Seberkas cahaya tak pandai menyilaukan sinarnya, hanya sombong dengan seutas sosok tak mengerti hidup dan mati, dan berdusta pada alam yang mengijinkannya sekedar singgah, sungguh mengesankan sehingga tercium aroma sehabis hujan menjadi ciri khas jalan setapak ini, sunyi senyap hanya sisa tetesan rintik yang terdengar mengericik di telinga. Lembab dan dingin jadi suasana indah terlukis di depannya. Seorang gadis bertubuh tinggi berkulit putih melangkahkan kaki tanpa tau tujuan, bola mata bulat nan cantik namun tersirat hal tak terkira. Tanpa disadari tetesan bening mulai menjamah pipi mulusnya, suara isakan tangis menjadi seirama dengan tetesan rintik yang mulai kalah karena isak tangis yang tak mampu ditahannya lagi. Menatap lekat hingga berakhir memeluk erat selembar kertas bertuliskan “ Wila Anasya LULUS”.
“aku lulus? Huh... ini mustahil” dengan suara terputus-putus Wila kembali melihat isi lembaran kertas itu. Wila masih tidak menyangka Ia dapat lulus dari SMA yang bahkan tidak sama sekali disukainya.
Wila seolah berbicara pada lembaran kertas layaknya gadis gila di pinggiran jalan “aku bahkan tidak menyelesaikan ujianku, bagaimana bisa? Apa yang aku rasakan? Aku sedih? Atau bahagia?.... ini benar-benar mustahil”
“tidak ada yang mustahil”
Wila terkejut mendengar seseorang menjawab, buru-buru Ia membalikkan badan dan menemukan sosok mungil berambut lurus sebahu menghampirinya tanpa melepas tatapan dingin padanya.
“hentikan tatapan itu, jangan membuat kesedihanku hancur Rey” kesal Wila menyadari kedatangan sahabatnya.
“kau saja yang tolol, kau lulus sekolah bukan dikeluarkan dari sekolah!” ucap Reyka merebut lembaran kertas milik Wila dan menjajarkan dengan miliknya, gadis mungil itu senyum sinis sambil berkata “ini hasil kau bolos dan hanya tidur dalam kelas! Woaah kau pintar sekali Wil” beriringan dengan tawa penuh ledek tak henti-henti. Melihat hal itu Wila mengeraskan rahang dan mengatup gigi kuat-kuat, Ia menggenggam tangannya erat dan langsung menyekap Reyka tanpa ampun, faktanya tubuh mungil Reyka tak mampu memberontak hingga keduanya tertawa lepas sambil melanjutkan langkah melewati jalan sunyi yang kini penuh tawa mereka.
Mengenal sejak kecil membuat mereka memiliki mimpi yang sama namun dengan cara berbeda mereka menjalaninya. Wila Anasya gadis cantik seakan tak ada cela untuk menunjukkan sisi jeleknya memilih bersahabat dengan sosok mungil yang mengandalkan ekspresi dinginnya kepada siapapun yang berani menatapnya keunikan itulah yang membuatnya ingin bersahabat dengan Reyka. Sebaliknya Reyka Lufilaili adalah gadis mungil dengan penampilan yang berantakan dan memiliki paras menakutkan, tapi jangan diragukan kecantikannya saat tersenyum, Reyka harus menerima persahabatan dari seorang gadis yang tak pandai dalam memanfaatkan kesempurnaannya. Menyelesaikan SMA bukan satu-satunya keberhasilan yang mereka dapat bersama, di sini mereka sekarang Universitas Sebelas Maret.
Seperti layaknya gadis biasa kedua gadis ini sibuk dengan dunia mereka sendiri tanpa memikirkan pandangan orang lain. Reyka baru saja menyandarkan Motor Sport maron yang dimodif, shockbreker yang dipilih paling seksi dan knalpot yang dibuat menjulang keatas itu terlihat sangat keren. Reyka melepaskan helm menampakkan rambut sebahu yang selaras dengan wajahnya. Tak lama McLaren 570S berwarna merah terparkir asal di dekatnya. Membuat Reyka menunjukkan senyum sinisnya, sementara pemilik mobil luncuran terbaru dari Dubai itu keluar dengan begitu anggun membuat semua yang melihat tercengang. Wila senang melihat tatapan semua orang yang terkagum-kagum melihatnya hingga bola mata Willa menyadari seseorang yang menatapnya biasa, seketika ia memasang wajah datar
“Rey astaga”
“astaga?” Reyka bingung, membuat Wila menggelengkan kepalanya berkali-kali, nyaris Wila ingin menghancurkan wajah mungil Reyka dengan kuku-kuku runcingnya.
“cuma kamu ya yang tidak menatapku kagum, sumpah aku kesal Rey” keluh Wila menghampiri Reyka yang masih betah duduk di motornya dengan tatapan datar
“dasar berlebihan, udah tebar pesonanya, Rey aku keluar dua jam lagi dah....” ucap Reyka dan ia pergi begitu saja tanpa mendengar teriakan maut Wila yang terus-terusan kesal dengannya. Walaupun kuliah disatu Universitas tapi jurusan mereka berbeda, si pemalas Wila mengambil kedokteran karena harus mengikuti jejak ayahnya, sedangkan Reyka mengambil jurusan Psikolog sesuai dengan keinginannya. Sudah hampir dua semester mereka menjalani dunia perkuliahan dan masih tetap menjalani hari seperti biasanya.
Kini Wila keluar lebih cepat dari Reyka, Ia menungggu Reyka di kantin kampus seorang diri sambil menikmati Jus Stroberi favoritnya dan asik memainkan ponsel, tak lama matanya melotot menatap layar ponsel dan buru-buru mengangkatnya. “ya? Lima belas menit lagi tunggu aja, oke” kalimat singkat itu seketika membuatnya cemas, Wila menekan pelipisnya dengan menyandarkan siku di meja.
“kenapa?” ucap Reyka yang baru saja sampai didepannya.
“Rey, kurasa orang tuamu sangat mampu membiayai segala kebutuhanmu, kamu bukan anak dari orang tidak berkecukupan” lirih Wila tidak menatap Reyka
“lalu?” jawab Reyka datar sambil mengunyah kentang goreng milik Wila
“ada yang meneleponmu? Apa katanya?” tambah Reyka seolah tau apa yang sebenarnya terjadi.
“Rey berhenti menerima Job kali ini” satu kalimat yang keluar dari mulut Wila membuat Reyka tertawa.
“aku serius Rey!” entah apa yang membuat Wila membentak Reyka kali ini, kaget Reyka menghentikan tawanya dan menatap Wila tajam.
“kamu yang menerima Wil, mengatakan ‘oke’,... tandanya aku sudah menerima job itu” jawab Wila menyandarkan punggungnya dan kedua tangan menyilang di dada.
“aku bisa membatalkan dan bilang Reyka sibuk, tidak sulit Rey” bantah Wila cepat
“kenapa tidak langsung bilang begitu tadi?”
“kamu akan tetap datang meski kubilang sibuk dan percuma” jawab Wila menunjukkan kelemahannya.
“Nah kalau begitu tunggu apa lagi, di mana lokasinya” seketika jiwa menggebu-gebu Reyka muncul tanpa perduli ekspresi kesal Wila.
“tempat biasa” hanya bisa menjawab lemas, mendengar hal itu Reyka pergi begitu saja,
”aku ikut....” teriak Wila.
***
Auman yang terdengar begitu pekat hingga terasa menyakiti gendang telinga, ditambah sorakan kencang melihatnya begitu lincah menjinakkan jalanan tajam, aroma aspal dan tumpukan ban bekas menjadi candu kehidupannya, meliuk-liuk diatas nyawanya sendiri tanpa memikirkan resiko kegagalan untuk menaklukkan emosi. Motor Sport maron melesat dengan kecepatan 120 masih tahap kecepatan normal menurut gadis mungil yang kini berada dipantauan semua mata yang menatapnya. Ia membiarkan lawannya menguasai permainan hingga menunggu waktu tepat memporak porandakan kekalahan lawan, pertandingan legal ini semakin menjadi, lawan bukan hanya mengincar kemenangan berkali-kali pengendali Motor Sport maron itu harus menghindari lesatan kejam lawannya. Putaran terakhir itu tanda penentuan pemenang. Reyka menunjukkan senyum sinisnya di balik helm, tangan mungilnya menarik gas meluapkan amarah atas kelakuan lawannya. Dalam hitungan detik Reyka telah menjajari lawannya dengan lirikan tajam membuat lawannya membulatkan mata dan lagi-lagi Reyka gadis mungil ini menaklukkan permainan.
Reyka menyandarkan motor, melepas helm dan membuka resleting jaket kulit hitam menampakkan gaya cool dan melepas rambutnya yang diikat satu, ia hanya mendengar sorakan riuh entah mencibir atau membanggakannya sebagai pemenang, Reyka tadak perduli. Wila menghampirinya dan menyodorkan minum tanpa mengucapkan sepatah kata, mereka menuju kesatu arah.
“memang sulit mengalahkanmu” laki-laki bertubuh tinggi tegap mengulurkan tangannya
Reyka masih tidak menyambut tangan itu, ia sedikit mendongak keatas agar bertemu dengan mata yang masih menatapnya lalu ia menunjukkan senyum sinisnya, membuat lelaki itu paham ia tak akan berjabat tangan dan begitu saja Reyka meninggalkannya. Di balik pohon Reyka dan Wila berhenti, sebuah amplop berwarna coklat tepat di depan mata, Reyka menerimanya dan ia membalik badan seorang lelaki telah menatapnya dan saling menganggukkan kepala.
“jangan senyum dan langsung gunakan helmmu” ucap Reyka lirih kepada Wila
“kenapa?” tanya Wila dan tak mendapat jawaban dari Reyka
Mereka kembali melewati gerombolan lelaki yang masih saling high five langkah mereka membuat lelaki itu terfokus
“mau kemana, buru-buru sekali?” tanya salah satunya dan yang lain tertawa,
“kembali ke kampus permisi ya” dengan polosnya Wila menjawab dan membuat lelaki itu tertawa semakin girang, Reyka menarik tangan Wila cepat tapi langkahnya terhenti, seorang lelaki juga menarik tangan Wila asal.
“jangan sombong begitu, santai saja di sini” Wila berusaha melepas tangannya tapi sayang genggaman lelaki itu lebih kuat, Reyka menyipitkan matanya tanda kesal sudah memuncak, melepas tangan Wila dan langsung berdiri dihadapan lelaki itu dengan jarak yang hanya beberapa inci
“lepaskan tangannya atau tanganmu lepas dari tubuhmu” ucapnya asal, membuat lelaki itu terlihat kaget membulatkan matanya
“haah... “ kini mata lelaki itu terlihat memerah begitu juga Reyka yang tak ikhlas melepas tatapan mautnya
“Wil, bawa Reyka pergi” seseorang lelaki berhenti dihadapan Wila, mendengar hal itu kepanikan Wila spontan menarik Reyka, gadis mungil itu sedikit memberontak kini mereka sudah menaiki motor Reyka, aksi tinju sempat mereka saksikan walau hanya sekilas, tujuan mereka adalah kampus, masih ada mata kuliah yang harus mereka selesaikan.
“gila kamu ya, sadar diri Rey kamu memang hebat menaklukkan jalanan, tapi jangan juga menantang lelaki sebesar itu” suaranya beradu dengan angin
“pastikan Edo tidak babak belur”
“iya” singkat Wila “ini salahku” sesal Wila
“aku sudah peringatkan, harusnya kamu nurut Wil”
“aku tidak tersenyum”
“ck.... tidak hanya pemalas, ternyata juga masih tidak peka dengan keadaan..!” kesal Reyka hingga menambahkan kecepatannya membuat Wila tak bisa menjawab.
Berada dikoridor kampus dua orang gadis itu masih belum ada yang membuka suara, ini bukan pertama kalinya terjadi, hampir beberapa kali perkelahian dengan berbeda-beda masalah akan selalu terjadi diakhir pertandingan, tapi motif kali ini berbeda. Reyka kesal melihat tatapan lelaki itu tak henti-hentinya menatap mereka dari ujung kaki hingga ujung rambut, alih-alih ia mencemaskan Wila yang memang tidak memahami keadaan sekitarnya, yang Wila pikirkan adalah bagaimana selalu murah senyum dihadapan semua orang tanpa mau tau dirinya sudah menjadi daging incaran macan.
Ponsel Wila bergetar dengan cepat ia mencarinya “Edo aman ni” ucap Wila memecahkan keheningan mereka, wila menunjukkan isi ponselnya terpapar jelas selfie Edo yang terlihat pipi sedikit lebam.
“Wil mulai sekarang suruh Edo menelponku langsung kalau ada Job”
“aku asisten pribadi mana bisa, aku aja” tolak Wila
“itu masalah pribadiku” ketus Reyka
“tidak! Aku tidak akan membiarkanmu sendirian seperti dulu, kecuali kamu berjanji tidak lagi menerima Job itu” kalimat Wila membuat Reyka terdiam matanya bahkan fokus kedepan, tersirat banyak makna di dalamnya.
Melihat hal itu Wila tersenyum, sesekali Wila merengek minta teraktiran pada Reyka, justru hal itu tak membuat Reyka sedikitpun keberatan. Bukan dari kalangan kurang mampu tapi ini yang dilakukan Reyka untuk membahagiakan sekaligus membahayakan dirinya.