Jangkitan: Wabah Zombie di Bogor

Kingdenie
Chapter #29

Gaung dari Seorang Lelaki Tua

Pelarian mereka dari toko buku adalah sebuah kepanikan massal yang terfragmentasi, sebuah pelarian buta yang didorong oleh satu emosi murni: kengerian. Suara ledakan granat kejut dan raungan terakhir Surya terus bergema di telinga mereka, lebih nyata daripada suara langkah kaki mereka sendiri yang berdebam di gang-gang sempit yang gelap.

Mereka berlari tanpa tujuan, hanya mengikuti insting paling dasar untuk menjauh dari sumber rasa sakit. Orion memimpin, menyeret Jean yang tubuhnya lemas karena syok. Gadis itu tidak menangis. Ia hanya berlari, matanya kosong, napasnya tersengal-sengal dalam isakan yang tertahan. Bayangan Surya yang ditelan oleh lautan Jangkitan telah membakar dirinya ke dalam benaknya, sebuah luka bakar di jiwanya.

Di belakang mereka, Bimo dan Ravi mengikuti. Bimo, dengan kekuatannya yang baru, praktis setengah menggendong Ravi yang staminanya sudah di ambang batas. Setiap kali Ravi terhuyung, Bimo akan menariknya kembali, gerakannya mantap dan penuh tujuan. Ia tidak lagi melihat ke belakang. Ia hanya fokus untuk memastikan tidak ada lagi yang tertinggal.

Setelah berlari selama sepuluh menit, saat adrenalin mulai memudar dan digantikan oleh rasa sakit yang tajam di paru-paru mereka, Ravi yang pertama kali melihatnya.

"Di ... di sana," katanya terengah-engah, menunjuk ke sebuah pintu besi berkarat di dinding sebuah restoran tua yang fasadnya sudah hancur. Pintu itu sedikit terbuka. "Pintu ... ruang bawah tanah."

Tanpa perlu dikomando, mereka berbelok tajam dan menyelinap masuk ke dalam celah sempit itu. Orion menjadi yang terakhir masuk, memeriksa jalanan di belakang mereka sebelum menutup pintu besi itu. Terdengar suara yang berat saat ia mengunci gerendel dari dalam adalah suara pertama dari keheningan baru mereka.

Mereka berada di puncak sebuah tangga beton yang curam, yang mengarah ke kegelapan total di bawah. Bau jamur, tanah lembap, dan bau apek menyambut mereka. Dengan hati-hati, menggunakan sisa daya senter ponsel Orion, mereka menuruni tangga.

Ruang bawah tanah itu adalah sebuah gudang bahan makanan yang nampaknya sudah tidak tersentuh. Rak-rak kayu yang reyot berjejer di sepanjang dinding, dipenuhi oleh karung-karung goni yang kempes dan toples-toples rempah raksasa yang kini diselimuti oleh jaring laba-laba tebal. Udaranya dingin dan pengap, tapi tempat itu kering dan yang terpenting, tersembunyi. Jauh di bawah permukaan jalanan neraka.

Mereka aman.

Dan di dalam keamanan yang menyesakkan itu, bendungan emosi mereka akhirnya jebol.

Jean adalah yang pertama hancur. Begitu Orion memastikan pintu di atas aman, Jean ambruk ke lantai yang dingin, tubuhnya terguncang oleh isak tangis yang hebat dan tak terkendali. Ia tidak lagi mencoba menahannya. Ia menangis sejadi-jadinya, memukul-mukul lantai beton dengan tinjunya, sebuah luapan duka yang mentah dan menyakitkan. Ia mencengkeram busur yang tersampir di punggungnya, seolah itu adalah satu-satunya peninggalan nyata dari lelaki tua yang telah mengorbankan segalanya untuk mereka.

"Dia ... dia seharusnya enggak ..." isak Jean, kata-katanya terputus-putus. "Kita ... kita seharusnya ..."

Lihat selengkapnya