Dalbo menancapkan gigi-geligi runcingnya ke dalam tulang rusuk Shena. Tubuh gadis itu diangkat dan diombang ambingkan kesana kemari.
“Aaah!!” Shena kesakitan.
Tidak ingin mati. Shena tidak ingin mati. Dia nekat! Wajahnya didekatkan ke wajah Dalbo dan ia gigit hidung makhluk itu hingga tercuil. Ya, mereka saling menggigit.
Dalbo kesakitan. Ia melepas gigitannya dan memegang hidungnya. Shena terjatuh dan melarikan diri. Ia buang cuilan hidung dalbo dari mulutnya. Tanpa sengaja, darah dari Dalbo tertelan Shena.
Shena harus berpikir cepat, dia tidak punya banyak waktu. Shena harus bersembunyi. Satu-satunya persembunyian yang ada di dekatnya adalah gedung olahraga belakang.
Brak!
Dalbo yang marah besar berusaha masuk ke dalam gedung untuk mengejar Shena. Rasa takut dan bingung harus berbuat apa berputar dalam pikiran gadis malang itu. Ia melihat gudang dan memasukinya.
Gubrak!!
Shena khawatir, Dalbo telah berhasil memasuki gedung olahraga belakang. Ia berenang di antara tumpukan-tumpukan peralatan olahraga usang, mencari tempat persembunyian. Di situlah Shena melihat sebuah lorong gelap.
Brraak!!
Pintu gudang didobrak Dalbo.
Shena semakin ketakutan. Tanpa pikir panjang, Ia memasuki lorong gelap itu dan berlari menyusurinya. Hingga ia berhasil keluar dari ujung lorong.
Prang! Grompyang! Shena menabrak tumpukan-tumpukan peralatan usang dan terjatuh. Kepalanya tertimpa besi. Gadis malang itu kehilangan kesadaran.
---------------
Sinar matahari menyelinap masuk ke ruang gudang melalui ventilasi, jatuh persis di mata Shena. Gadis itu bangun dari tidurnya. Ia bingung dan mulai mengamati keadaan. Shena berusaha mengingat kejadian semalam. Terakhir ia berlari ke dalam lorong di gudang dan ujung lorong itu adalah gudang itu sendiri! Ingin memastikan kembali, matanya menoleh ke arah lorong. Tapi lorong itu hilang. Hanya ada dinding rusak. Shena tak bisa mempercayai matanya, ia raba dinding itu. Tidak ada lorong.
Shena teringat tubuhnya yang terluka karena gigitan Dalbo. Tapi tidak ada luka, hanya noda darah di bagian tersebut.
“Apa yang terjadi?” Shena bertanya-tanya.
Shena tidak bisa diam di situ. Dia harus keluar. Tapi pintu gudang tidak bisa dibuka, terkunci dari luar.
Brak! Brak! “Toloong!!” Shena berusaha mencari bantuan.
“Tolooong!!” Brak!
Tapi tidak ada respon. Shena memanjat ke plafon, itu satu-satunya jalan. Dia menyusuri loteng keluar dari gudang dan mencari jalan turun. Tiba-tiba bruak! Plafon jebol. Shena terjatuh.
“Aduh, sakiiit.” Shena mengusap-usap kakinya yang terluka.
Dengan kaki pincang, Shena keluar dari gedung olahraga. Murid-murid yang ada di sekitar situ heran melihatnya. Shena, dengan noda darah di bajunya, keluar dari tepat paling angker di sekolah ini. Jangan-jangan dia kesurupan!? Itu yang ada di pikiran murid-murid SMA itu yang kebetulan melihat Shena. Shena mengacuhkan mereka, dia bergegas ke ruang guru.
Para guru melihat Shena, dengan wajah kusam dan pakaian kotor.
“Pak, telepon polisi sekarang. Teman saya diserang zombie.” Shena mendekati pak Doyok yang kebetulan saat itu berada paling dekat dengannya.
“Kamu kenapa? Duduk dulu.” Pak Doyok mencoba menenangkan Shena.
“Teman saya mati pak, saya tidak bisa tenang!” Air mata Shena mulai menetes. Bibirnya menggigil. “Pak Warisan dimana, pak!? Tangkap dia pak!” teriak Shena dengan nada gemetar.
“Pak Warisan?” Pak Doyok bingung.
“Iya, pak Warisan harus bertanggung jawab, pak! Dia dalangnya!” seri Shena.
“Hei kamu! Jangan teriak-teriak di sini! Nggak punya sopan santun!” Seorang guru merespon Shena. Dia adalah Pak Sunarko, guru bahasa Indonesia.