Janji Nusantara

simson rinekso
Chapter #14

Bab 14 : Ajudan

Aku lontang-lantung dalam kamar. Tidak kuliah, tidak menemui teman-teman, tidak memperdulikan tubuh dan aroma badan. Beberapa minggu aku mencoba mengintai semua daerah sekitar gudang yang ada di daftar ponsel Toni yang sudah kusalin di ponselku. Aku mencoba mencari petunjuk. Aku sangat ingin menemukan sesuatu. Mungkin hanya ini satu-satunya jalan yang bisa menuntunku lebih dekat dengan kasus Ethan.

Kasus Ethan sangat tertutup, tanpa saksi mata dan lokasi yang menguntungkan bagi pembunuh. Hanya ini. Hanya ini yang berhubungan dengan kasus Ethan. Aku sangat yakin. Setidaknya aku telah melakukan suatu hal yang benar untuk temanku. Toni yang hanya mementingkan urusan Tempe terus mendesakku untuk bertemu dengan Tempe.

Aku sempat mengiyakan maksud Toni, aku menghubungi Dian tetapi Tempe tampaknya sedang sibuk mengurus perluasan kekuasaan. Tanpa adanya Rosa dia makin merajalela. Dia juga mungkin sudah tidak membutuhkan orang seperti aku lagi. Setidaknya untuk akhir-akhir ini. Mafia tampaknya suka melihat orang seperti barang. Dibutuhkan saat perlu dan diabaikan saat tidak butuh. Itu lah aku bagi Tempe. Karena itu aku harus fokus saja dengan kasus Rosa ini.

Sudah lama aku mengamati semua gerak-gerik orang lalu lalang di jalan. 2 atau 3 minggu, entah aku sudah mulai lupa hari. Mulai orang berjualan, pengamen, hingga sopir angkot yang memarah-marahi kernetnya karena kehilangan uang. Aku mengetahui itu semua. Informasi tidak penting selalu lewat di kepalaku. Sialan. Sampai kapan aku begini? Bosan rasanya.

Dengan keadaanku yang seperti ini aku merasa tidak baik-baik saja. Aku menginginkan secercah harapan tapi mustahil. Kau tidak punya petunjuk sedikitpun. Menemukan orang itu bukan hal yang gampang. Soal menemukan Rosa juga, hanya kebetulan saja Toni memiliki daftar gudang milik Rosa. Dan keberuntungan seperti itu tidak akan datang untuk yang ke-dua kalinya. Rasanya aku lelah berdiri dengan kerudung dan masker mengawasi. Di pasar, pinggir jalan, jembatan penyebrangan, perumahan sempit, semuanya terlihat sama seperti kemarin.

Untungnya ada seseorang yang bisa menyegarkanku untuk sejenak. Dering notifikasi chat masuk. Itu Vivi. Dia mengajakku untuk melihat film lagi. Dengan semua pekerjaanku yang terlihat sia-sia ini aku sangat mensyukuri pesan yang dia kirim. Penghilang penat. Aku menurutinya dan bersikeras untuk secepatnya menonton. Aku sudah tidak tahan dengan pemandangan jalanan. Melihat wajah Vivi dari pinggir jalan kosnya saja sudah membuatku damai. Penyegar.

Dia menatapku, tampak melihat sesuatu yang lain dari dalam diriku. Tentu dia memiliki kemampuan untuk itu. Di gerbang kos yang menganga dia masih menatap. Dengan dandanan sederhana, apapun yang dikenakannya aku selalu merasa puas. Dia berkata lirih, "Kuharap aku bisa membuatmu merasa lebih baik."

"Kau sudah melakukannya."

3 jam waktu di hari itu terasa sangat singkat. Aku selalu terlena dengan kesegaran yang ku dapatkan. Aku menginginkannya lagi. Film yang kutonton pun aku tidak memandangnya. Aku hanya fokus pada wajahnya. Aku bahkan lupa film apa yang ku tonton. Wajahnya sudah menjadi hiburan bagiku. Tidak perlu bertindak lebih. Hanya pernah sesekali di sisiku saja sudah cukup.

Ini mungkin berlebihan. Tapi berhari-hari aku sudah merasakan kebosanan yang luar biasa. Hampa. Dan sekarang terisi lagi. Meski hanya sebentar. Aku ingin rasanya menarik dia ke kosku dan menyimpannya untuk waktu yang lama. Haha. Aku jadi berpikiran kriminal. Tentu tidak akan kulakukan. Aku bersikap sebaik mungkin dengannya. Bahkan sifat pencuriku sudah kutinggalkan cukup lama. Aku malah fokus untuk menginvestigasi.

Kami mulai mengakhiri keindahan sesaat ini. Aku yang tak mau ini berakhir mencari alasan untuk berbelok menuju jalan yang sedikit memutar. Jalan semakin jauh, bensin semakin terkuras tapi waktu yang kudapat semakin bertambah. Aku menyukainya.

Beberapa saat dia berbicara padaku untuk membeli buah-buahan untuk di kos. Aku menghentikan laju kendaraanku dan menepi ke sebuah kios penjual buah di pinggir jalan. Vivi turun dan memilih-milih buah yang terpampang di sana. Pilihan yang cukup banyak yang bisa membuatku mengitari rak buah itu cukup lama. Aku tampaknya juga tergiur untuk membeli.

Lihat selengkapnya