Jangan Tidur di Sekolah

abil kurdi
Chapter #18

Chapter #17 Dalbo

Bingung, kenapa mereka ditinggal sendiri. Kenapa tidak ada yang membangunkan. Dina dan Shena mendekati Leli. Ada rasa takut dalam diri mereka.

“Kemana yang lain ya?” Rusli bertanya-tanya. Matanya ke sana kemari kebingungan.

“Kurang ajar, kita ditinggal.” Ravi emosi.

“Ayo kita pulang,” ajak Leli. Mereka berlima mulai beranjak pergi.

 “Siapa itu?”

Dari kejauhan samar-samar terlihat sosok seseorang. Namun karena jarak pandang terbatas, mereka tidak dapat mengidentifikasi siapa. Semakin lama ia berjalan semakin mendekat dan semakin cepat.

“Lutfi!?” seru Rusli.

“Wah, kukira aku sendirian di sini,” ucap Lutfi lega.

“Ngapain kamu? Gimana perlengkapannya, apa sudah beres?” Rusli masih merasa bertanggung jawab pada pekerjaannya sebagai seksi perlengkapan.

“Waduh, sori bos. Ngantuk aku tadi. Bangun-bangun udah pada ditinggalin. Jam berapa sih ini?”

Dina mengeluarkan handphonenya. Mati. Tidak bisa dinyalakan. Hal serupa terjadi pada yang lain. Handphone mereka tidak bekerja.

“Ya sudah, besok aja kita urusi perlengkapannya, Fi. Sekarang kita pulang dulu saja.”

Lutfi mengangguk. Mereka berenam pergi menuju ke luar. Banyak pertanyaan yang ada di benak mereka. Tapi sekarang, mereka hanya fokus untuk pulang.

Selagi berjalan, Lutfi tolah toleh. Dia melihat ada bayangan seseorang di ujung lapangan.

 “Ada orang yang ditinggal lagi. He he he.” Lutfi tertawa ada lagi anak yang ketinggalan seperti mereka. “Hoi!” Lutfi berlari kecil mendekati orang tersebut. Seorang gadis, berambut pendek. Berdiri sendiri. Tatapannya kosong.

Leli kaget dengan apa yang dilihatnya. “Nuri!?” teriaknya. Suaranya yang keras membuat semua mata menoleh ke arah Leli.

“Nuri siapa, mbak?” tanya Shena.

“Dia Nurani, sahabat sebangkuku.”

“Kaget aku. Gitu aja teriak, mbak.” Protes Lutfi.

“Bukan gitu.” Leli pucat. Wajahnya kaku. Semua kebingungan dengan tingkah aneh Leli.

“Kenapa mbak Lel?” tanya Shena yang sedari tadi merangkul lengannya.

“Dia sudah meninggal ....”

DEG!

Lutfi tertangkap oleh Nurani. Lengannya dicengkram kuat, sampai terasa ke tulang.

“Aaaargh!” Lutfi teriak kesakitan. Teriakan Lutfi keras, mengembara hingga penjuru sekolah.

Kelima orang lainnya kaget ketakutan. Ravi menendang Nurani hingga terlempar jauh.

“Sori, aku tidak mau menyakiti wanita. Tapi kalau hantu, gapapa,” kata Ravi.

Drap! Drap! Drap!

Terdengar langkah kaki menuju ke lapangan. Beberapa orang berlari mendekati mereka. Sepertinya mereka mendengar teriakan Lutfi. Semakin dekat semakin nampak ekspresi wajahnya sama dengan Nurani. Kosong.

“Ada yang aneh,” pikir Rusli dalam hati. “Lari, teman-teman!! Sembunyi!!” teriak Rusli.

Ravi menggiring mereka bersembunyi di bawah panggung. Itu satu-satunya tempat bersembunyi yang ada di lapangan.

“Mana Lutfi?” tanya Rusli. Mereka mengintip di luar.

Karena masih kesal, sewaktu lari, Lutfi menyempatkan menendang Nurani yang sedang tersungkur. Ditendang dengan sekuat tenaga pun, Nurani masih tidak menampakkan ekspresi apa-apa. Bahkan sampai lehernya patah sekalipun. Tidak sedikit pun ia menyeringai karena sakit.

“Mampus!” kata Lutfi.

Tiga orang zombie lain yang berlarian mengejar mereka, semakin dekat. Lutfi kembali berlari menyusul yang lain. Tapi naas, kakinya dicengkram Nurani. Nurani dengan kepala yang tidak bisa tegak karena lehernya patah, berhasil mengunci pergerakan Lutfi. Digigitnya mata kaki Lutfi. Dikoyak-koyak hingga kulitnya terlepas.

“AAARGH!!” LEPAAASKAN!” Lutfi menendang kepala Nurani dengan kaki satunya dan berhasil melepaskan diri. Dengan kaki pincang, dia mencoba berlari.

Lihat selengkapnya