Janji Bunga Tulip

Kinarni
Chapter #3

Bab 3

Mengobrak abrik hati yang rapuh bukan lagi hal langka, seisi dunia bahkan telah melakukan hal serupa, tanpa sengaja atau bahkan memang telah direncanakan. Banyak yang mengatakan sosok penjahat adalah orang baik yang pernah tersakiti kalau sudah begini tanpa sadar sebagian manusia telah merubah orang baik menjadi seorang penjahat tanpa ampun. Hanya hati yang benar-benar tulus menerima kejahatan dengan lapang dada dan ikhlas memaafkan tanpa pelaku meminta maaf terlebih dahulu. Lagi-lagi manusia telah diberi hak untuk memilih hidupnya, tetap menjadi orang baik dan lebih baik atau menjadi orang yang lebih jahat dari orang yang telah menjahatinya. Wila tak sanggup lagi menahan air matanya, ia merasa gagal membantu anak-anak panti mempertahankan tempat mereka. Jeritan tangis mereka membuatnya semakin tak berdaya, Ili sudah berada dipelukan Wila, saling merasakan getaran bumi yang telah tumbuh dalam diri mereka hingga membuat sakit hati.

Menyaksikan satu persatu mainan yang sudah reot itu semakin tak berbentuk, hingga rerumputan hijau menghiasi lapangan kini menjadi gundukan tanah, semuanya menjadi kacau. Wila, Ili dan anak-anak panti yang didampingi beberapa warga berdiri kukuh di depan rumah panti, berharap dapat menyelamatkan tempat tinggal mereka. Tiba-tiba terdengar sirine polisi yang semakin dekat membuat Wila dan yang lainnya menatap tajam arah pagar besi itu. Benar saja mobil polisi berhenti di sana masih dengan sirine yang menyala, seorang lelaki membuka pagar, Wila membenarkan penglihatannya berusaha memfokuskan tatapannya, hingga ia benar-benar melihat lelaki bersama beberapa polisi yang berjalan memasuki pagar besi, terlihat beberapa polisi itu berpencar seakan menghentikan aksi pengendali bulldozer. Sedangkan lelaki itu perlahan melangkah ke arah anak-anak dan juga Wila, begitupun dengan Wila yang melangkah ingin segera mendekati lelaki itu

“Wil kamu terluka?” ucap lelaki itu terlihat khawatir, Wila hanya mengelengkan kepalanya dengan keadaan yang kacau seperti buruh tani usai mencangkul, keringat dan air mata menjadi satu.

“San kenapa kamu bisa di sini?” tanya Wila menyeka air matanya, mendengar hal itu Sandy masih tidak menjawab, ia hanya diam saja dan menatap kearah anak-anak di sana

“ku mohon San, hentikan mereka. Kasihan anak-anak itu San” ucap Wila harap-harap pada Sandy yang masih tidak menghiraukan ucapannya.

“SANDY!!!” teriak Wila yang merasa kesal, tak kalah dengan Toa masjid hingga membuat Sandy sadar, ia menatap Wila dan memegang pundak Wila erat

“maafkan aku terlambat Wil, Reyka meneleponku dan memintaku menyusulmu, memberikan alamat tempat ini, untuk berjaga-jaga aku sengaja membawa polisi jadi ada beberapa yang harus ku urus dulu di kantor polisi, aku bersyukur kamu aman Wil” mendengar hal itu Wila merasa lentur kehilangan tulangnya, lemah dan terduduk begitu saja di tanah, hingga Sandy menyamakan posisi Wila, memastikan Wila tetap baik-baik saja. Wila menangis mirip dengan bayi yang diganggu oleh makhluk astral, seakan meluapkan rasa leganya, semoga kali ini berhasil pikir Wila. Perlahan wila memberi tahu kejadian yang sebenarnya, hingga Sandy mengerti keadaan saat ini.

“tenang saja, kita akan dapatkan jalan keluar Wil” ucap Sandy

Di seberang sana terlihat lima lelaki tua tadi menuju ke arah mereka bersama dengan beberapa polisi, langkah sepatu mereka mengacaukan kesunyian malam, merubah ketenangan jadi bising. Wila yang dibantu oleh Sandy berdiri sambil menunggu lelaki-lelaki tua itu sampai di hadapannya lagi.

“pak tolong hentikan aksi mereka pak, mereka akan menghancurkan rumah panti itu pak” ucap Wila dengan menatap tak suka pada kelima lelaki tua itu

“ini keputusan pemerintah pak, mereka juga tidak memiliki sertifikat sah atas tanah ini” ucap lelaki perut buncit itu membela diri

“mohon maaf tenang dulu, alangkah baiknya kita selesaikan di kantor polisi” ucap salah satu polisi itu dan wila mengangguk

“tapi pak, pekerjaan ini harus selesai hari ini. Harusnya bapak mempercepat pekerjaan ini dengan mengusir orang-orang ini pak” ucap lelaki tua buncit itu lagi-lagi berulah dan tak segan membentak polisi

“baik pak, jika benar ini pekerjaan dari pemerintah, mohon tunjukkan surat tugas untuk pekerjaan ini” ucap polisi itu, entah apa yang terjadi para lelaki itu bukannya menjawab justru saling tatap satu sama lain, tapi kali ini bukan terlihat untuk membuat rencana, mereka lebih terlihat panik wajah hitam keriput mereka seakan bersatu.

“sudah saya katakan sejak tadi, suratnya tertinggal, kalau bapak tidak percaya bisa bapak tunggu sampai pekerjaan kami selesai” jawab lelaki itu pantang menyerah layaknya mahasiswa mempertahankan argumennya di meja sidang.

“kalau begitu mari ikut kami ke kantor polisi pak untuk memberi keterangan” ucap kepala polisi itu, “bawa mereka...” tambahnya memerintah polisi lain, dan dengan terpaksa kelima lelaki tua itu harus ikut paksa ke kantor polisi, Wila merasa begitu lega.

“kalian juga ikut kami ke kantor polisi” permintaan polisi itu kepada Wila dan Sandy, yang hanya mendapat anggukan dari mereka. Sebelum pergi ke kantor polisi, Wila meminta beberapa waktu untuk menemui anak-anak panti terutama Ili. Separo lapangan halaman rumah mereka memang hancur setidaknya malam ini mereka masih bisa tidur dengan tenang dan menunggu kelanjutan hidup mereka nantinya. Entah bagaimana Ili di percaya menghidupi anak-anak sebanyak itu seorang diri, mereka hanya saling mengandalkan kebersamaan, saling membantu dan menjaga satu sama lain. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri adalah ajaran utama yang mereka dapatkan di panti, sebagian besar kehidupan panti adalah menunggu donasi dari segelintir orang-orang yang baik hati dan perduli terhadap kehidupan mereka hingga anak-anak panti sangat diajarkan untuk selalu bersyukur dengan apa yang mereka makan dan miliki saat ini.

“kak bagaimana kalau orang-orang tadi kembali kak?” tanya Ili dengan kaki belum tegak kokoh untuk berdiri, gemetar ditubuhnya juga masih bisa dirasakan Wila.

“Ili dengarkan kakak, kakak akan pastikan semuanya baik-baik saja, sekarang kamu jaga adik-adik ya” ucap Wila sekedar berusaha membuat Ili yang sekarang menjadi orang tua satu-satunya di panti itu sedikit tenang.

“kamu tenang saja ya, nanti kak Reyka akan kesini” tambah Wila, dan ia pamit pergi untuk menyelesaikan semuanya di kantor polisi, bersama Sandy, Wila meninggalkan anak-anak panti.

***

Layaknya tontonan yang sangat candu untuk disaksikan, aksi kedua pengendali motor itu benar-benar mampu menghipnotis penontonnya tanpa berpikir seberapa kering tenggorokan mereka untuk berteriak sekedar menyemangati jagoan mereka, untuk putaran terakhir yang mereka tunggu-tunggu dan menantikan siapa juara kali ini, seakan enggan mengedipkan mata walau sekedip pun. Berkali-kali Reyka merasa terpancing emosi, cukup handal lawannya kali ini mengelabui, Reyka teringat jika keunggulan lawannya adalah mampu membuat emosi dan lawannya menjadi tidak fokus hingga ia mampu memenangkan pertandingan dengan mudah. Perlahan Reyka mencari cara, ia mencoba untuk lebih fokus, ia yakin tidak akan terpancing dengan permainan lawannya, terlihat lawan Reyka sengaja meliuk-liuk mendominasi jalanan membuat Reyka kebingungan untuk membalapnya, sesekali lawan Reyka membuka kaca helmnya menampakkan wajah licik sengaja membuat reyka emosi.

“kamu keren juga” ucap lelaki itu membawa Reyka mengobrol dalam kecepatan tingi, Reyka tak ingin menggubris ia tetap fokus, menganggap lelaki itu sedang bernyanyi di telinganya.

“apa alasanmu melakukan pekerjaan ekstrem seperti ini, berapa uang yang kau butuhkan” ucapnya samar-samar masih dapat didengar Reyka,

“aku bisa kasih lebih dari itu, asal....” tambah lelaki itu, Reyka tak ingin mendengar kalimat selanjutanya dan menggunakan kesempatan untuk mengalahkan lawan hingga Reyka kini telah berada jauh di depan lawannya, Reyka sedikit melonggarkan gasnya, membuka kaca helm lalu menatap kaca sepion memastikan lawannya masih jauh di belakang, melihat hal itu reyka merasa optimis dirinya akan memenangkan perlombaan ini lagi, ia menutup kembali kaca helmnya dan menambah tarikan gas ingin segera mengakhiri pertandingan ini dan menyusul Wila di rumah panti, semua orang mulai berteriak, menjerit, bersorak mirip warga mengejar maling karena menyadari sebentar lagi Reyka akan memenangkan perlombaan.

Tapi terkadang manusia tidak sadar akan sebuah kekecewaan, memegang erat keyakinan tanpa mengingat bahwa makhluk hanya dapat berharap kepada Tuhan jangan terlalu berharap pada diri sendiri apalagi berharap pada orang lain, tidak ada sedikitpun orang mengetahui apa yang akan terjadi dikehidupan dalam setiap menit dan detik selanjutnya. Reyka berhasil memenangkan pertandingan ini untuk kesekian kalinya, tapi ia tidak dapat mengalahkan takdir Tuhan yang telah menciptakannya. Semua orang berteriak menyaksikan kejadian bagaimana seorang gadis mungil itu terseret begitu saja setelah berusaha menghentikan motor namun senggolan motor lawan begitu saja menabrak selebor motor belakang Reyka amat keras entah di sengaja ataupun tidak semua hanya fokus pada keadaan Reyka. Dari kejauhan Edo berteriak dan langsung menghampiri Reyka, jelas saja semua panik, kejang layaknya ayam yang baru disembelih, lumuran darah menodai aspal, tak lama akhirnya mobil ambulance sampai segera membawa Reyka bersama Edo menuju rumah sakit.

Bagaimanapun sebuah pekerjaan yang menghasilkan uang, berbahaya ataupun tidak, halal atau tidak, segala resiko pasti telah disediakan sekedar untuk bonus, peringatan atau sebuah hukuman. Terkadang keegoisan manusia yang begitu yakin dan terlalu bersemangat membuatnya lupa akan segala resiko yang ada. Kali ini Reyka menerima sebuah kemenangan dan juga kemalangan untuk dirinya sendiri. Edo terus berada di sisi Reyka hingga sampai di rumah sakit beberapa perawat yang cepat tanggap membawanya ke ruang UGD, Edo panik tapi tidak ada yang bisa diperbuatnya selain menunggu kabar dari pihak rumah sakit, dirinya menjelma jadi setrika panas ditangan ibu rumah tangga, sesekali duduk lalu berdiri lagi. Hingga ia berpikir untuk menghubungi Wila, saat ia hendak menelepon Wila seseorang menghentikannya

“Edo? Kenapa kamu di sini?” ucap seorang dokter kepadanya

“om Rudi, itu om teman Edo dan Wila tadi kecelakaan” ucap Edo berusaha mengontrol kepanikannya, dokter yang di panggil om oleh Edo itu sedikit mengintrogasi Edo

“Wila mana?” tanya dokter itu, Edo menjelaskan bahwa Wila sedang mengurus pekerjaannya dan belum mengetahui keadaan ini

“Reyka juga tidak mengetahui hal ini” tanya dokter Rudi yang tidak tahu jika teman yang di maksud Edo adalah Reyka, dokter itu adalah ayah Wila, Rudi Sanjaya Kaswara adik dari dari ibunya Edo

“itu Reyka om, om tolong Reyka om” terlihat begitu terkejut mendengar nama Reyka membuat dokter Rudi sedikitpun tidak menjawab kalimat Edo dan langsung masuk ke dalam ruang UGD. Hal itu membuat Edo melupakan niatnya untuk menghubungi Wila, jantungnya ikut melompat-lompat mengontrol jari jemarinya yang terus mengancam kepalanya.

Gerbang kehidupan dapat terbuka jika manusia menerima dengan lapang dada, mengatakan dengan kejujuran tanpa menghakimi yang salah. Hiruk pikuk kantor polisi terpenuhi dengan perdebatan yang terjadi hanya perkara sepasang sandal, laporan ATM yang dibobol dan masih banyak lagi kasus yang dihadapi petugas-petugas di kantor polisi, dan hari ini Wila untuk kedua kalinya berada di kantor polisi, untuk pertama kalinya hanya perkara tidak memiliki SIM saat ia masih SMA, tapi kasus kali ini ia tidak akan menganggap main-main karena menyangkut kehidupan anak-anak panti. Di sebuah ruangan, Wila, Sandy, kelima lelaki tua dan dua orang polisi duduk seolah berunding, banyak sekali kekepoan polisi dari nama lengkap hingga jenis kelamin, rasanya seperti ditelanjangi habis jika polisi sudah berhasil membawa pelaku kesarang mereka. Tidak salah memang negara ini memerintahkan polisi untuk menjadi salah satu aparat negara terkuat walaupun terkadang beberapa oknum menyalah gunakan seragam mereka hingga tak sedikit pula masyarakat membenci pengguna seragam polisi. Setelah setengah jam para polisi mengintrogasi akhirnya menemukan ujungnya.

“sepengetahuan kami pak, pemerintah juga akan memberi kami surat edaran jika memang meratakan rumah panti itu untuk kepentingan negara. Dan kami yang akan menyerahkan surat tugasnya secara langsung pada pengurus panti” Ucap polisi itu menjelaskan, tapi kelima lelaki itu terus saja mengotot

“Anda sudah jelas-jelas tidak memiliki surat tugas, sudah jelas Anda adalah pengusaha yang ingin membuka lahan baru secara ilegal, saya tidak akan menyeret anda sejauh ini jika anda tidak mengambil hak anak yatim. Apa susahnya sih mengaku saja. Sangat terhormat sekali cara pakaian anda tapi sayang begitu rendah harkat martabat anda!” ucap Wila di sela-sela lelaki buncit itu terus mengotot,.

Tanpa sadar dan entah bagaimana pikiran seorang laki-laki dari salah satu kelima lelaki tua itu menusukkan pisau lipat ke dada Wila kilat membuat Sandy dan polisi yang ada di sana tidak bisa menahan aksinya, seketika itu juga lelaki itu hendak melarikan diri disela kesibukan orang-orang yang mencoba menyadarkan Wila yang sudah terjatuh ke lantai dengan darah yang terus mengalir mewarnai bajunya. Tentu saja lelaki itu salah tempat, ia justru menjerumuskan diri ke dalam liang hukum yang nyata, polisi langsung menangkap mereka, dan benar saja kelima lelaki itu adalah pengusaha yang haus akan keserakahan demi kepentingan mereka sendiri hingga rela menghancurkan kehidupan orang lain, dan mereka pantas disebut tikus-tikus berdasi.

Kelima lelaki tua itu telah menjadi tahanan dengan kasus pembunuhan sekaligus membangun gedung tanpa izin dan juga penipuan hingga mereka menikmati pidana penjara selama lima tahun dan membayar denda yang telah ditetapkan. Apa yang telah terjadi pada Wila adalah kelalaian penjagaan dan pembuktian tajamnya kekuatan lidah yang tak bertulang hingga mampu menyinggung orang lain dan akan menyakiti dirinya sendiri. Sebenar apapun yang ingin dikatakan, pikirkan terlebih dahulu sebelum mengucapkannya, lihatlah situasi dan kondisi bagaimana sebaiknya sebuah kalimat keluar tanpa merugikan orang lain dan juga diri sendiri. Tidak hanya sebuah kalimat, fakta bahwa tindakan adalah hal yang juga perlu dipikirkan terlebih dahulu sebelum terlanjut mengerjakannya dengan sembrono. Kepanikan Sandy yang melihat Wila sudah tidak sadarkan diri membuatnya bingung, darah yang kini melumuri tangannya membuat sandy kecewa, berkali-kali Sandy menyalahkan dirinya sendiri dan terus mencoba menyadarkan Wila. Dibantu seorang polisi Sandy membawa Wila ke rumah sakit, hingga sesampai di rumah sakit Sandy membiarkan perawat menangani Wila. Ia menatap Wila dengan mata berair, kelu lidahnya tak mampu berucap.

Disela kepanikan Sandy, ia menyadari ada yang bergetar di balik tas Wila yang dibawanya, ia segera memeriksa dan mendapati sebuah panggilan, Sandy pun tanpa pikir panjang langsung mengangkatnya.

“Wil kamu di mana” tanya orang di balik telepon itu

“Do, aku Sandy” ucap Sandy,

“mana Wila, kenapa kamu yang mengangkatnya, berikan pada Wila ini penting” ucap Edo, mendengar hal itu Sandy meminta Edo untuk pergi kerumah sakit, tak perlu membutuhkan waktu yang lama akhirnya mereka bertemu secara langsung karena berada di rumah sakit yang sama. Usai Edo sampai di hadapan Sandy satu pukulan mendarat dipipi kanan Sandy, Edo begitu kesal karena Sandy tak bisa menjaga Wila

“aku memang salah Do, aku menyesal” ucap Sandy tak ingin membela dirinya apalagi membalas tinjuan Edo, ia hanya memegangi pipinya yang terlihat lebam. Mendengar hal itu Edo terlihat sangat frustrasi. Ingin sekali rasanya menangis tapi ia sadar dan malu dengan kelaminnya.

“aku juga gagal menjaga Reyka” tambah Edo menyibak rambut kebelakang mengacaknya berutal. Keduanya sama-sama menyesal dengan kejadian yang menimpa Wila dan Reyka, keadaan keduanya sama-sama sulit diterka-terka.

Lihat selengkapnya