Ruang server itu adalah sebuah neraka beku, sebuah diorama kematian yang diterangi oleh cahaya merah yang berkedip-kedip dan sinar laser hijau yang membelah asap. Waktu seolah meregang, setiap detiknya terasa lama sekali. Di satu sisi berdiri empat remaja yang compang-camping, babak belur, dan di ambang batas kekuatan mereka. Di sisi lain, siluet-siluet prajurit Pasukan Khusus Kobra, mesin-mesin yang terlatih muncul dari balik asap, bergerak dengan efisiensi yang dingin.
"Letakkan senjatamu! Menyerah sekarang!" Suara komandan dari balik helmnya terdengar seperti suara mesin, tanpa emosi, tanpa keraguan. Laser hijau dari senapan serbunya tidak goyah, tetap terkunci di dada Orion.
Orion menatap titik hijau itu. Ia tidak melihatnya sebagai ancaman, melainkan sebagai sebuah titik fokus. Sebuah jangkar di tengah badai. Ia telah berlari cukup jauh. Ia telah kehilangan terlalu banyak. Di belakangnya, ada Bimo, bukti hidup dari semua kebohongan. Ada Jean, hatinya. Ada Ravi, penebusan dosanya. Tidak ada lagi tempat untuk mundur.
Senyum getir tersungging di bibirnya. "Untuk Pak Surya," bisiknya, lebih pada dirinya sendiri.
Lalu, alih-alih menjatuhkan senjatanya, ia menarik pelatuk.
TRATATAT!
Orion tidak menembak ke arah para prajurit. Tembakannya adalah sebuah pernyataan, sebuah aksi pembangkangan terakhir. Ia memberondong sebuah panel kontrol besar di dinding, menghancurkannya dalam hujan percikan api dan pecahan plastik. Di saat yang sama, ia berteriak, "SEKARANG!"
Itu adalah sinyal yang telah mereka sepakati dalam diam. Pertempuran terakhir mereka tidak akan dimenangkan dengan peluru, melainkan dengan kekacauan.
Ravi, yang sudah siap di bawah konsol, menyatukan dua kabel tebal yang telah ia siapkan. Sistem pencegah kebakaran yang berjalan dengan daya cadangan terpisah langsung aktif. Dari langit-langit, semburan gas Halon yang dingin dan menyesakkan menyembur ke bawah, menciptakan kabut putih tebal yang langsung menelan seluruh ruangan, mengacaukan sistem night-vision para prajurit.
Di tengah kebingungan itu, Jean tidak menembak untuk membunuh. Ia menembak ke arah lampu-lampu darurat di langit-langit. Satu per satu lampu itu pecah, menenggelamkan ruangan ke dalam kegelapan yang nyaris total, hanya menyisakan kilatan-kilatan dari moncong senjata dan percikan api dari panel yang hancur.
"BIM, ARAHKAN KAMI!" teriak Orion.
Ini adalah pertarungan di dalam kegelapan, di dalam kabut, di dalam neraka yang mereka ciptakan sendiri. Para prajurit Kobra, yang terlatih untuk bertempur di lingkungan apa pun, kini dibutakan dan kebingungan. Laser hijau mereka menyapu liar, mencoba menemukan target yang kini bergerak seperti hantu.
"Dua di sebelah kiri, di balik Rak-7!" suara Bimo terdengar, jernih di tengah kekacauan.
Orion, yang bergerak dengan insting silatnya, berputar dan melepaskan tembakan terkendali ke arah yang ditunjuk Bimo. Terdengar erangan kesakitan, diikuti oleh bunyi tubuh yang jatuh.
"Satu di atas kita, di saluran kabel!"
Jean mendongak, menembak ke langit-langit yang gelap. Terdengar pekikan marah saat seorang prajurit yang mencoba mengambil posisi tinggi kehilangan pijakan dan jatuh dengan keras.
Mereka adalah empat bagian dari satu organisme yang mematikan. Bimo adalah matanya, Orion dan Jean adalah taringnya, dan Ravi adalah otaknya yang menciptakan kekacauan. Selama beberapa menit mereka berhasil menahan pasukan elite itu, mengubah ruang server menjadi labirin kematian mereka.
Tapi mereka tahu itu tidak akan bertahan lama. Amunisi mereka menipis. Kabut mulai menipis. Dan jumlah musuh mereka terlalu banyak.
"Mereka mulai beradaptasi!" lapor Bimo, suaranya tegang. "Mereka menggunakan pelacak panas!"