Janji Nusantara

simson rinekso
Chapter #1

Bab 1 : Kemampuan

Sabdopalon dan Nayagenggog, kedua orang yang selalu ada di dekat raja-raja jaman Majapahit untuk memberi petuah, sekarang mereka trending topik di twitter. Sama sekali tidak mengejutkan bagiku. Karena aku sendiri yang mengalami dampak dari kedua orang itu 3 tahun lalu. Entah kenapa baru sekarang mereka membicarakan ini.

Sabdopalon dan Nayagenggong nagih janji. Mereka menagih janjinya yang sudah berusia 500 tahun. Saat itu Brawijaya, raja Majapahit yang akan gugur bersama Punakawannya, Sabdopalon dan Nayagenggo menyerahkan kekuasaannya dan menyuarakan janji bahwa 500 tahun lagi nusantara akan bangkit. Janji telah dibuat dan sekarang mereka mulai menggenapinya. Jaman sudah modern. Dan aku mendapatkan kekuatan dari mereka.

Aku Siang. Maksudku, namaku Siang. Sering dipanggil yang oleh teman-teman yang suka menggodaku. Atau panggilan resmiku di sekolah A-ang. Malah jadi kartun avatar botak kalau teman-temanku mengetahui panggilan itu. Saat masuk pendidikan SMA aku mendapatkan kekuatan ini. Mereka muncul pada mimpiku dan aku memperoleh kekuatan. Ingatan. Aku bisa membaca ingatan seseorang dengan cara menyentuhnya secara langsung.

Aku cinta kemampuanku. Masa kuliah ini paling menyenangkan. Aku dapat memanfaatkan kekuatanku untuk melakukan aktivitas yang seru. Menyelidiki orang dan mencari celah. Meski kekuatan ini bertujuan untuk kebangkitan Nusantara. Tapi kalian tahu sendirilah, bagaimana anak usia muda untuk bersenang-senang. Mencuri.

Terima kasih Sabdopalon dan Nayagenggog aku dapat uang saku lebih.

Itu yang kulakukan saat ini, kuliah sambil mencuri. Bukan bekerja. Aku merupakan orang kalangan bawah yang secara beruntung masuk dalam lingkaran perkuliahan. Ayahku saja buruh pabrik dan kena PHK dini waktu aku SD. Aku dapat beasiswa dari pemerintah saat masuk kuliah. Bukan karena aku pintar, tapi karena aku miskin. Jadi, aku tidak perlu membayar keperluan kuliah seperti UKT, uang semester, atau apalah itu aku bahkan tidak mengingatnya secara detail karena gratis.

Di bangku kuliah aku mengenal banyak orang. Bergaul dengan siapa saja. Datang dimana saja. Aku menganggapnya sebagai tiket kemerdekaanku karena dulu SMA aku dikucilkan. Ini awal yang baru. Dan sebab itu kesenangan dan kenakalanku muncul pada masa ini.

Aku sering berjalan di lorong saling tegur-sapa dengan anak-anak. Adu tos dan aku mendapatkan ingatan kecil dari mereka saat seseorang menaruh uang di dalam tasnya. Aku mengambilnya saat tiada mata memandang. Aku juga sering merangkul teman-temanku seperti sahabat dekat padahal aku ingin mengintip sedikit ingatannya. Sekelebat gambaran muncul di benakku saat orang yang kurangkul di toilet dan meninggalkan smartphonenya di atas kloset. Aku langsung bergegas mengambilnya dan menjualnya. Uang sakuku selalu bertambah. Ini hidup yang menyenangkan. Setidaknya untukku.

Makin hari tanganku semakin lihai seperti ular. Licin. Dan tidak ada yang mengetahuinya. Rahasiaku susah untuk diungkapkan. Tapi tidak untuk semester 2 ini. Karena trending topik twitter membuatku sedikit gelisah. Apabila orang-orang mengetahui kemampuanku dan membongkar kedokku sebagai pencuri ulung, tamat sudah riwayatku. Aku bergegas menutup smartphoneku dan bertindak seolah-olah aku tidak gelisah agar teman-teman yang saat ini di sekitarku tidak mencurigaiku.

"Hai, avatar!" sapa temanku dari jauh dan mendekat bersama kami. "Bagaimana tugasmu kemarin? Lancar?"

Dani, temanku yang satu ini susah untuk ku sentuh. Dia agak sensitif saat bersentuhan dengan orang. Mungkin trauma. Aku kurang begitu tahu, jadi sulit untuk melihat ingatannya.

"Mudah bagiku," sarkasku dan dia membalas seringai padaku, "jika kau tidak mengerjakannya." sambungku membuat gelak tawa dari kami yang berkerumun untuk sesaat.

"Siang!" sapa seorang gadis kepada semuanya karena hari memang siang. Sontak aku menoleh ke arahnya dan membalas.

"Iya ada apa?" tanyaku membuat guyonan receh. Mereka semua tertawa kecil. Aku bangga dengan recehanku, meski tidak penting tetapi mereka selalu tertawa membuat hatiku nyaman. Gadis itu pun ikut tertawa karena mengingat namaku juga siang.

Namaku memang agak rewel. Ini pemberian ayahku. Dia berkata bahwa siang memiliki unsur yang positif. Iya, aku tidak mendebat soal itu. Aku merasa menerima nama ini. Dan sedikit bersyukur karena namaku unik, jadi lebih mudah untuk diingat oleh teman-teman. Aku pun tidak pernah mendapatkan tatapan teman yang sedang mengingat nama lawan bicaranya.

Lihat selengkapnya