Jangkitan: Wabah Zombie di Bogor

Kingdenie
Chapter #38

Pilihan Sang Anomali

Bunyi pintu baja yang terbanting menutup adalah suara terompet kiamat. Gema metaliknya menghantam dinding-dinding ruang server, bergetar di tulang rusuk mereka sebelum akhirnya lenyap, meninggalkan keheningan yang lebih mengerikan daripada suara apa pun. Selama sepersekian detik, waktu membeku. Orion, Ravi, Jean, dan Bimo menjadi empat titik kesadaran yang terperangkap bersama di dalam sebuah makam teknologi.

Kegelapan total ditikam oleh cahaya merah darah dari lampu darurat yang berkedip-kedip, mewarnai wajah-wajah mereka dengan rona kepanikan. Bayangan mereka menari liar di dinding seperti hantu-hantu yang gelisah.

"Ravi, buka pintunya!" raung Orion. Ia menghantam pintu itu dengan bahunya, sebuah tindakan sia-sia yang hanya menghasilkan rasa sakit yang tumpul dan bunyi gedebuk yang menyedihkan. Pintu itu tak bergeming.

"Enggak bisa!" teriak Ravi, matanya liar di bawah cahaya merah. Ia sudah berada di depan panel kontrol, jari-jarinya yang gemetar terbang di atas keyboard yang mati. "Dayanya mati total! Kunci magnetisnya kembali ke mode default. Terkunci permanen! Sesuatu ... di luar sana memutus generator utama!"

Dari balik pintu baja, jeritan kemenangan sang Alfa terdengar, teredam namun jelas. Suara itu tidak hanya masuk melalui telinga mereka; suara itu merayap di sepanjang lantai logam, naik melalui sol sepatu mereka, sebuah getaran penuh kebencian yang mengumumkan bahwa perangkapnya telah berhasil dengan sempurna.

Jeritan itu diikuti oleh suara baru. Suara cakaran. SREKKK ... SREKKK ... Pelan pada awalnya, lalu semakin keras dan semakin panik. Kuku-kuku setajam silet menggores permukaan baja pintu, menciptakan simfoni mengerikan yang perlahan-lahan menggerogoti saraf mereka.

"Dia mencoba masuk," bisik Jean, punggungnya menempel di dinding terjauh, pistol teracung ke arah pintu.

Saat itulah serangan yang sesungguhnya dimulai, dan itu tidak datang dari pintu.

Bimo tiba-tiba menjerit, sebuah jeritan melengking yang penuh dengan rasa sakit yang tak tertahankan. Ia ambruk ke lantai, kedua tangannya mencengkeram kepalanya, tubuhnya mulai kejang. Matanya yang tadinya jernih kini memutih, dan dari mulutnya keluar erangan yang bukan lagi suaranya sendiri.

"Bim!" Jean langsung meluncur ke sisinya, mencoba memeluk tubuh anak itu yang terguncang hebat.

"Apa yang terjadi padanya?!" teriak Ravi, mundur selangkah dari pemandangan mengerikan itu.

"Bukan cakaran di pintu yang menjadi serangannya," kata Orion, kesadaran dingin menghantamnya. Matanya tertuju pada Bimo yang sedang kesakitan. "Itu hanya pengalih perhatian. Serangan sebenarnya ... terjadi di dalam kepalanya."

Sang Alfa tidak perlu masuk secara fisik. Ia telah menemukan cara untuk menembus dinding baja. Dengan pikirannya. Ia menyerang Bimo secara langsung di medan perang kesadaran.

Di dalam benak Bimo, dunia adalah lautan kebisingan dan rasa sakit. Suara sang Alfa bukan lagi bisikan, melainkan sebuah badai. Ia merasakan kesadaran dingin makhluk itu merobek pertahanan mentalnya, membanjirinya dengan gambaran-gambaran kekuasaan dan keputusasaan.

Kau sendirian, Anomali, suara itu bergema, dingin dan logis. Lihat teman-temanmu. Mereka takut padamu. Mereka mengurungmu. Mereka hanya menggunakanmu. Aku ... aku memahamimu. Aku tahu bagaimana rasanya menjadi satu-satunya yang tercerahkan di dunia yang buta.

Bimo melihat gambaran Jean yang menodongkan pistol ke arahnya. Ia melihat Ravi yang menyebutnya bom waktu. Ia melihat Orion yang ragu. Kebenaran-kebenaran parsial itu dipelintir menjadi senjata yang tajam, menusuk langsung ke dalam ketakutan terbesarnya.

Bergabunglah denganku, tawar suara itu, kini nadanya lebih lembut, menggoda. Hentikan rasa sakit ini. Bersama, kita akan menjadi satu. Satu pikiran. Satu kehendak. Kita akan menjadi Tuhan bagi dunia baru ini. Kau tidak akan pernah sendirian lagi.

Di ruang server, Jean memeluk Bimo erat-erat. "Bimo, dengarkan aku!" teriaknya, suaranya putus asa, mencoba menembus kabut kejang yang dialami Bimo. "Itu bohong! Kami bersamamu! Lawan dia!"

Ravi, melihat perjuangan Bimo, tersadar dari kepanikannya. Sesuatu di dalam dirinya merasa bersalah, mungkin, atau sisa-sisa keberanian yang baru ia temukan telah mengambil alih. "Servernya!" pekiknya. "Mungkin mesin-mesin ini ... bertindak seperti antena! Menguatkan sinyalnya!"

Lihat selengkapnya