Jangan Tidur di Sekolah

abil kurdi
Chapter #41

Chapter #40 Penyelamatan Kedua

Gelap.

Berkabut.

Hening.

“Ayo, Bot!”

“Ayo!”

Aku dan Shena segera beraksi. Kali ini kami mencoba menyelamatkan pak Warisan. Mantan kepala sekolah yang jasadnya masih hidup. Kurasa karena stroke, dia tidak bisa bunuh diri. Shena yang bersikukuh untuk segera menolongnya. Ia selama ini menaruh dendam pada orang yang tak bersalah. Layaknya yang lain, pak Warisan hanya salah satu dari korban Dalbo. Itu kalau teori kami benar.

Kami tidak mengajak Hana karena takut ini terlalu berat baginya. Dia menunggu kedatangan kami di depan lorong.

Seperti biasa, kami bergerak naik ke dalam loteng. Jalur aman kami.

“Bot, kamu duluan, aku mau lihat ruang kimia dulu. Kita ketemu di sana,” pinta Shena.

Aku menyanggupinya, semata-mata untuk efisiensi waktu. Kita semua tak mau berlama-lama di sini. Kami berpisah. Aku menyusuri loteng menuju kelas. Tentunya dengan sangat berhati-hati. Tidak mau ada penghuni dunia ini yang menyadari keberadaan kami.

Plafon kuangkat, aku memanggil Amar yang sedang sibuk menumpuk meja diam-diam.

“Lama amat ente!” bisik Amar. Ya, dialah yang terpanggil. Sudah jadi rencana kami, apabila ada yang tertidur, antara dia menunggu di kelas atau segera ke lorong dan menunggu yang lain datang. Amar memilih untuk menunggu di kelas. Dia belum berpengalaman.

“Yah, mau gimana. Butuh waktu kalau lewat loteng,” ucapku beralasan.

“Mana Shena?”

“Masih mengecek ruang kimia.”

Amar manggut-manggut. Ia lalu melanjutkan menumpuk meja dan naik ke loteng. Tanganku meraih dan membantunya. Kutarik ia sekuat tenaga. Amar membuat gerakan-gerakan yang menimbulkan suara.

“Ssssst! Jangan berisik, Mar!”

“Kenapa sih? Kata ente di sini aman,” protes Amar.

“Iya, aman. Tapi Dalbo sudah tahu tentang jalur ini. Dia pernah melihat aku dan Shena di loteng dan mengejar kami.”

“Ah, palingan juga dia lupa,” ucap Amar santai.

“Lupa apa?” Ada suara lain yang berasal bukan dari aku dan Amar.

“Huaaaaa!” Kami teriak dalam bisikan sambil berpelukan erat.

Ceplak! Pipi kami ditampar. “Sssst, jangan berisik!” protes Shena.

Hatiku dan Amar lega, ternyata Shena yang datang diam-diam. Kami bertiga kini sudah berkumpul. Saatnya menjalankan misi penyelamatan kedua.

“Bagaimana di ruang kimia, Na?” tanyaku.

Shena geleng-geleng. “Kosong, nggak ada siapa-siapa.”

“Lantas, kita harus kemana saja sekarang?” tanya Amar.

“Ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang OSIS, kamar mandi, lalu ruang kelas dua dan tiga,” jawab Shena.

Itu semua adalah tempat yang belum pernah kita lewati sebelumnya ketika berada di sini. Bahkan Shena yang paling sering ke sini di antara kami, tidak pernah melewati ruangan tersebut. Kami berharap bisa menemukan pak Warisan di salah satu ruangan itu.

Lihat selengkapnya