kemudian bunuh diri.
Setelah kejadian itu, Shena suka membuat ulah. Dia sering mengganggu anak yang ketiduran di sekolah padahal dia sendiri sering ketiduran. Dia juga sering hilang dari kelas. Dan membolos ke warung ini. Gila, padahal anak nakal saja tidak ada yang ke warung pada jam pelajaran. Hanya dia yang berani.
Mas Henri menoleh ke ibu warung. “Betul ya, bu? Si Shena sering ke sini waktu jam pelajaran?” tanyanya mencoba meyakinkanku.
“Shena itu yang anak cewek cantik rambut pendek?” Ibu warung memastikan, takut salah orang.
Mas Henri mengangguk.
“Iya, betul. Kadang dia ke sini. Biasanya pesan es teh manis.” Ibu warung hafal betul.
“Ada yang aneh nggak bu sama dia?” tanyaku.
“Nggak ada sih. Cuma sering dia ke sini dengan nafas tersengal-sengal.”
Hmmm mungkin dia bolos dengan berlari? Takut ketahuan guru.
“Oh, ibu ingat. Pernah waktu itu sekali, dia datang ke sini menenangkan diri dengan muka ketakutan dan rok, kaos kaki juga sepatunya kotor sekali, berwarna merah,” ucap ibu warung melanjutkan.
“Noda darah?” Aku memastikan.
“Iya, mungkin hampir seperti itu.”
Aku menyeruput teh botolku. Menelannya seteguk demi seteguk, berusaha mencerna cerita yang kudengar. Yang dapat kusimpulkan dari cerita barusan adalah :
1. Shena adalah seksi acara pentas seni 2 tahun lalu
2. Keempat orang temannya dan satu kakak kelas kesurupan
3. Shena menghilang ketika itu terjadi dan esoknya ditemukan di gudang olahraga belakang