Aku berlari kencang begitu kusadari bahwa gerbang depan sekolah sudah sepi. Ya, aku terlambat pagi ini. Sisa diare, oleh-oleh dari Banyuwangi kemarin masih terpaksa kurasakan sehingga aku menghabiskan waktu terlalu lama di kamar mandi dan terlambat. Kukejar waktuku, bergegas menuju kelas.
Gawat, kelas sudah sepi! Upacara berarti sudah dimulai. Mati aku. Aku berlari menuju lapangan, melihat barisan murid-murid yang diatur oleh pemimpin upacara. Sepertinya akan ketahuan kalau aku mencoba memasuki barisan. Benar saja, seorang bapak-bapak yang tak pernah kulihat sebelumnya, memergokiku berjalan pelan-pelan memasuki barisan. Dan seperti biasa, murid yang kedapatan terlambat pada saat upacara, harus berdiri di depan lapangan.
Aku digiring menuju depan lapangan, diiringi tawa ledekan murid satu sekolah. Dan hari ini cuma aku yang terlambat. Sungguh sial. Mana lupa bawa topi lagi. Nasib.
“Siapa namamu, kelas berapa?” tanya orang itu.
“Yoga Mahardika, kelas 1.1.”
“Topimu mana?” tanyanya lagi.
“Ketinggalan, om.”
“Udah terlambat, nggak bawa topi lagi.” Om itu geleng-geleng.
Aku perhatikan saja muka orang itu. Siapa sih dia? Belum pernah kulihat sebelumnya. Dia lalu berdiri persis di sebelahku, membuatku risih. Aku cari barisan dimana Amar kira-kira berada. Terlihat, Amar cekikikan melihatku. Sialan. Lalu aku cari barisannya Shena. Dia tersenyum lebar. Sialan. Ini akibat ulah kalian berdua.
Kujalani sisa upacara dengan menggerutu. Tak disangkal lagi, ini hari sialku.
Ketika kepala sekolah selesai berpidato, ada yang berbeda dengan biasanya. Tidak langsugn ditutup, namun dia mengenalkan kepada kami, seorang guru baru.
“Murid-murid yang saya cintai, sekolah kita kedatangan seorang guru baru. Beliau adalah guru yang memiliki banyak prestasi di bidang akademis. Kita berharap, dengan kedatangannya, sekolah ini dapat semakin maju dan berkembang. Silahkan maju ke depan, Pak Gladi Maidi.”
Om-om yang sedari tadi berdiri di belakangku, maju ke depan. Jangan-jangan dia Pak Gladi Maidi yang dimaksud.
“Selamat pagi anak-anak. Perkenalkan, saya Gladi Maidi. Guru Fisika baru kalian.”
Yak, orang yang kupanggil om tadi ternyata adalah guru baru. Mati aku.
“Di hari pertama, bapak sudah menemukan ketidakdisiplinan dari salah seorang di antara kalian. Tepat waktu adalah hal yang wajib kita genggam dalam kehidupan sehari-hari. Jangan dicontoh yang seperti ini.”
Semua murid menatapku. Ada yang cekikikan. Ada yang merasa kecewa. Ada juga yang bahagia. Ya, Amar dan Shena. Aku tahu mereka bahagia melihatku berdiri di sini.
“Coba kita tanyakan apa yang membuat dia terlambat. Tolong dikasih mic ke anak itu.” Pak Gladi meminta panitia upacara memberikan mic kepadaku.
“Yoga, kelas 1.1. Kenapa kamu terlambat hari ini?” tanya pak Gladi.
“Sakit, pak.” Aku menjawab dengan menunduk.
“Sakit apa?”
“Perut.”
“Sakit mag?” tanya pak Gladi lagi.
“Bukan, pak.”
“Usus buntu?” Pak Gladi masih menebak.
“Bukan juga pak.”
“Terus sakit apa?”
“Buang air encer, pak.” Aku menjawab dengan suara lirih.
“Oh, MENCRET?” Pak Gladi mengucapkan kata mencret dengan penekanan dan suara keras.