Adrenalin adalah racun yang menipu. Selama beberapa detik yang berharga di dalam gang sempit itu, ia memberikan ilusi keamanan. Pelukan Orion terasa seperti benteng, dan dinding bata yang dingin di punggung Jean terasa seperti perlindungan. Napas mereka yang memburu adalah satu-satunya suara di dunia mereka yang menyempit. Tapi dunia luar tidak akan menunggu. Gema dari kiamat yang baru lahir itu merayap masuk, merobek keheningan sesaat mereka.
Suara sirene polisi yang meraung panik, lalu tiba-tiba mati seolah ditelan sesuatu. Bunyi klakson panjang yang menyakitkan dari mobil yang pengemudinya tak lagi menginjak pedal rem. Dan jeritan. Ratusan, mungkin ribuan jeritan manusia yang saling tumpang tindih, menciptakan gema penderitaan yang memantul di antara gedung-gedung.
"Kita tidak bisa di sini," bisik Orion, suaranya serak. Ia melepaskan pelukannya, meski tangannya tak pernah melepas genggaman dari tangan Jean. Matanya, yang biasanya tenang, kini memancarkan kewaspadaan seekor hewan yang terpojok. "Kita butuh tempat. Tembok yang kokoh. Satu pintu masuk."
Jean mengangguk, otaknya yang analitis mulai bekerja, mencoba menyingkirkan gambar-gambar mengerikan dari halaman sekolahnya. "Kantor polisi?"
"Terlalu jelas. Semua orang akan lari ke sana. Itu akan jadi pusat keramaian, bukan tempat aman," balas Orion cepat. Pikirannya berpacu, memindai peta kota di dalam kepalanya. Ia butuh tempat yang terlupakan. "Ada satu tempat. Ruko tua di Jalan Bangbarung. Kakekku pernah menyewanya untuk toko. Aku tahu cara membukanya tanpa kunci. Tiga lantai, pintu depan dari besi lipat, jendela di lantai atas saja. Kokoh."
"Itu jauh," kata Jean, membayangkan jarak yang harus mereka tempuh.
"Jauh lebih baik daripada mati di sini," tegas Orion. Ia mengintip dari ujung gang. Pemandangan di jalan raya adalah definisi dari kekacauan. Para Jangkitan bergerak tanpa pola, tersentak-sentak dengan kecepatan yang mengerikan, menerkam siapa saja yang lebih lambat. Ini bukan seperti di film. Mereka tidak lambat. Mereka adalah predator yang baru dilepaskan. "Kita lewat gang-gang kecil. Ikuti aku. Jangan lepaskan tanganku. Dan jangan berhenti, apa pun yang terjadi."
Jean mengencangkan genggamannya. "Oke."
Mereka mulai berlari.
Setiap lorong adalah labirin baru yang penuh kengerian. Mereka melewati bagian belakang sebuah restoran, di mana seorang koki yang sudah berubah membentur-benturkan kepalanya ke pintu dapur yang terbuat dari baja, lagi dan lagi. Mereka melompati pagar sebuah rumah, mendarat di taman yang terawat indah di mana pemiliknya tergeletak di samping selang air yang masih menyala, lehernya terkoyak.
Setiap suara membuat mereka tersentak. Setiap bayangan membuat jantung mereka berhenti berdetak. Orion memimpin, tubuhnya bergerak dengan insting seorang pesilat, ringan, cepat, dan selalu waspada pada lingkungan sekitar. Ia adalah perisai, dan Jean adalah matanya, melirik ke setiap sudut yang mungkin terlewat oleh Orion. Mereka adalah tim yang sempurna bahkan di tengah neraka.
Saat melintasi sebuah tempat parkir yang kosong, sebuah teriakan lain yang berbeda membelah udara. Bukan jeritan primal dari Jangkitan, tapi teriakan minta tolong yang penuh kepanikan.
"TOLONG! SIAPAPUN!"
Orion berhenti, berjongkok di balik sebuah mobil. Jean ikut merunduk di sampingnya. Suara itu datang dari sebuah gang di seberang tempat parkir.
"Jangan," bisik Jean. "Kita tidak bisa menolong semua orang."
"Aku tahu," jawab Orion, tapi kakinya berkata lain. Ia tidak bisa mengabaikannya. "Kita hanya lihat. Sebentar."
Mereka merayap pelan, mengintip dari balik sudut tembok. Pemandangan itu membuat darah Orion mendidih. Dua orang siswa berseragam yang ia kenali dari sekolah lain, terpojok di ujung gang buntu. Salah satunya adalah Ravi, mantan pacar Jean, yang mengayunkan potongan kayu dengan panik ke arah dua Jangkitan yang mendekat. Di belakang Ravi, Bimo meringkuk ketakutan, tubuhnya yang besar gemetar hebat sambil memeluk erat sebuah kotak ayam goreng yang sudah penyok.
Ayunan kayu Ravi sama sekali tidak efektif. Salah satu Jangkitan berhasil menangkap kayu itu, menariknya dengan kekuatan luar biasa hingga Ravi terhuyung ke depan.