Jangan Tidur di Sekolah

abil kurdi
Chapter #30

Chapter #29 Korban

“Yoga, sini!” Hana melambaikan tangannya dari dalam mobil.

Aku menghampiri gadis idamanku itu. Tak kusangka oh tak kusangka. Aku yang sedari dulu tidak gaul, dapat menjadi fotografer pribadi seorang selebgram yang sangat cantik. Untung dulu aku pernah belajar fotografi untuk mengambil gambar action figure beberapa anime kesayangan. Hobi yang dulu kutinggalkan sekarang bermanfaat. He he he.

Hana kali ini tidak sendirian, dia ditemani dua teman seangkatannya yang tak kalah cantik. Gila. Aku semobil dengan cewek-cewek cantik. Bidadari mengelilingiku. Dan bukan aku yang membutuhkan mereka. Mereka yang membutuhkanku. Tidak masuk akal!

“Hey, kenalkan aku Ninda.” Seorang cewek berambut panjang, berwajah manis menjulurkan tangannya padaku.

“Aku Yoga.” Kusambutlah tangannya tanpa malu-malu.

“Aku Ratih.” Cewek ini pun juga menyodorkan tangannya tanpa ragu-ragu.

“Yoga.”

Hana bingung melihatku. “Lho, Yog. Kamu kok lancar bicaranya?”

Oh, iya juga. Kalau sama cewek lain seperti mereka bicaraku lancar.

“Emang kenapa, Han?” tanya Ratih.

“Eh biasanya dia ini kalau ngomong gagap, gitu. Iya kan Yog?”

“I ... ya.” Aku menunduk malu ketika Hana melihatku langsung. Tapi kurasa gagapku sudah mulai berkurang. Mungkin karena kami sudah lebih sering bertemu.

Ratih dan Ninda berbisik-bisik. Kemudian mereka tertawa sendiri. Sial kurasa mereka tahu situasiku. Hana bingung, dia diam saja.

Kami pergi ke beberapa lokasi pemotretan. Mengambil beberapa gambar di sana dan pergi ke tempat lain untuk mencari spot yang bagus. Mereka cukup puas dengan hasil fotoku. Begitulah hari liburku ini kuhabiskan. Di sesi akhir, aku meminta selfie bersama bidadari-bidadari itu. Akan kupamerkan pada Amar. He he he he.

Kami memulangkan Ratih dan Ninda. Di perjalanan, Hana membelokkan mobilnya ke sebuah pemakaman.

“Ke sini sebentar ya, Yog.”

Aku mengangguk.

Hana membeli bunga dan berjalan masuk melewati makam-makam. Aku belum tahu tujuannya kemana. Orang tuanyakah? Saudaranya? Atau kakek neneknya? Kalau dipikir-pikir, aku belum tahu banyak mengenai Hana. Yah, ngomong saja susah, gimana mau bertanya tentang kehidupannya.

Abil Kurdi.

Hana berjongkok di makam dengan nisan bertuliskan Abil Kurdi. Ah, ternyata dia mengunjungi makam sahabatnya.

“Aku hadir sewaktu dia dimakamkan.” Hana tiba-tiba curhat. “Melihat dengan mata kepalaku sendiri, sewaktu dia dibungkus kain kafan dan digotong turun ke dalam makam. Setiap galian tanah yang menguburnya membuat dadaku semakin sesak. Aku sadar kita pasti akan mati, tapi aku belum rela kalau secepat ini.”

Hening.

Aku mengusap bahunya sejenak, kemudian mengambil bunga dari kantong plastik yang ia pegang. Kutaburkan bunga itu ke atas makam. Kami berdoa.

Sebenarnya aku heran, sedekat apa mereka. Mengapa Hana sampai begitu perhatian pada Abil. Suatu saat akan kutanyakan.

--------------

“Yog, ente kemarin kemana? Ane ke rumah, ente kagak ada. Mana ditelpon nggak diangkat.” Amar menggerutu. Memang belum kuberitahukan mengenai “kencanku” dengan Hana dan kawannya kemarin.

Aku senyum saja. Biar dia penasaran. Amar memicingkan mataku. Ia malas melihatku bermain rahasia

Kami berdua kemudian menyantap mie pangsit yang sudah berada di depan kami. Dan tiba-tiba Amar menyenggol lenganku.

“Yog, arah jam dua belas. Cewek bening. Mantab!”

Lihat selengkapnya