Jangkitan: Wabah Zombie di Bogor

Kingdenie
Chapter #47

Dua Menit Dalam Kegelapan

Jam digital di dinding Ruang Peta adalah sebuah bom waktu yang sunyi. Angka-angkanya yang merah dan tajam berkedip tanpa emosi, tidak peduli pada drama pengkhianatan yang baru saja terjadi. Di sana, di bawah tatapan bangga kakeknya, Orion berdiri, senyum tipis di wajahnya adalah sebuah topeng yang menyembunyikan badai di dalam dirinya. Ia adalah bidak pion yang siap melakukan skakmat.

14:59:58 ...

14:59:59 ...

Di bengkel teknologi, jari Ravi melayang di atas tombol ‘ENTER’. Keringat dingin membasahi pelipisnya. Seluruh hidupnya, ia selalu membobol sistem untuk iseng, untuk membuktikan ia bisa. Kini, ia akan meruntuhkan sebuah sistem untuk bertahan hidup.

Di ruang interogasi, Jean menggeser berat badannya sedikit ke depan, otot-ototnya menegang. Dr. Melina sedang sibuk menulis di tabletnya, benar-benar yakin bahwa semangat tawanannya telah patah.

Di laboratorium medis, Bimo memejamkan mata, kesadarannya menyebar ke seluruh jaringan istana seperti jaring laba-laba hantu. Ia siap melepaskan badai.

15:00:00.

Ravi menekan tombol itu.

Dan dunia pun padam.

Kegelapan yang datang bukanlah kegelapan malam yang perlahan. Itu adalah sebuah amputasi. Satu detik, Ruang Peta diterangi oleh cahaya biru agung dari peta holografik. Detik berikutnya, hanya ada kegelapan total dan menyesakkan. Suara dengungan server, pendingin udara, semuanya mati, meninggalkan keheningan yang memekakkan telinga, hanya dipecah oleh beberapa lampu darurat di ujung koridor yang berkedip lemah.

Di dalam kegelapan yang tiba-tiba itu, kepanikan adalah musuh pertama. Kakek Orion bereaksi dengan insting seorang prajurit veteran. "Status! Laporkan!" raungnya ke dalam kegelapan, tangannya langsung meraih pistol di pinggangnya. "Santoso, aktifkan protokol darurat!"

Tapi Orion telah dilahirkan dan ditempa di dalam kegelapan ini. Saat mata kakeknya dan Mayor Santoso masih mencoba beradaptasi, Orion sudah bergerak. Ini bukan lagi pertarungan cucu melawan kakek. Ini adalah pertarungan antara dua predator.

Ia tidak menyerang kakeknya. Itu adalah kesalahan seorang amatir. Target pertamanya adalah ancaman yang paling dekat dan paling bisa diprediksi. Dengan pisau perak di tangan, ia meluncur tanpa suara ke arah Mayor Santoso, yang sedang meraba-raba mencari komunikatornya. Pertarungan itu brutal, intim, dan sunyi. Sebuah tarian silat yang mematikan di antara bayang-bayang. Santoso mungkin seorang prajurit yang tangguh, tapi Orion adalah murid terbaik dari sang Jenderal, dan ia bertarung dengan amarah dari pengkhianatan yang membakar jiwanya. Terdengar suara erangan yang tercekik, diikuti oleh bunyi tubuh yang jatuh, dan Orion kembali menyatu dengan kegelapan, kini memegang sebuah kartu kunci di tangannya.

Di saat yang sama, di laboratorium medis, kegelapan adalah sebuah pembebasan bagi Bimo. Mesin-mesin yang memenjarakannya mati. Pengekang di tubuhnya melonggar secara otomatis. Tapi ia tidak bergerak. Kesadarannya meledak keluar. Ia membanjiri sistem keamanan istana dengan ribuan sinyal hantu. Di perangkat-perangkat genggam para prajurit Kobra, denah istana yang tadinya tenang kini menyala seperti pohon natal gila. Lusinan tanda "PENYUSUP" muncul serempak di setiap koridor, setiap ruangan, dari gudang bawah tanah hingga atap. Kekacauan total.

Di ruang interogasi, kegelapan adalah sekutu Jean. "Apa yang terjadi?" sentak Dr. Melina, suaranya tajam karena terkejut. Itu adalah kata-kata terakhir yang sempat ia ucapkan dengan jelas. Jean melompat ke atas meja, gerakannya sunyi dan efisien seperti seekor macan kumbang. Pertarungan itu tidak berlangsung lama. Jean tidak membunuh. Ia hanya melumpuhkan. Sebuah hantaman keras dengan ujung tablet ke pelipis sang dokter sudah lebih dari cukup. Dengan kartu kunci milik Dr. Melina di tangan, Jean menyelinap keluar ke koridor yang kini diterangi oleh alarm merah yang berkedip tanpa suara.

Lihat selengkapnya