Jangan Tinggal Sendiri di Asrama

Firyal Fitriani
Chapter #8

Pacar Bang Mus

Sebagai perwakilan dari asrama, Pocut, Dinda, dan Uti Wardah melayat ke makam Dini yang sudah dikuburkan tiga hari yang lalu. Tempat tinggalnya memang jauh dari asrama, menyeberang pulau. Uti Wardah sangat kaget dengan berita meninggal Dini yang ternyata karena pendarahan. Pocut teringat, kenapa arwah Dini bergentayangan, bisa saja dia ingin menitipkan pesan kepada temannya, itu membuat bulu kuduk merinding. Sepanjang perjalanan dalam mobil penumpang, Dinda tak hentinya mengoceh. Perjalanan yang sedikit melelahkan, diam saja akan membuat bosan, itu sebabnya akan Dinda.

Tanpa Jihan dan Dini kamar depan tampak sepi dan menyeramkan, anak-anak asrama sering mendengar suara aneh di sana. Mereka menduga Dini menempati kamar itu untuk selamanya, hingga pada akhirnya kamar tersebut ditutup dengan alasan atap bocor.

Jihan sudah empat hari berada di kampung halamannya, tapi belum sekalipun dia bertemu Sadewa, dia hanya sedang malas keluar kamar, karena ibunya terus meyakinkannya untuk kembali ke asrama.

“Jihan ibu mau bicara, keluarlah, Nak!” pinta ibu melembutkan suara.

“Jihan gak mau, balik ke asrama, Bu, mengertilah!”

“Baiklah, tapi keluarlah sebentar, ibu mau bicara.”

Akhirnya Jihan keluar, dia berharap benar ibu akan membebaskannya dari penjara Islami itu. Wajah kusut, baju yang belum diganti sejak pagi, Jihan terlihat malas-malasan. Nur sebenarnya ingin marah, karena mempertimbangkan Jihan mau keluar kamar susah, Nur mengabaikan niatnya. Jihan mengikuti Langkah Nur dengan malas, dan berakhir di ruang Tengah. Yuda yang baru saja sekesai bekerja, ikut duduk bersama.

“Lihat anakku, Pak! Masuk ke pesantren malah tambah kacau.”

‘Hem, ibu yang memaksanya, jadi siapa yang harus ibu salahkan?”

“Bapak ini, siapa juga yang mau menyalahkan, duduk Jihan!”

Jihan mengembus napas kencang, dia sulit menebak ibunya yang suka kadang-kadang lembut atau marah. Hanya ayah tirinya yang menjadi pembelaan, itupun jika Yuda mau bersuara.

“Jihan ibu memang yang memaksa Jihan masuk ke pesantren itu, tapi bisa gak Jihan bertahan sebentar lagi, Nak.”

“Maafin aku, Bu. Aku gak bisa. Aku takut.”

Lihat selengkapnya