Jangkitan: Wabah Zombie di Bogor

Kingdenie
Chapter #7

Ular di Bawah Atap

Malam kedua terasa berbeda.

Malam pertama adalah tentang adrenalin dan syok, tentang bertahan hidup dari jam ke jam. Malam kedua adalah tentang kesadaran. Kesadaran akan keheningan yang memuakkan di antara erangan para Jangkitan di kejauhan. Kesadaran akan debu yang beterbangan di setiap helaan napas. Dan yang paling utama, kesadaran bahwa mereka terperangkap bersama, lima orang asing yang dipersatukan oleh takdir, bukan pilihan.

Jadwal jaga pertama jatuh pada Ravi dan Elena, dari tengah malam hingga pukul tiga pagi. Mereka duduk di puncak tangga lantai dua, sebuah lokasi strategis yang memberikan pemandangan ke arah tangga lantai bawah dan pintu kamar Bimo. Ravi gelisah, tongkat kayu dari kaki meja terus-menerus diketuk-ketukkan ke lantai dengan ritme yang gugup. Elena, sebaliknya, duduk diam dalam posisi lotus, punggungnya lurus, matanya menatap ke dalam kegelapan. Di pangkuannya tergeletak buku agenda yang ia jadikan buku catatan, diterangi oleh cahaya redup dari layar ponselnya.

"Apa yang kamu tulis?" tanya Ravi, lebih untuk memecah kesunyian daripada karena penasaran.

Elena tidak langsung menjawab. Ia menyelesaikan satu kalimat, jarinya bergerak lincah di atas layar, sebelum akhirnya menoleh pada Ravi. "Observasi," katanya singkat.

"Observasi soal apa? Soal debu?" cibir Ravi.

Sebuah senyum tipis yang ganjil tersungging di bibir Elena. "Soal pola. Perilaku. Di luar sana," ia membuat gerakan samar ke arah jendela, "dan di dalam sini." Tatapannya beralih sejenak ke pintu kamar Bimo. "Aku mencatat interval waktu antara suara-suara di luar. Ada semacam ritme. Mereka lebih aktif saat gelap total, dan suara tampaknya memicu respons berkelompok. Menarik."

Ravi bergidik. Cara Elena membicarakannya terdengar seperti seorang ahli biologi yang mengamati koloni serangga, bukan seorang gadis remaja yang ketakutan. "Dan di dalam sini?" tanyanya lagi.

"Di dalam sini," kata Elena, menatap lurus ke mata Ravi, "aku mencatat dinamika kekuatan. Orion jelas adalah pemimpin de facto. Jean adalah letnannya, sekaligus penasihat moralnya. Bimo adalah aset kita yang paling berharga. Dan kamu ..." ia berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya menggantung, "... kamu adalah elemen yang tidak bisa diprediksi."

Ravi tersinggung. "Apa maksudmu?"

"Kamu didorong oleh emosi," lanjut Elena, nadanya tetap tenang, seolah sedang mendiagnosis penyakit. "Rasa takutmu, kesetiaanmu pada Jean, kecemburuanmu pada Orion. Itu membuatmu berbahaya, tapi juga berpotensi berguna." Ia mencondongkan tubuhnya sedikit. "Orion itu pemimpin yang baik. Tapi dia sentimental. Dia mempertaruhkan nyawa Jean hari ini untuk beberapa botol air. Keberanian dan kebodohan terkadang hanya dipisahkan oleh hasil akhir."

Kata-kata itu, yang diucapkan seperti bisikan ular, menancap tepat di sasaran. Elena sedang memvalidasi ketakutan terbesar Ravi: bahwa Orion, dengan kepemimpinan heroiknya, justru akan membahayakan Jean. Elena tidak memihak. Ia hanya menabur benih keraguan, lalu bersandar kembali dan mengamati benih itu tumbuh dalam kegelapan.

Pukul tiga pagi, giliran jaga berganti. Orion dan Jean mengambil alih posisi di puncak tangga. Ravi, dengan pikiran yang kini dipenuhi racun keraguan, naik ke lantai tiga untuk mencoba tidur. Elena juga naik, tapi Orion ragu gadis itu benar-benar tidur.

Satu jam pertama berlalu dalam keheningan yang nyaman. Orion dan Jean duduk berdampingan, bahu mereka bersentuhan. Kehadiran satu sama lain adalah satu-satunya jangkar di dunia yang gila ini. Mereka tidak banyak bicara, hanya berbagi keheningan, mendengarkan napas masing-masing dan suara-suara mengerikan dari kota yang sekarat.

Di tengah keheningan itu, pintu kamar Bimo berderit terbuka. Keduanya langsung siaga, Orion mengangkat tongkat bo-nya. Tapi yang keluar bukanlah monster. Hanya Bimo, yang berjalan terseok-seok, wajahnya pucat di bawah cahaya bulan yang menerobos jendela.

"Aku ... aku harus ke kamar mandi," bisiknya, tampak malu. Kamar mandi satu-satunya berada di lantai tiga.

"Biar kuantar," kata Jean lembut, segera bangkit.

Lihat selengkapnya