“Ayo cepat masuk.” Amar meminta Hana agar segera masuk ke dalam lorong
Hana gelisah. Ia mengkhawatirkanku yang tak kunjung kembali. Kakinya melangkah kembali keluar.
“Hei, mau kemana ente?” tanya Amar.
Di luar gedung, Hana melihat zombie sahabatnya, Abil. Berdiri tegak. Padahal tadi dia telah dilumpuhkan dengan parang oleh Yoga.
“Han Han?” panggil Abil.
“Abil?” Hana tak percaya dengan apa yang ia dengar. Abil telah kembali?
Abil teringat, terakhir kali dia dimakan oleh Dalbo. Kemudian ia melihat tangannya yang mulai memudar. “Han, apakah aku sudah mati?”
Hana menangis dan mengangguk.
“Tapi kamu belum kan?” tanya Abil kembali.
Hana geleng-geleng.
“Syukurlah.” Abil tersenyum.
Hana segera berlari pada Abil dan memeluknya.
“Keluargaku bagaimana?” tanya Abil.
“Bapakmu meninggal setelah operasi.”
“Ibu dan adik-adikku bagaimana? Siapa yang menghidupi mereka?” Abil khawatir.
“Mereka tidak apa-apa. Mmm, aku dan ibumu punya usaha dan investasi.” Hana berbohong.
Abil tersenyum. “Terima kasih Han han.”
“Bil, aku sa ... ya ... ng ....” Belum habis kalimatnya, Abil sudah menghilang. Hana terduduk menangis. Betul memang kata temannya dulu, ketika ada dua insan lain jenis bersahabat, maka setidaknya akan ada salah satu yang mencintai lainnya. Dan itu Hana.
“SKRAAAAAGH!!!” Terdengar suara melengking yang keras sekali.
“Hana, ayo cepat masuk! Yoga pasti baik-baik saja! Cepat!” perintah Amar. Melihat Hana masih terduduk, Amar menggeretnya paksa.
-------
Gila! Monster besar itu mengaum di hadapanku. Aku ketakutan. Kulesatkan kakiku menuju lorong kelas 1. Seperti dugaan, Dalbo raksasa mengejar kami. Badannya terhalang atap dan tembok, namun tenaganya kuat sekali. Hancur porak poranda setiap atap yang ia lewati. Sesekali ia berusaha menerkam dengan tangan raksasanya. Untung aku dapat berlindung di balik tiang tiang.
Dalbo raksasa mengayunkan lengannya dan beberapa serpihan tembok terlempar mengenai kami. Kakiku terluka. Aku dan Shena terjatuh.
Makhluk itu kembali menyerang dengan telapak tangan, mencoba menggencetku. Sekuat tenaga aku berguling menghindar. Tipis, tangannya persis di sampingku.
Blam! Ia menampar tanah!
Aku segera bangkit dan menggendong Shena kembali. Ia semakin melemas. Sudah banyak darah yang keluar dari perutnya. Kami kembali melarikan diri.
“Bot ....” gumam Shena lirih. Aku tak bisa dengan jelas mendengarnya. Dan konsentrasiku hanya untuk menghindari Dalbo raksasa.
“Aku ingat pertama bertemu. Kamu menolongku dari Sastro. Seperti pangeran yang datang menyelamatkanku. Lalu aku kabur karena malu,” gumam Shena kembali.