Janji Suci

Dudun Parwanto
Chapter #8

Berita Reklamasi Makin Tak Pasti

Berita Reklamasi Makin Tak Pasti

 

 

Ritual yang selalu dilakukan dalam media adalah deadline. Jumat malam menjadi deadline untuk penulisan berita di majalah Reforma. Sabtu pagi para desainer melay out majalah sebelum di proof pimpinan redaksi untuk naik cetak pada Sabtu Malam. Setiap Jumat pagi diagendakan rapat redaksi untuk membahas progres akhir liputan. Pagi itu seluruh redaksi berkumpul di ruang meeting, membahas progress bahan yang akan ditulis.

Semua anggota redaksi hadir menyampaikan kabar tulisannya. Pask Batubara mukanya agak suntuk, dia lah yang selalu menguber-uber tulisan agar bahannya cepat selesai. Biasanya untuk rubrik yang ringan para redaktur sudah menulis sejak Kamis malam. Baru pada Jumat malam, mereka menulis rubrik yang berat. Rubrik yang berat ini yang menjadi andalan berita majalah mingguan. Di Majalah Reforma disebt=ut sebagai Laporan Utama atau Laput. Pak Batubara sebagai Pimred sendiri yang menyajikan tulisan di rubrik yang menjadi jantung majalah ini.

Dalam rapat, Batubara langsung to the point menanyakan progres liputan laporan utama mengenai Reklamasi. Rendi sebagai koordinator menjelaskan situasi runyam yang dihadapinya. Ia memberikan laporan bahwa statement gubernur DKI sudah didapat, namun 2 orang Menteri yang menjadi nara sumber utama belum berhasil diwawancara yakni Menteri Kelautan dan Menko Maritim. Batubara misuh-misuh karena dia sudah memintanya dua hari yang lalu. Sementara  deadline nya tinggal malam ini harus siap ditulis.

“Maaf Bang, 2 narasumber Menteri belum kami dapatkan, bahkan Makmun sehari kemarin tidak pulang karena mengejar Menteri Kelautan terus Wira juga belum datang hari ini karena masih mengejar Menko Maritim..”

‘Ah gimana sih kalian ini, katanya kemarin bisa, kita mau nulis apa kalau 2 Menteri itu belum konfirmasi, mereka kan yang memegang aturan main reklamasi. Kalau Gubernur DKI hanya pemilik wilayah…nggak mungkin kita naikan berita ini kalau belum mendapat wawancara minimal salah satu Menteri itu.”

Batubara semakin kusut. Ia memendam kekecewaan yang mendalam. Tak lama kemudian Makmun dan Wira datang, muka mereka tampak lebih kusut lagi.

“Assalamualaikum, maaf Bang terlambat…. Saya baru pulang dari rumah dinas Menteri Kelauan di Widya Candra dan Wira juga semalaman begadang nongkrongin Menteri Maritim, tapi kami belum berhasil ketemu nara sumber karena mereka tidak pulang ke rumah, sepertinya sedang di luar kota Bang…” jelas Makmun yang malah semakin membuat suasana tambah tegang.

“Ah darimana kamu menyimpulkan mereka di luar kota, kalian mestinya ke kantor tanya sekretaris jadwalnya ke mana, terus baru kejar ke mana, atau kalau pergi ke luar kota cari kontak teleponnya dan hubungi via telepon. Selesai. Kamu sudah punya nomor Hpnya belum?” tanya Batubara.

Wira dan Makmun menggeleng.

Muka Batubara memerah.

“Kenapa kalian nggak nyari? kan bisa tanya redaksi majalah lain atau telusuri dari teman dekat mereka….. wartawan seharusnya kreatif …jika begini kita mau nulis apa..” Batubara emosi.

Semua diam.

“Kalian semua sama, tidak becus bekerja….” Batubara melontarkan ucapan yang cukup keras.

Hening sesaat di meja rapat.

“Mungkin saya bisa bantu Bang..” Zul menawarkan diri memecah kebuntuan.

Rendi dan Makmun tersenyum sinis.

“Eh kau Zul…gimana liputan kamu?” tanya Batubara.

“Laput sudah hampir 50% Bang, narasumber utama dari Kemenag sudah ketemu, tinggal minta konfirmasi Menteri Agama, barusan saya kirim faks ke sekretaris Menteri Agama…”

“Bagus deadline masih seminggu lagi. Terima kasih atas tawaranmu, namun sebaiknya kamu konsentrasi ke liputan korupsi haji saja, kuharap beritanya lebih lengkap dan mendalam ketimbang reklamasi yang makin nggak jelas arahnya ini..” ucap Batubara suntuk.

“Iya Zul, jangan sok ngurusi kerjaan orang, urus kerjaanmu saja..”imbuh Rendi.

Rendi tidak terima jika Zul membantu mengerjakan liputannya.

“Bukan intervensi, kita satu media mestinya saling membantu. kalau memang tenaga saya dibutuhkan hari ini, saya siap membantu, kebetulan hari ini saya belum ada janji ketemu klien..” ujar Zul.

Rozy nampaknya tidak suka Zul membantu orang yang sering bersikap nyinyir padanya. Ia lalu menendang kaki Zul.

           Batubara masih bingung, ia melihat jam dinding, tepat pukul 10 pagi, biasanya paling telat jam 8 malam semua naskah harus sudah masuk untuk ditulis. Kemudian awak redaksi begadang hingga jam 3 malam untuk nulis, lalu jam 3 sampai dengan jam 5 dini hari dilakukan koreksi bahasa kemudian lay out.  Sabtu pagi minta approval dari Pimred untuk naik cetak dan hari Sabtu majalah sudah cetak dan Minggu sudah bisa beredar di pasaran. Batubara pusing tujuh keliling. Dia terpaksa menyanggupi tawaran Zul, meski anak itu mempunyai tugas sendiri yang tak kalah berat.

“Baiklah kalau begitu, Kita semua sebenarnya meragukan kemaampuanmu. Tapi saya cobalah Zul hari ini membantu tugas Rendi untuk laput Reklamasi. Saya minta Makmun mewawancarai Menteri KKP dan Zul mewawancarai Menko Maritim, siap” ucap Batubara.

“Ah paling juga nggak tembus…” Rendi meledhek lagi.

Lihat selengkapnya