Jangan Tidur di Sekolah

abil kurdi
Chapter #13

Chapter #12 Belum mau mati

Aku terkejut. Bingung.

Mataku sudah tidak mengantuk lagi.

Kutolehkan leher kesana kemari. Yang dapat kulihat dalam gelap ini hanya bangku-bangku sepi tak berpenghuni. Kukeluarkan handphone, untuk membantu menerangi. Tapi mati, tak dapat dinyalakan.

Ini sama seperti waktu itu. Mimpi yang sama. Aku masih ingat, ini mimpi yang sama! Aku kembali ke mimpi yang sama!

Jantungku berdegup kencang.

Kakiku berjalan sangat pelan, tidak ingin menimbulkan suara. Bila ini benar mimpi yang dulu, jangan-jangan orang yang waktu itu menggigit kakiku juga ada di sini.

Kulewati deretan bangku demi bangku. Satu persatu dengan kaki jinjit, seperti maling yang tidak ingin diketahui tuan rumah. Tujuanku adalah pintu kelas.

Sebagian kepalaku keluar dari pintu. Melihat-lihat situasi. Tak jauh yang dapat kupantau, suasana gelap dan kabut menghalangi pandangan. Sekarang aku bingung. Apa yang harus kulakukan? Aku harus kemana?

Kututup pintu kelas dan kuhalau dengan meja-meja. Setidaknya ini bisa mengamankanku sejenak dari orang gila yang menggigit kakiku waktu itu. Aku butuh waktu berpikir. Kududukkan pantatku untuk menenangkan pikiran. Kemarin aku bisa bangun karena tidak bisa bernafas. Baiklah, patut dicoba.

Aku mencolok lubang hidung dengan jari. Menghalau jalannya udara ke paru-paruku. Rasanya sesak, sumpek! Aku tidak tahan. Tapi mungkin ini jalan keluar satu-satunya dari sini.

Phuuuaaah!

Gagal. Aku tidak bisa menahan nafasku sendiri terlalu lama. Mungkin ada cara lain. Tapi apa? Aku harus berpikir dengan tenang. Semakin kucoba berpikir, semakin aku blank. Berada di ruang segelap ini tidak membantuku untuk menjadi tenang.

Bagaimana kalau aku mencoba untuk tidur? Mungkin kalau aku tidur, aku bisa bangun dari mimpi ini. Kupejamkan mata. Mencoba tidur. Tapi tidak berhasil. Memejamkan mata terlalu lama membuatku gelisah. Jangan-jangan ada yang mendatangiku dan aku tidak tahu karena menutup mata. Aku kembali bingung.

Mataku melihat samar, ada bayangan berjalan melewati jendela. Gawat! Jangan-jangan orang yang waktu itu? Aku meringkuk ketakutan. Mencoba tak bersuara. Tanganku gemetar tak dapat kukendalikan. Pucat. Bibirku memucat.

Bayangan itu menghilang.

Sedikit demi sedikit jantungku mulai tenang. Apakah benar itu orang gila seperti waktu itu.

Bagaimana kalau ternyata itu bukan dia. Tapi orang yang bisa membantuku keluar dari sini.

Aku tak bisa berlama-lama di sini, aku harus keluar.

Aku sudah memiliki rencana. Pertama aku harus memastikan bayangan siapa itu tadi. Bila itu bayangan orang gila waktu itu, maka aku jalankan rencana kedua, yakni keluar dari sekolah ini. Menuju rumah. Kurasa aku bisa lebih tenang di sana sambil memikirkan jalan keluar.

Tanpa suara kusingkirkan meja-meja yang menghalangi pintu. Kuberanikan kakiku melangkah keluar kelas. Kabut yang ada benar-benar mengganggu pandanganku, mataku awas, tak ingin terlewatkan detail apapun. Aku harus berjalan pelan sambil melihat situasi, ke arah bayangan yang lewat tadi.

Jauh di gazebo, kulihat samar-samar sosok orang yang berdiri diam. Aku mendekap tembok dan mendekatinya pelan-pelan. Selangkah demi selangkah, dengan mata yang lebar. Hingga aku dapat melihat sosoknya dengan lebih jelas. Astaga! itu orang yang sama seperti kemarin. Lelaki sialan dengan tahi lalat di sebelah mata kirinya.

Gigiku gemeretak ketakutan, kakiku bergerak mundur perlahan-lahan. Aku tak ingin bajingan itu mengetahui keberadaanku. Bisa mati aku digigitnya.

Aku berhasil mundur di persimpangan lorong. Kubalikkan badanku hendak mencoba berlari jauh dari situ. Bruk! Aku menabrak seorang cewek. Mukanya menunjukkan ekspresi yang sama seperti lelaki sialan itu.

Gawat ....

--------------

Bel istirahat berbunyi. Guru menutup bukunya dan pergi keluar. Sudah selesai tugasnya memberikan pelajaran kepada murid kelas. Shena yang sedang tenang duduk, merasakan sesuatu. Segera ia berjalan keluar kelas. Dengan cepat ia melangkahkan kakinya melewati kelas kelas lain, sambil celingak celinguk di dalamnya. Shena melihat ke dalam kelas 1.1, tempat Amar dan Yoga berada.

“Yog, bangun Yog. Tidur mulu ente. Ayo ke kantin. Yog.” Amar mengguncang-guncangkan badanku.

Shena bergerak cepat mendekati kami. Ia menutup hidung dan menekan rahangku.

-----------------

Hosh!

Hosh!

Lihat selengkapnya