Suara baling-baling helikopter yang mendekat adalah detak jantung kematian itu sendiri. Awalnya samar, sebuah denyutan rendah di batas pendengaran, lalu perlahan-lahan tumbuh menjadi raungan yang mengguncang dinding-dinding ruang server, sebuah badai logam yang datang untuk memanen keheningan mereka. Di layar radar, tiga titik hijau, berlabel Tim Pengekstrak Kobra bergerak cepat, membentuk formasi segitiga yang akan segera menutup di atas lokasi mereka.
Waktu untuk berdebat telah habis. Waktu untuk takut telah menjadi sebuah kemewahan yang tidak mereka miliki. Yang tersisa hanyalah misi.
"Rav, berapa lama?" tanya Orion, suaranya tenang secara tidak wajar. Ia sedang memeriksa magasin terakhirnya, menghitung setiap butir peluru dengan gerakan yang disengaja. Tujuh belas peluru. Tujuh belas kesempatan terakhir untuk menentang akhir dunia.
"Untuk mengunggah seluruh paket data Dr. Aris dan pesan kita ... mungkin lima menit," jawab Ravi, matanya tidak pernah lepas dari layar. "Tapi untuk membuat siaran langsung yang bisa didengar ... aku bisa melakukannya sekarang."
"Lakukan," kata Orion. Ia menatap Jean, yang sedang berdiri di samping Bimo yang masih lemah. "Jean, kau dan aku di barikade. Bimo, tetap di belakang kami. Beri tahu kami apa yang kau dengar. Setiap langkah, setiap bisikan."
Bimo mengangguk, wajahnya pucat namun matanya menyala dengan konsentrasi yang menyakitkan. Ia bukan lagi hanya seorang anak; ia adalah menara pengawas mereka, indra terakhir mereka.
Mereka mengambil posisi di balik tumpukan rak server dan perabotan yang mereka jadikan benteng darurat di depan pintu baja. Orion berlutut di satu sisi, Jean di sisi lain. Mereka saling pandang di tengah cahaya merah yang berkedip-kedip. Tidak ada kata yang terucap, tetapi di mata mereka, ada sebuah pemahaman yang melampaui kata-kata. Ini mungkin akhir dari jalan mereka, tetapi mereka akan menghadapinya bersama, bahu-membahu, seperti yang selalu mereka lakukan.
Di belakang mereka, Ravi menarik mikrofon tua dari konsol. Ia menatap lampu merah kecil bertuliskan "ON AIR". Ia menelan ludah, tenggorokannya terasa kering. Ia bukan seorang prajurit. Ia bukan seorang pahlawan. Ia hanyalah seorang remaja yang suka mengotak-atik barang elektronik, yang pernah begitu takut hingga ia siap meninggalkan temannya untuk mati. Tapi saat ia menatap punggung Orion dan Jean yang siap menjadi perisai baginya, ia menemukan kekuatan yang tidak pernah ia tahu ia miliki. Ia tidak hanya akan berbicara untuk dirinya sendiri. Ia akan menjadi suara bagi mereka yang telah dibungkam selamanya.
Ia menekan tombol transmisi.
"Tiga helikopter," bisik Bimo, matanya terpejam. "Mereka mendarat. Sisi utara menara. Aku bisa mendengar ... sepatu bot di atas kerikil. Banyak sekali."
Di tengah keheningan ruang server, suara Ravi mulai bergema, disiarkan ke setiap radio yang mungkin masih menyala di dunia yang sekarat di bawah sana.
"Untuk siapa pun yang mendengar ini ... Untuk semua unit militer dan polisi di Sektor Bogor ... Untuk setiap warga sipil yang masih hidup dan mendengarkan di frekuensi darurat," suaranya dimulai dengan gemetar, lalu menjadi semakin kuat, dipenuhi oleh amarah yang benar. "Nama saya Ravi. Saya adalah salah satu penyintas. Saya menyiarkan dari menara transmisi utama di Gunung Salak. Apa yang akan saya katakan adalah kebenaran. Peringatan: Lapangan Sempur adalah jebakan. Ulangi, Lapangan Sempur adalah zona pembantaian."
"Mereka di luar gedung," lapor Bimo, suaranya menegang. "Mengelilingi kita. Aku bisa mendengar ... suara logam. Mereka memasang sesuatu di pintu."
Orion memberi isyarat pada Jean, menunjuk ke pintu. Mereka berdua mengarahkan senjata mereka, menunggu.
"Operasi Sapu Jagat ... bukanlah misi penyelamatan," lanjut Ravi, suaranya kini bergetar karena emosi. "Itu adalah protokol pemusnahan massal yang dirancang untuk membungkam semua saksi. Pada pukul 06:00 pagi ini, sebuah bom akan dijatuhkan di pusat kota Bogor untuk menghapus semua jejak dari kejahatan terbesar yang pernah dilakukan oknum pemerintah."
Ia menceritakan semuanya. Tentang Proyek Chimera. Tentang para Varian yang sengaja dirancang. Tentang wabah yang merupakan sebuah kecelakaan yang ditutup-tutupi. Ia berbicara tentang pengorbanan para polisi di markas, tentang Bripda Rani yang memilih untuk mengakhiri hidupnya daripada menjadi monster. Ia berbicara tentang seorang kakek bernama Surya, yang mengorbankan dirinya di sebuah toko buku untuk menyelamatkan empat anak yang baru ia kenal.