Jangkitan: Wabah Zombie di Bogor

Kingdenie
Chapter #33

Perlombaan Melawan Fajar

Land Cruiser itu menerjang maju, menghantam pintu garasi yang tertutup dengan bunyi lengkingan metal yang mengerikan. Pintu itu robek dari engselnya seolah-olah terbuat dari karton. Mereka melesat keluar dari kegelapan garasi, masuk ke dalam malam Kebun Raya yang diterangi cahaya bulan.

"Gerbang timur!" seru Jean, menunjuk ke peta. "Itu yang paling dekat ke jalan raya utama!"

"Bimo?" tanya Orion, matanya tetap fokus ke depan.

"Banyak," bisik Bimo. "Mereka berkumpul di dekat gerbang. Mereka mendengar kita."

"Kita enggak punya pilihan," kata Orion. "Pegang erat-erat."

Ia membanting setir, mobil raksasa itu meluncur di atas hamparan rumput yang tadinya terawat, kini meninggalkan jejak ban yang dalam seperti luka. Pohon-pohon kuno melesat melewati jendela mereka seperti hantu-hantu yang marah. Benar saja, saat mereka mendekati gerbang timur, puluhan Jangkitan sudah berkumpul di sana, terpancing oleh suara mesin. Kepala mereka serempak menoleh, mata mereka menyala liar, merah menyayat seperti luka terbuka di tengah kegelapan

Orion tidak melambat. "Tundukkan kepala!" teriaknya.

Mobil itu menghantam gerbang besi tempa dengan kecepatan penuh. Terdengar bunyi benturan yang memekakkan, dan untuk sesaat, dunia terasa berhenti. Lalu, dengan satu erangan terakhir dari logam yang menyerah, gerbang itu jebol. Mereka berhasil keluar, kembali ke jalanan aspal kota Bogor.

Tapi mereka tidak lagi menjadi hantu. Kini, mereka adalah badai. Suara mesin dan lampu depan yang menyala terang adalah suar yang memanggil setiap predator dalam radius beberapa kilometer. Dari setiap gang, dari setiap gedung yang gelap, para Jangkitan mulai berhamburan keluar. Pengejaran telah dimulai.

Mengemudi di kota yang telah mati adalah sebuah mimpi buruk. Orion harus membelok tajam untuk menghindari bangkai-bangkai mobil, truk yang terguling, dan barikade-barikade darurat yang ditinggalkan. Jalanan adalah sebuah labirin rintangan.

"Dua blok di depan, belok kiri!" seru Jean, matanya bergerak cepat antara peta dan jalanan di depan. "Kita harus masuk ke Jalan Pajajaran!"

"Terlalu banyak di sana!" pekik Bimo dari belakang, tangannya menekan pelipisnya. Gema di kepalanya kini bukan lagi hanya dari sang Alfa, tapi dari ratusan pikiran buas yang lapar. "Gerombolan besar. Mereka datang dari arah Balai Kota!"

"Kita harus lewat!" balas Orion. "Itu satu-satunya jalan menuju selatan!"

Ia menginjak gas lebih dalam. Land Cruiser itu meraung, melesat maju. Pemandangan di depan mereka seperti adegan dari neraka. Ratusan Jangkitan memenuhi jalan raya utama, tubuh mereka yang pucat tampak mengerikan di bawah cahaya lampu mobil.

"Tembak!" teriak Orion.

Jendela-jendela mobil terbuka. Ravi dan Jean mulai menembak, letusan pistol mereka terdengar kecil dibandingkan dengan deru mesin. Orion, dengan satu tangan di kemudi, juga menembakkan senapan serbunya keluar jendela.

Ia tidak mencoba menghindari mereka. Ia menabrak mereka.

Bunyi benturan tubuh-tubuh yang menghantam baja mobil terasa seperti pukulan-pukulan drum yang mengerikan. Darah dan daging memercik di kaca depan, membuat Jean menjerit ngeri. Wiper mobil bergerak, hanya untuk menyebarkan cairan merah kental itu ke seluruh kaca, membutakan mereka sesaat.

Di tengah kekacauan itu, sebuah sosok yang lincah melompat dari atap sebuah ruko. Ia mendarat dengan mulus di atap Land Cruiser itu dengan bunyi GEDEBUK yang berat.

Sang Alfa.

"Dia di atas kita!" teriak Ravi panik.

Terdengar suara cakaran logam yang memekakkan saat makhluk itu mencoba merobek atap mobil. Orion membanting setir ke kiri dan ke kanan dengan liar, mencoba melepaskan predator itu. Mobil itu berbelok tak terkendali, menghantam sisi sebuah bus yang terbakar.

Sang Alfa kehilangan keseimbangannya, tapi ia tidak jatuh. Ia merayap ke kap mesin. Wajahnya memenuhi kaca depan, mata merahnya terkunci pada Bimo. Mata yang bukan hanya marah, tapi seolah menuntut kepemilikan.

Lihat selengkapnya