“Kita batalkan rencana kita ke banyuwangi,” kataku mantab.
Shena dan Amar terkejut dengan perkataanku. Persiapan sudah final, tetapi aku meminta dibatalkan.
“Tapi semua sudah siap, Yog. Kita sudah beli tiket bus dan pesan hotel. Rugi duit kita!” protes Amar sambil mengunyah mie pangsit.
"Itu semua pakai duitku," ucap Shena dengan nada malas.
"Iya sih." Amar tidak melawan.
“Ada yang mengganjal di benakku dan sudah kupikirkan semalaman.”
“Apa itu Bot?” tanya Shena.
“Sewaktu kita menyelamatkan Hana kemarin, aku bertemu Sastro.”
“Lalu, kenapa?” tanya Shena. Orang yang dimakan Dalbo memang akan hidup lagi dan berkeliaran sebagai zombie di dunia sana. Seharusnya tidak mengherankan.
“Dia melihatku dan marah,” ucapku.
“Marah?” respon Shena terkejut.
Ini yang aneh. Karena zombie yang kami temui semuanya tidak memiliki ekspresi. Marah, sedih, kesakitan, senang, tidak ada dari semua itu yang mereka tunjukkan. Wajah mereka datar.
“Dan anehnya lagi, dia diam saja. Cuma menatapku. Tidak berusaha menggigit atau apapun.” Nah, sebenarnya hal ini yang lebih mengherankanku.
Shena terdiam. Ini belum pernah terjadi padanya, padahal dia sering bolak balik masuk ke dunia sana.
“Kalau kuingat lagi dari cerita Shena, hanya ada dua zombie yang seperti itu. Sastro yang marah dan pak Warisan yang tersenyum,” ucapku menganalisa. “Dan keduanya masih hidup sampai sekarang,” lanjutku. Inilah salah satu yang menjadi ganjalan di dalam benakku.
Shena dan Amar ikut berpikir.
Hening.
“Ada satu lagi yang kupikirkan.”
“Apa itu?” Amar menyatukan alisnya karena penasaran.