“Foto-fotomu bagus, Bil,” puji Hana.
“Yah, masih pakai kamera handphone biasa. Nanti kalau aku sudah punya satu set kamera lengkap, pasti bisa jadi lebih bagus. Harga endorsemu bisa lebih tinggi, Han.” Abil tersenyum.
“Amiin.” Hana mendukung.
Kedua anak yang baru saja masuk SMA yang sama itu saling bekerja sama. Hana sebagai selebgram, dan Abil sebagai pembuat kontennya. Mereka berupaya keras menaikkan follower medsos Hana agar kebanjiran endorse dan menjadi sumber penghasilan. Untuk Hana, penghasilan itu tak lebih sekedar uang jajan tambahan. Namun untuk Abil, penghasilan itu amat berguna bagi keluarganya.
Sedikit demi sedikit Abil menabung untuk membeli kamera idamannya itu. Sayangnya, kejadian buruk menimpa bapaknya Abil ketika sedang mengantar pelanggan. Sebuah mobil ambulance yang sedang bertugas, tidak sengaja menabraknya. Parah, hingga lumpuh.
Keluarga Abil tidak memiliki penghasilan. Terpaksa ia menghabiskan tabungan yang sudah dia kumpulkan selama ini. Mau tidak mau, Abil harus menggantikan bapaknya untuk bekerja sebagai ojek online. Ibunya Abil, karena masih harus mengurus bayi, tidak bisa berbuat apa-apa.
Kesibukan Abil menjadi lebih padat. Pagi ia sekolah, sore ia ojek online, dan malamnya bekerja dengan Hana untuk membuat konten. Tidak ada sedikit pun keluhan yang keluar dari bibirnya. Ia jalani sekuat tenaga.
Hana mengeluarkan sebuah tas kamera. “Bil, lihat ini. Bagus atau nggak?”
Abil membuka tas kamera tersebut. Dia terkesima. “Wah, lengkap! Gila. Punya siapa ini?”
“Punyaku. Kamu pakai aja, Bil,” ucap Hana enteng.
“Serius!?”
Hana mengangguk. Dia cukup senang melihat betapa gembiranya sahabat kecilnya itu.
“Ini kan mahal, Han? Kamu beli pakai uang darimana?” tanya Abil.
“Itu hadiah dari papa karena lulus SMP dengan nilai bagus. Udah, kamu pakai saja.” Hana berbohong. Kamera itu dia beli dari hasil tabungannya sendiri.