Jangan Tidur di Sekolah

abil kurdi
Chapter #39

Chapter #38 Penyelamatan Pertama

Mataku mengantuk. Semalam tidur jam 3 pagi. Tapi entah kenapa aku tidak bisa tidur di kelas. Kurasa rasa takut ketahuan tidur oleh guru, membuatku tetap terjaga. Amar pun demikian. Mata kami berdua merah. Teman-teman lain melihat kami dengan tatapan takut, mereka mengira kami sakit mata. Takut ketularan.

“Ayo ke kantin, Yog.” ajak Amar sambil menggaruk-garuk kepala.

Aku mengangguk. Ketika kami menghampiri kelas Shena, kami melihatnya tertidur pulas. Jangan-jangan ....

Mataku terbelalak, bergegas aku menuju gudang belakang. Ternyata benar, lorong itu terbuka kembali. Kami memasukinya.

Gelap.

Berkabut.

Hening.

“Lama amat kalian,” protes Shena. Dia sudah menunggu kami, persis di depan lorong dunia mimpi. Sesuai rencana.

“Sori, kita kan nggak tahu kamu sudah masuk,” ucapku membela diri.

Amar celingak-celinguk. Ini pertama kalinya dia masuk ke sini. Bulu kuduk keritingnya berdiri.

“Kenapa Mar? Takut?” goda Shena.

“Ah, nggak,” jawab Amar spontan.

Hening.

“Yuk pulang.” Amar hendak masuk kembali ke lorong.

Aku dan Shena mencegahnya sambil menahan tawa kami.

Perlahan-lahan kami melangkah menuju pintu keluar gedung belakang ini. Kubuka pintu itu dengan sangat berhati-hati. Takut menarik perhatian para zombie.

“Ini kita mau cari kemana, Bot?” tanya Shena.

“Ikut aku saja.” Aku berjalan di depan, mengomandoi mereka. Tujuan pertamaku adalah tempat aku terakhir bertemu Sastro, yakni di perempatan lorong sekolah dekat gudang belakang ini. Semoga ia masih di sana.

“Lihat itu!” Tanganku menunjuk ke arah seorang zombie yang berada di tempat yang kami tuju. Sastro. Dia masih ada di situ.

“Ayo, cepat.” Amar berjalan maju hendak menghampirinya.

Shena menarik lengan Amar. “Ssssst ....”Mata Shena melirik ke arah lorong sebelahnya Sastro berdiri. Ada sesosok zombie juga di situ. Gawat.

“Kita harus pelan-pelan. Kalau ketahuan kita bisa dikejar,” ucapku.

Shena bergerak maju mengendap-endap, menyisiri dinding lalu bersembunyi di belakang papan pengumuman. Saat aku hendak mengikutinya, aku melirik Amar. Wajahnya pucat pasi. Kuduga dia ketakutan.

“Mar, kamu yakin mau ikut ke sana?”

“Yakinlah, kenapa memang? Ente ke sana, ane juga ke sana. Kita harus tetap together.

“Mending kamu jaga pintu gedung belakang saja, takutnya ada zombie masuk ke sana.”

“Oke!” Amar langsung berlari kembali ke gedung belakang.

Aku kembali menyusul Shena.

Lihat selengkapnya