Jangan Tidur di Sekolah

abil kurdi
Chapter #21

Chapter #20 Tekad

“Pa, aku ingin pindah sekolah,” kata Shena kepada papanya yang sedang di luar negeri melalui handphone.

“Kenapa lagi, Shen?”

“Aku bisa mati, pa! Itu sekolah yang berbahaya.”

“Kamu laporkan saja ke guru kalau ada anak yang jahat sama kamu.”

“Tapi pa, ini ada monster di sekolah! Aku hampir mati.”

“Sudahlah Shen, papa masih banyak kerjaan. Belum bisa pulang. Sejahat apapun temanmu, jangan panggil monster. Nggak baik. Nanti papa telpon gurumu ya. Semangat belajarnya ya nak.”

“Tapi pa!”

Tut ... tut ... tut ....

Shena berbaring. Meletakkan handphonenya. Memang papanya selalu sibuk. Semenjak kematian mamanya, Papa Shena bekerja keras hingga pindah ke luar negri. Mama Shena meninggal karena mereka tidak memiliki uang untuk berobat. Karena itulah, Papa Shena membanting tulang mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Bahkan keluarga besarnya. Papa Shena adalah tulang punggung saudara-saudaranya yang tidak berkecukupan. Dengan penghasilannya, ia mampu memberi makan saudaranya, menyekolahkan keponakannya, dan mencukupi kebutuhan lain.

 Tidak ada yang bisa diajak bicara. Shena merasa sendirian. Bicara sama Bu Sarni juga sama aja. Telinganya sudah usang, pikun lagi. Percuma.

Di bawah karpet, Shena menemukan sebuah pulpen hitam yang biasa digunakan Leli untuk menulis di buku catatannya. Sepertinya terjatuh ketika mereka latihan bernyanyi. Dengan melihat pulpen itu, Shena menginat Leli dan teman-teman lainnya. Ia kembali sedih.

---------

Tok! Tok! Tok! Shena mengetuk pintu.

Seorang ibu membukakan pintu.

“Te, saya Shena. Temannya mbak Leli.”

“Oh iya, tante masih ingat. Ayo masuk.” Ibu Leli mempersilahkan Shena memasuki rumahnya.

Baru pertama kali ini Shena masuk ke dalam rumah Leli. Terakhir kemarin, ia baru sampai depan dan menyaksikan Leli bunuh diri. Ruang tamu Leli penuh dengan foto keluarganya. Shena mengamati foto-foto itu dan tersenyum mengingat Leli.

Ibu Leli membawakan minuman yang ia buat di dapur. Setelah dipersilahkan, Shena menyeruputnya.

“Ada perlu apa dik Shena?”

“Ini, te. Saya menemukan barang milik mbak Leli yang tertinggal di rumah.” Shena membuka tas dan menyerahkan pulpen kesayangan Leli.

Ibu Leli mengambil pulpen itu dan mulai menangis. “Ini pulpen yang selalu dipakai ayah Leli. Semenjak ayahnya meninggal, Leli selalu menggunakan pulpen ini agar merasa dekat dengan ayahnya, katanya.”

Terenyuh hati Shena melihat ibu Leli menangis. Seorang ibu yang kehilangan anaknya. Seperti apa sakitnya, ia tidak bisa membayangkan. Tapi dari yang ia saksikan, seperti orang yang kehilangan segalanya. Sakit sekali. Shena tidak tega kemudian memeluk ibu Leli. Mereka berdua bertangis-tangisan.

Shena memutuskan untuk terus bersekolah di situ. Mencegah terjadi lagi hal yang serupa. tidak ingin ada lagi orang tua yang kehilangan anaknya. Ia bisa merasakan ketika Dalbo memanggil orang yang tidur ke dunia mimpi, sehingga merasa bisa mencegahnya dengan membangunkan orang itu.

Tekadnya sudah bulat.

Menyadari bahwa ia bisa sewaktu-waktu terpanggil lagi ke dunia mimpi, Shena menyusun rencana. Dilihatnya sekeliling sekolah, jalur mana yang paling aman yang bisa dia lalui untuk mencapai lorong hitam gudang belakang, jalan keluar dari dunia itu. Hanya satu yang muncul di benaknya. Loteng. Itu yang paling aman. Ia belum pernah melihat ada zombie yang muncul dari sana.

Lihat selengkapnya