“Baiklah, untuk mempersingkat waktu, kita menginjak pada acara pertama yakni sambutan dari kepala sekolah kita. Bapak Warisan Sugiharto. Waktu dan tempat kami persilahkan.” MC mempersilahkan pak Warisan maju ke atas mimbar. Beliau mulai berbicara, menyambut murid murid baru. Pidato yang ia sampaikan panjang dan bertele-tele. Membuai murid-murid yang sedang bosan berbaris, menambah kantuk mereka.
Shena berdiri di barisan depan. Ia adalah salah satu murid baru kebanggaan sekolah karena merupakan murid akselerasi dengan nilai-nilai yang sangat baik. Akan ada banyak harapan yang diberikan para guru padanya.
Gadis pendiam itu cukup gembira dengan awal masuk sekolahnya. Kecuali ketika OSPEK. Kegiatan tahunan menyambut murid baru yang disisipi dengan kegiatan tidak menyenangkan. Seperti tugas-tugas tidak penting dan sesi evaluasi, atau nama lainnya adalah sesi disalahkan dan dimarahi.
“KALIAN PIKIR KALIAN YANG PALING PINTAR!? BISA SEGALANYA!? JANGAN SOMBONG KALIAN DEK!” teriak seorang panitia OSPEK di depan kelas. Kelas dimana murid dengan nilai ujian akhir tertinggi dikumpulkan. Suaranya melengking, memekakkan telinga siapapun yang dilalui.
Shena dan beberapa temannya yang juga akselerasi di sekolah sebelumnya berdiri paling depan. Dimarahi senior dengan kesalahan yang dicari-cari. Ia menunduk takut.
“Tenang. Ga usah takut. Mereka itu cuma pura-pura,” bisik seseorang di sebelah Shena.
“HEY KAMU! MALAH NGOBROL SENDIRI! SIAPA NAMAMU!?” senior mendengar bisikan orang di sebelah Shena tadi.
“Ravi Ananta, mbak” jawabnya dengan nada gemetar.
“OH, KAMU YA YANG NILAINYA PALING TINGGI DI SINI. PINTER TAPI NGGAK TAU ATURAN. MAJU SINI KAMU! NGOBROLIN APA TADI?”
Ravi maju dengan lutut yang bergetar. Beberapa senior kemudian mengerubutinya. Ia semakin ketakutan. “Ngg ... anu. Anu ....” muka Ravi memucat.
“PUSH UUUP!”
Shena menunduk diam. Ia tidak mau dimarahi. Ia takut. Jangankan diteriaki langsung, melihat temannya dimarahi saja dia ketakutan.
Hingga OSPEK berakhir. Para siswa mengemasi barang-barang mereka sendiri dan pulang.
“Kan, apa kubilang. Santai aja. Mereka itu cuma pura-pura, cuma akting marah-marah,” ucap Ravi santai.
“Iya.” Shena mengangguk.
“Aktingmu tadi juga bagus Vi. Mirip orang takut betulan.” Seorang teman datang menghampiri mereka. Namanya Rusli, ketua kelas. “Itu caranya akting biar bibir bisa pucat gimana Vi?” ledeknya.
Ravi bermuka kesal. “Sialan.”
Rusli terkekeh kekeh.
“Ayo cepet pulang, Rus. Nggak enak nih celanaku,” kata Ravi dengan suara pelan.
“Kenapa?”
“Ngompol dikit ini tadi,” bisik Ravi.
“Ha ha ha ha ha! Goblok! Ngompol di sekolah!” Rusli tertawa lepas.
Shena mendengarnya. Dia tersenyum.
“Aktingnya terlalu menghayati tadi," ucap Ravi. "Udah, ketawa aja lu dari tadi. Ayo pulang,” Ravi menggeret Rusli pergi.
Di ruang kelas 3, panitia OSPEK berkumpul. Mereka merayakan selesainya acara OSPEK sekolah. Dana yang tersisa digunakan untuk makan bersama.
“OSPEK hari ini telah berakhir. Terima kasih teman-teman atas kerja kerasnya.” Dedi, sang ketua OSPEK memberikan apresiasi pada seluruh panitia. Dibalas dengan tepuk tangan meriah.