Sehabis rapat, sore harinya Zul mengkoordinasi timnya untuk persiapan membuat laporan utama tentang Dana Abadi Umat. Selepas itu, Zul bergegas menjemput Aisyah di Madrasah Ibtidaiyah. Sebelumnya Aisyah mengirim WA, karena ada sesuatu yang ingin ia bicarakan. Kali ini mereka berbincang di sebuah warung mie ayam, tak jauh dari Madrasah. Mie ayam adalah menu makanan kesukaan mereka. Disamping enak juga irit di kantong. Aisyah menceritakan ayahnya belum merestui hubungan mereka dan tentang perubahan sikap ayahnya.
“Papa sekarang berbeda dengan Papa yang dulu. Sekarang Papa kalau punya kemauan tidak ada yang bisa melawan”, curhat Isyah sambil menyantap makanan.
“Saya rasa wajar, sikap Papamu menunjukan betapa dia sayang sama anaknya, dia tidak mau anaknya salah dalam mencari pendamping hidupnya, Kadang kita sebagai anak muda yang tidak sanggup meladeni kemauan orang tua yang ingin menang sendiri dan tidak demokratis…” ujar Zul.
“Tapi dulu Papa tidak sekaku ini lo, sejak usahanya gulung tikar dan mengelola yayasan dia malah berubah jauh menjadi baperan dan temperamental mama saja sudah capai menghadapi …” curhat Aisyah
“Berapa lama itu terjadi…?” tanya Zul.
“Yaaa kurang lebih 2 tahun…” jawab Isyah.
“Berarti aku belum melihat Papamu yang sebenarnya ya hehehe,” canda Zul.
Aisyah menggeleng.
“Kayaknya kamu perlu konsultasi dengan psikolog untuk mengetahui kenapa Papa bisa berubah…” saran Zul.
“Hmmm boleh juga, ada kawanku yang sekarang jadi psikolog, namanya Nia. Nanti aku coba kontak dia, nah itu tugas aku..kamu juga harus bisa meyakinkan Papa dong…” ujar Aisyah.
“Insyaallah aku akan membuktikan ke Papamu, aku bukan wartawan biasa, “ sahut Zul.
“Gimana caranya?” tanya Aisyah.
“Kemarin aku mendapat mandat dari pak Batubara untuk melakukan investigasi tentang Dana Abadi Umat Kementerian Agama,“ jawab Zul.
“Apa tugasmu?” kejar Isyah.
“Mengungkap penyalahgunaan Dana Abadi Umat,” jawab Zul sedikit bangga.
Aisyah sampai melongo.
“Maksudmu ada korupsi di Kementerian Agama?” tanyanya.
“Itu baru dugaan, harus dibuktikan dulu, kami yang akan mencari informasinya,” jawab Zul.
“Itu pasti pekerjaan yang tidak mudah dan akan banyak hambatan …”kata Aisyah.
“Iya aku tahu, tapi inilah kesempatanku untuk membuktikan bahwa aku bisa melakukan tugas itu dengan baik..” tegas Zul.
“Kamu siap dengan resikonya…..?” tutur Aisyah.
“Ya harus siap, karena semua pekerjaan kan mempunyai resiko dan kita harus mencari resiko yang paling minimal…”
"Apa itu? " tanya Isyah.
"Aku akan disuap untuk menutup kasus ini," ujar Zul.
"Dan apa tindakanmu? " tanya Isyah lagi.
"Aku tidak akan pernah mau menerima suap, " jawab Zul.
“Okay Kalau kamu merasa mampu silakan, aku akan mendukungmu, kalau kamu dapat menguak kasus korupsi, saya yakin Papa akan senang karena kamu termasuk wartawan jempolan,” pesan Aisyah.
“Insyaallah” jawab Zul pelan.
Aisyah mendukung penuh agar Zul berhasil membuat liputan yang hebat untuk meyakinkan ayahnya. Zul pun senang mendapat suntikan motivasi dari pujaan hatinya.
“Meski tantangannya besar, insyaallah ini menjadi ajang pembuktian karir wartawanku,” ujar Zul.
“Kamu harus yakin. Kamu tidak bisa merubah besi jadi berlian, tapi kamu bisa membuat mimpi kita menjadi kenyataan,” kata Aisyah.
Zul mengangguk dan senang bertemu pemotivasi hidupnya.
Bagi Zul, Aisyah kawan curhat dan motivasi terbesar dalam hidupnya. Bukan sekadarnya sayangnya seorang laki-laki pada perempuan, tapi lebih dari seorang kakak kepada adiknya. Zul merasa hidup ini harus ada tantangan sehingga dia bisa mengeluarkan kemampuan nya yang optimal. Kalau hidup ini berjalan biasa saja, tidak ada tantangan maka tidak ada ide-ide kreatif yang akan muncul. Tantangan kadang diperlukan untuk memancing hormon bereaksi dengan membuat kinerja neutron di otak menjadi lebih terpacu sehingga menunculkan ide yang brilian.
****
Setelah menyantap mie ayam jamur kesukaan mereka, Zul mengantarkan Aisyah naik motor pulang ke rumah. Aisyah turun di teras. Dari jendela Haji Murod melihat Zul dengan perasaan kurang simpati. Dia bercakap dengan istrinya yang duduk di ruang tamu.
“Tuh lihat Aisyah kemana-mana naik motor, apa nggak kotor tuh mukanya,” kata Haji Murod.
“Mending punya motor milik sendiri ketimbang mobil tapi ngutang….kan riba,” ujar istrinya.
Haji Murod sewot. Dia baru saja membeli mobil baru dengan cara kredit.
“Kok gitu sih jawabnya..” Haji Murod agak kesal.