Jangan Tinggal Sendiri di Asrama

Firyal Fitriani
Chapter #10

Yang Bersama Jihan

Nur mengoceh tidak henti, meelihat Jihan berseliweran di rumah membuatnya tambah pusing. Apalgi kalau diam-diam Jihan menemui Sadewa, anak laki-laki sialan itu. “Besok kamu harus kembali ke asrama, apapun ceritanya.” Jihan yang sibuk dengan buku bacaan baru yang diambilnya di rak, masih tetap sama dia malas menjawab ibunya. “Kalau kamu tidak mau asrama, ibu tidak akan kuliahkan kamu, biar saja kamu jadi pengangguran, sekalian dapat suami kuli.” Jihan masih tetap dengan bukunya, walau dia tidak fokus. Nur melempar seprai yang mau dicuci ke Jihan. “Kalau orang tua bicara di respon.” Karena geram tidak ada jawaban dia melempar apa yang ada ditangannya. Jihan mengambil seprei itu dan diletakkannya begitu saja di lantai. Dia kembali duduk dan membuka lembar halaman bukunya yang sudah ditandai dengan bookmark. “Tuh, kan ….”

“Ibu mau aku jawab apa?”

“Jawab apa yang ibu bilang, apa kamu tidak dengar tadi ibu bilang apa?”

“Aku dengar, Bu, terus kalau aku jawab apa ibu akan dengar dan menerima jawaban aku.”

Nur mengernyitkan alis marah. “Jihan, wanita tua di depanmu ini adalah ibumu, apakah begitu cara kamu bicara. Apa anak sialan itu yang mengajarimu?”

“Stop, Bu. Jangan tersu menyalahkan orang lain dalam kemarahan ibu, aku tahu masa lalu ibu terlalu perih untuk diingat, aku tahu bapak sadewa adalah mantan pacar ibu yang meninggalkan ibu. Tapi apa ibu tahu, bagaimana perasaan ibu sadewa? Apa ibu tahu perasaanku yang seolah menjadi korban kalian berdua? Apa ibu tahu perasaan sadewa yang harus menerima makian dari kerluarganya? Enggak kan, Bu, ibu gak pernah mau tahu itu,. Jadi berhenti untuk menyalahan sadewa, dalam masalah ini.”

Miris. Gadis kecil yang dibesarkan dengan buah cinta, dicium, dimanja, hingga besar seperti sekarang. Ternyata mampu menjadi lawan bicara yang kejam dan penuh amarah. Nur tidak menyangka Jihan akan sekasar ini padanya, akan berkata begitu padanya. Namun, satu hal. Jihan kembali menyadarkan Nur, sebenarnya siapa yang salah, kenapa dia harus menyalahkan Sadewa, padahal sadewa jelas tidak ada dalam masalah mereka. Jelas anak itu belum lahir, tapi Sadewa lahir dari masala yang ada. Sadewa lahir karena bapaknya menikah dengan ibunya yang sekarang.

Keadaan kembali normal saat Jihan menyusul ibunya yang terlihat menangis sambil memotong bawang, entah itu nangis karena percikan air bawang atau karena ucapan Jihan padanya tadi di kamar.

“Bu, Jihan minta maaf, Jihan tidak bermaksud ingin melawan ibu, Jihan hanya ingin ibu sadar.”

Lihat selengkapnya