Nirmala dan Mus sah menjadi pasangan suami istri. Rumah mereka kini sudah ada yang menemani ibu di rumah sepenuhnya. Walau sebenarnya tidak mudah Mus mendapatkan cinta Nirmala, tapi kesungguhannya membuahkan hasil. Sadewa ikut Bahagia, tapi wajahnya kian murung, wajah Angga dan Jihan melawan di pikirannya, berat sekali menerima kenyataan ini. Nur tidak hadir dalam acara pernikahan Mus dan Nirmala, tapi Yuda ikut hadir di sini, dia menyapa sadewa yang duduk termenung menyendiri.
“Hay, anak Muda, bagaimana?”
“Eh, pak Yuda.”
“Apa yang kamu pikirkan anak muda?”
Giban melewati mereka dengan piring kotor di tangannya dan seputung rokok mengapit di bibirnya. Dia meringkuk sopan menghargai Pak yuda yang lebih tua darinya.
“Gak ada, pak, kecapean aja angkat piring kotor.” Alasannya.
“Tiga minggu yang lalu Nur, ibu Jihan menjenguk Jihan di asrama.”
Sadewa seperti menemukan jawaban penerang, dia kembali bersemangat dan duduk tegap. Pak Yuda seakan mengerti dan memberikan sneyuman kecil. “Kapan Jihan Pulang, Pak?”
“Entahlah, Nak. Jihan susah di tebak, anak itu sama seperti ibunya. Ego mereka cukup kuat saling mempertahankan, walau sebenarnya ada kebaikan.”
“Maksud, pak yuda ego keduanya itu, bagaimana?”
Yuda menceritakan. Sebelumnya, Jihan sangat tidak bersemangat hidupnya karena harus meninggalkan rumah dan jauh dari sadewa untuk ke pesantren yang berasrama. Jihan murung dan tidak juga melawan permintaan ibunya, karena dia tahu jawabannya akan tetap sama seperti harapan ibunya. Saat dia pulang kemarin, ada kesedihan dan ketakutan yang membuuatnya takut tinggal di asrama. “Nah, entah ketakutan apa, bapak juga tidak tahu.”
“Teman sekamarnya sudah meninggal dan gentayangan pula, mungkin itu yang membuatnya takut.” Potoh sadewa. “Pantas saja, normal jika dia takut. Harusnya kami bertanya serius, takutnya ini jadi tekanan mental. Tapi Bapak lega sekarang Jihan sudah sekamar bertiga dengan teman di depan kamarnya dulu.”
Sadewa menagguk ikut lega. Wajah Jihan terbayang penuh di pikirannya. “Kapan Jihan Pulang, Pak?”
“Nur sudah menjemputnya, dia malah betah di asrama, dan dia gak mau pulang. Dia lebih betah di asrama.”
Ada kesenangan tersendiri sebenarnya, karena dengan begitu Angga juga tidak bisa bertemu dengannya lagi. Ada kemungkinan lain jika mereka bertemu di asrama. “Pak, Sadewa kurang tahu asrama itu letaknya di mana, tapi ketat gak, ya, pengawasannya?”
“Setau bapak lumayan ketat. Kemarin saja Ketika Jihan di antar Angga ke asrama, pihak asrama langsung beri tahu keluarga.”