Janji Suci

Dudun Parwanto
Chapter #12

Curahan Hati Aisyah

 

Aisyah masih mempertanyakan perubahan sikap ayahnya dalam setahun terakhir. Dia ingin tahu sebenarnya apa yang telah terjadi dengan ayahnya, kenapa sekarang sangat posesif, egois dan gampang emosi. Padahal dulu Haji Murod orang yang sangat sabar, tenang dan selalu mengedepankan musyawarah keluarga dalam memutuskan suatu masalah. Tapi kini berbeda jauh, Aisyah pun pada saat hari libur dengan menggunakan mobilnya datang ke rumah sahabatnya di daerah Depok.

 Sore itu Aisyah menemui Nia, sahabatnya yang seorang menjadi psikolog. Aisyah ingin berkonsultasi tentang perubahan sikap Papanya, yang gampang marah dan suka memaksakan kehendak. Nia pun menerimanya masuk, mereka ngobrol di ruang tamu. Aisyah dan Nia adalah teman masa SD yang dekat. Cuma setelah lulus SD, Aisyah menjadi santri di Pondok sedangkan Nia menempuh di sekolah umum, hingga lulus sarjana Psikologi di Universitas Indonesia. Selama ini mereka hanya berkabar lewat chat WA atau saling komen di media sosial. Mereka senang bisa bertemu setelah sekian lama tidak berjumpa.

"Aku mau curhat masalah Papaku, mungkin kamu bisa membantu membuka wawasan ku tentang psikologi orang tua yang sudah puber kedua hehehe," tanya Aisyah.

" Hahaha, apa sih masalahnya ," terang Nia.

“Gini Nia, sudah 2 tahun Papa mengelola Yayasan As Salam, dan banyak perubahan yang telah dilakukannya. Managemen memang lebih bagus dan kualitas pendidikan juga meningkat. Namun sayangnya, hanya orang yang mampu yang dapat masuk ke pesantren karena biayanya tidak terjangkau oleh keluarga yang kurang mampu. Sementara Mama penginnya anak kurang mampu tetap bisa masuk dengan disubsidi sesuai dengan amanah Kakek saat mendirikan pesantren. Tapi Papa tidak mau, alasannya beban pesantren saat ini cukup berat sehingga sulit melakukan subsidi silang, sampai sekarang mama tidak setuju dengan kebijakan Papa, mereka sering ribut gara-gara masalah itu,” cerita Aisyah.

           Nia mendengarkan dengan seksama.

"Intinya tidak hanya perubahan dalam kebijakan di Pondok saja, bahkan karakter Papa juga berubah saat di rumah. Papa sudah tidak mau mendengarkan saran Mama, apalagi aku. Semua harus ikut keputusannya. Padahal dulu Papa tidak seperti itu," lanjut Aisyah.

"Bagaimana perlakuan Papa kepada Mamamu dalam setahun terakhir ini," tanya Nia.

"Ya orangnya mudah emosi, gampang marah, tidak mau dilawan, tidak mau mendengarkan pendapat Mama. Jadi Mama yang kepikiran, kadang kadang jatuh sakit dengan perlakukan seperti itu," lanjut Aisyah.

" Sepertinya, kalau Mamamu yang selalu menjadi obyeknya, ada ketidakharmonisan hubungan rumah tangga yang serius ini,"jawab Nia.

"Maksudnya bagaimana?" tanya Aisyah heran.

           Nia manggut-manggut.

“Mama juga sekarang banyak diam dan mengalah. Padahal dulu mereka sangat harmonis dan terbuka. Mama yang demokratis terpaksa mengikuti kemauan Papa,. Saya kasihan sama Mama sekarang sering diam memendam perasaan kesal, emosi dan sebagainya," cerita Aisyah lagi.

           Sebagai psikolog Nia seolah sudah mulai menerka jawabannya.

“Perubahan perilaku itu disebabkan banyak faktor Isyah, bisa ekonomi, emosi atau percintaan, lingkungan dan sebagainya. Dari ceritamu aku melihat Papa kamu menjadi sosok yang materialis dan cintanya pada sang istri mulai berkurang…kamu paham maksudku..”

           Aisyah mengangguk.

“Apa mungkin Papaku Selingkuh ?’ Aisyah berkata pelan sambil menggigit bibirnya.

“Hmmm itu baru indikasi, jadi masih harus ditelusuri lagi…”

Aisyah meneteskan air mata. Ia sedih melihat Mamanya jika benar Papanya selingkuh. Nia segera mengelus rambutnya.

“Mudah-mudahan tidak Aisyah..” Nia menenangkan.

Aisyah kemudian menceritakan tentang hubungannya dengan Zul, teman dekatnya yang belum mendapat persetujuan dari Papanya, meski sudah terjalin hubungan satu tahun lebih.

“Juga hubunganku dengan mas Zul, sudah berjalan setahun, dan Papa sampai sekarang masih belum mengijinkan. Bahkan Papa memilihkan orang lain yang secara materi jauh di atas mas Zul. Sedangkan aku sama sekali tidak mencintai orang yang dimaksud Papa, " tutur Aisyah.

"Aku turut simpati Isyah, tantangan yang kamu hadapi bukan masalah materi, tapi masalah psikis yang perlu dihadapi dengan sikap yang tepat. Kamu harus terus berjuang untuk mendapatkan keinginanmu, tapi jangan terlalu frontal menolak kemauan Papamu. Nanti malah jadi konflik yang hebat, Pelan tapi pasti saja. Aku yakin nanti jalannya akan ketemu dan terbuka, yang penting kamu harus sabar dan jangan menyerah..."jelas Nia.

Aisyah senang mendapat pencerahan dan motivasi dari sahabatnya yang sangat dia perlukan. Meskipun kadang dia sering menjadi motivator bagi teman dekatnya Zul, namun terkadang dia juga perlu suntikan energi positif dari luar. Itu bisa dia dapatkan dari Nia seorang psikolog yang memang memiliki kompetensi di bidangnya. Sore itu Aisyah pun pamitan dan mereka pun berpelukan sebelum Aisyah masuk ke mobilnya.

****

Sore hari itu, Aisyah sudah kembali ke rumah, dia kemudian chat WA dengan Zul.

"Gimana kerjaan hari ini Bang?" tanya nya.

"Baik Isyah, ini masih hunting beberapa nara sumber untuk laporan utama Dana Abadi Umat Kemenag. Alhamdulillah progressnya bagus, beberapa naras sumber penting sudah terkonfirmasi wawancaranya." jawab Zul.

"Syukurlah Bang, semoga semua dilancarakan Allah Swt," ucap Isyah.

"Insya Allah, terima kasih atas doanya Dik. Gimana aktifitas hari ini ?" tanya Zul.

Aisyah lalu menceritakan kesibukannya hari ini. Dia mengkisahkan pertemuannya dengan Nia. Termasuk perilaku Ayahnya yang banyak berubah dia ceritakan semuanya kepada Psikolog itu. Teman baiknya itu mulai melakukan analisa karakter, termasuk dugaan penyebab perubahan sikap Haji Murod dua tahun belakangan. Namun Aisyah tidak mau menceritakan dugaan selingkuh yang dilakukan Ayahnya karena itu merupakan asumsi yang belum tentu benar.

Zul pun mendengarkan dengan seksama cerita dari waniya yang telah merebut hatinya. Dia lalu teringat sewaktu ke Yayasan Rabiah melihat mobil Haji Murod terparkir di sana.

"Saya pernah melihat mobil Papamu, terparkir di Yayasan Rabiah di Batu Ampar, Jakarta Timur. Tapi saya tidak bertemu Haji Murod, karena saat itu saya sedang hunting nara sumber dari Kemenag," cerita Zul.

Aisyah pun mengkonfirmasi mobil seperti apa yang dilihat Zul. Setelah dijelaskan secara detail, ternyata mobil itu benar milik ayahnya. Tak lama kemudian Zul mengakhiri chatnya karena mau membuat transkrip wawancara di kantor.

Malam harinya pikiran Aisyah diselimuti berbagai praduga. Setelah mendapat informasi keberadaan mobilnya di Yayasan Rabiah, membuat Aisyah jadi ingin meng kepoin apa itu Yayasan Rabiah.

Pada malam harinya ia browsing di internet mencari tahu keberadaan Yayasan Rabiah. Kenapa ayahnya ke tempat itu? Ada apa di sana?

Aisyah mendapat informasi bahwa Yayasan Rabiah adalah Yayasan yang baru 2 tahun berdiri di Jakarta Timur. Aisyahpun membaca lengkap pengurusnya sebagai Ketua Yayasan adalah Hajah Rohana. Aisyah kaget melihat nama Ayahnya Haji Murod bin Sulaiman sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan. Tak salah berarti ketika Zul menjumpai mobil haji Murod di halaman Yayasan Rabiah beberapa waktu lalu.

           Lalu Aisyah ingin tahu lagi siapa Hajah Rohana, dia mencari profilnya di google. Ternyata Rohana adalah seorang yang janda beranak dua yang sangat cantik. Meski Aisyah belum menemukan sesuatu yang menghubungkan antara Papanya dengan pemilik yayasan Rabiah. Namun ia curiga karena selama ini Papanya tidak pernah cerita bahwa dia menjadi pengurus Yayasan lain selain As Salam.

           Aisyah lalu mengirim WA ke Nia, sahabatnya, mengabarkan temuannya di internet .

“Sebaiknya dicros cek dulu ke Papamu, minta konfirmasi jangan langsung ke Mama, nanti malah runyam…” saran Nia.

           Aisyah tidak mau menceritakan ayahnya yang menjadi pengurus Yayasan Rabiah kepada Mama. Yang ia tahu Papanya selama ini menyembunyikan sesuatu kepadanya dan Mamanya. Namun Aisyah ingin mengcros cek dulu informasi ini, tabayun kata guru agamanya.

****

 

Sore itu, Haji Murod sedang duduk membaca majalah Reforma. Istrinya sedang pengajian di musola tetangga. Tiba-tiba Aisyah pulang dan mengucap salam. Haji Murod menyembunyikan majalah Reforma dibelakang punggungnya, malu sama putrinya, tapi Aisyah melihatnya.

“Sudahlah Pa, baca apa nggak apa-apa kok” ujar Aisyah santai.

Haji Murod menggeleng, dengan menaruh majalah itu dibawah meja, agak Malu.

“Mama mana Pa?” tanya Isyah

Lihat selengkapnya